Dua Jenderal dan Dua Politisi Disebut-sebut di Sidang Suap Nurhadi, Reaksi KPK dan Pengacara
Iwan Bule dan Kepala Badan Intelijen Negara Jenderal Pol Purn Budi Gunawan alias BG disebut-sebut namanya di sidang kasus suap Nurhadi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kapolda Metro Jaya Komjen Pol Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Pol Purn Budi Gunawan alias BG disebut-sebut namanya di sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi mantan sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Munculnya nama Iwan Bule dan Budi Gunawan diungkap oleh Komisaris PT Multitrans Logistic Indonesia Hengky Soenjoto yang mengakui pernah diperintah adiknya Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto untuk menghubungi dua orang tersebut saat Hiendra bersengketa.
"Saya diminta Hiendra menghubungi beberapa orang, ada yang namanya Haji Bakri tokoh orang Madura di Surabaya. Beliaunya kan dekat dengan Pak Iwan Bule sebagai Kapolda," ucap Hengky saat bersaksi untuk terdakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Hengky menjelaskan bahwa dirinya diminta Hiendra untuk menghubungi beberapa orang saat adiknya itu bersengketa dengan Direktur Keuangan PT MIT Ashar Umar. Dia menyebut saat itu Hiendra menjadi tersangka oleh polisi dan ditahan.
"Saya detailnya enggak jelas, waktu itu sempat ada masalah di Polda," ucap Hengky.
Mendengar pernyataan Hengky, lantas Jaksa Wawan Yunarwanto mencecarnya mengapa bisa disuru Hiendra menghubungi beberapa orang tersebut.
Menurutnya, Hengky kemudian diminta Hiendra untuk menghubungi seorang berinisial BG.
"Jadi gini Pak Hiendra bilang sama saya kalau kenal baik sama Pak BG, Budi Gunawan loh pak ya. Cuma disuruh menyampaikan saja. Tapi cuma minta tolong ya pak," ujar Hengky.
Selain itu, Hiendra juga meminta kepada Hengky untuk mengubungi Rezky Herbiyono yang merupakan menantu Nurhadi. Menurutnya, permintaan itu dilakukan agar Hiendra tidak dipenjara.
Baca juga: KPK Dalami Munculnya Nama 2 Jenderal Polisi Hingga Marzuki Alie dalam Sidang Nurhadi
"Saya dimintain Pak Hiendra untuk ngomong, supaya dibantu 'saya enggak dipenjara'," ujar Hengky.
Hengky menduga, diminta menghubungi Rezky karena banyak mengenal orang di kepolisian.
Namun, dia tak membeberkan Hiendra ditahan dalam kasus apa, sehingga bisa bersengketa dengan rekan kerjanya Ashar Umar.
Baca juga: Kasus Nurhadi, KPK Periksa Pejabat Kemenpan RB, Eddy Syah Putra
"Mungkin Pak Hiendra tau, kalau Pak Rezky ini kenalannya banyak di polisi, makanya saya mungkin diminta tolong seperti itu," beber Hengky.
Kendati demikian, sambung Hengky, pada akhirnya Hiendra tetap ditahan dan perkaranya P21.
Hengky menyebut, Hiendra tidak bisa keluar dari tahanan. "Cuma ya akhirnya enggak bisa keluar," kata dia.
Hiendra Soenjoto yang merupakan Direktur PT MIT juga terjerat dalam kasus suap dan gratifikasi Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.
Saat ini perkara yang menjerat Hiendra maaih dalam proses penyidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam perkara ini, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Selain itu, Nurhadi dan menantunya juga turut didakwa menerima suap Rp45.726.955.00 dari Direktur Utama PT MIT Hiendra Soenjoto.
Uang suap tersebut diberikan agar memuluskan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.
Cara Menantu Nurhadi Minta Duit Rp 500 Juta
Sidang lanjutan perkara suap dan gratifikasi terkait perkara di Mahkamah Agung yang menjerat mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono di Pengadilan Tipikor Jakarta mengungkap sejumlah fakta.
Saksi yang dihadirkan menyebut bahwa Rezky meminta uang Rp500 juta kepada pengusaha di Surabaya untuk pengurusan perkara hukum.
"Lalu Pak Rezky tanya ke saya, 'ini pengurusannya jadi dibantu tidak Pak?'"
"Saya tidak punya apa-apa tapi jadi kalau bagi hasil saya mau tapi kalau minta uang di depan saya tidak ada uang lagi, dia (Rezky) minta Rp500 juta, Rp250 juga di depan baru setelahnya Rp250 juta di belakang," ucap saksi Agung Dewanto saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus Nurhadi, Rabu (11/11/2020).
Agung adalah Direktur CV Mulya Jaya Abadi. Dia menjadi saksi untuk dua terdakwa, yaitu Nurhadi dan Rezky Herbiyono.
Agung dan rekannya Albert Jaya Saputra mengalami penipuan sebesar Rp18 miliar, keduanya lalu ditawari oleh seorang notaris bernama Devi bahwa ada orang yang dapat membantu mengutus kasus tersebut.
Orang yang dimaksud, adalah Nurhadi. Hanya saja, saat ingin bertemu Nurhadi di satu hotel di Surabaya, ternyata keduanya malah bertemu Rezky.
"Rezky minta lewat telepon dan wa, saya maunya bagi hasil 50:50, karena saya ditipu Rp18 miliar, kalau kembali Rp10 miliar ya masing-masing dapat Rp5 miliar, kalau kembali Rp1 miliar ya masing-masing dapat Rp500 juta."
"Dia bilang kita siap bantu tapi perlu dana untuk polisi dan tidak bisa diutang jadi harus tunai Rp250 juta," ucap Agung.
Agung pun mengaku tidak menanggapi permintaan Rezky tersebut. Dia pun langsung protes kepada Devi, pihak yang merekomendasikan Nurhadi terhadap dirinya.
"Saya enggak ngomong apa-apa, saya langsung bilang tidak bisa, saya komplain ke Bu Devi 'Bu apa-apaan ini minta uang di depan, saya tidak punya uang di depan."
"Saya korban kok diminta uang di depan lalu Pak Rezky juga kirim WA (WhatsApp) ke saya tapi tidak saya tanggapi," tambah Agung.
Agung sendiri mengaku sudah mengikhlaskan uang miliknya senilai Rp18 miliar tersebut. Hanya saja, ucap Agung, notaris bernama Devi yang bersikeras agar Agung menyerahkan data terkait penipuan tersebut ke Rezky.
"Saya memang pernah dengar di media namanya Pak Nurhadi sebagai Sekretaris MA akhirnya diatur pertemuan oleh Devi untuk bertemu Pak Nurhadi pada 27 Mei 2017 di hotel Shangri-La," ungkap Agung.
Namun, Agung malah dibawa ke kamar hotel dan yang ia temui adalah orang yang lebih muda yaitu Rezky.
"Sebelum saya dibawa ke Shangri-La, saya dipameri foto oleh Bu Devi lewat WA katanya 'Ini loh bisa tangkap Iwan Liman."
"Saya tanya Bu Devi ini apakah ada biaya? Bu Devi sampaikan oh tidak usah bagi hasil saja, ya sudah saya mau kalau bagi hasil dan Bu Devi minta saya tinggal tanda tangan surat kuasa," tambah Agung.
Agung mengaku pertemuan di Hotel Shangri-La Surabaya itu, hanya berlangsung sekira 15 menit. Pertemuan lalu dilanjutkan beberapa hari kemudian di suatu tempat di Jalan Bawean, Surabaya. Kali ini Agung datang bersama dengan Albert, mitra bisnisnya.
"Saat itu saya dan Albert menyerahkan data ke Pak Rezky, paling pertemuan tidak lebih 15 menit. Dia (Rezky) juga cerita soal Iwan Liman ke Pak Albert," kata Agung.
Albert Jaya Saputra yang juga hadir sebagai saksi juga mengungkapkan hal yang sama.
"Rezky bilang saya bisa bantu. Lalu saya tanya kalau ada minta tolong kan biasanya ada biayanya, lalu seingat saya dijawab dengan persentase," kata Albert.
Albert baru tahu Rezky adalah menantu Nurhadi saat keduanya pulang dari pertemuan tersebut.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono menerima gratifikasi.
Keduanya didakwa menerima gratifikasi sejumlah Rp37.287.000.000 dari sejumlah pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, hingga peninjauan kembali (PK).
Selain itu, Nurhadi bersama-sama Rezky Herbiyono didakwa menerima suap Rp45.726.955.00 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Sebut Marzuki Alie dan Pramono Anung
Sementara itu, juga muncul nama Marzuki Alie dan Pramono Anung saat Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Hengky Soenjoto dalam persidangan.
Jaksa Wawan mengonfirmasi keterangan di BAP soal kedekatan Hiendra dengan Marzuki Alie.
"Marzuki Alie sangat dekat, tapi setelah Hiendra Soenjoto melawan Azhar Umar saya pernah dimintai tolong oleh Hiendra agar disampaikan ke Marzuki Alie, agar disampaikan ke Pramono Anung Menteri Sekretaris Negara saat itu agar penahanan Hiendra ditangguhkan," kata Jaksa Wawan membacakan BAP.
"Hal itu disampaikan di kantor Hiendra di komplek pergudangan saat pertemuan saya pertama dengan Marzuki Alie, namun pada saat itu Hiendra tidak bisa keluar tahanan juga," sambungnya.
Selain itu, dalam BAP yang dibacakan jaksa, Hengky juga diperintah Hiendra untuk menawarkan cessie atau surat pembayaran utang dari UOB sebesar Rp 110 miliar dengan imbalan Marzuki Alie masuk menggantikan Azhar Umar menjadi Komisaris PT MIT.
KPK Akan Dalami
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan mendalami munculnya nama-nama besar dalam persidangan kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono.
Soalnya, seorang saksi bernama Hengky Soenjoto yang merupakan kakak kandung dari penyuap Nurhadi dan Rezky, Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto turut menyeret nama sejumlah tokoh.
Tokoh-tokoh yang namanya disebut dalam persidangan di antaranya Komjen Pol (Purn) Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan alias BG, mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie, serta Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
"Tentu JPU (Jaksa Penuntut Umum) nanti akan mengkonfirmasi keterangan tersebut kepada saksi-saksi lain yang akan dipanggil pada sidang-sidang berikutnya," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Kamis (12/11/2020).
Ali menyatakan bahwa tim JPU akan menganalisa kesaksian para saksi yang dihadirkan ke dalam persidangan. Hal ini dilakukan untuk menguatkan dakwaan jaksa.
"Selanjutnya akan dianalisa lebih lanjut dalam surat tuntutan," tegas Ali.
Ali mengajak masyarakat untuk mengawasi jalannya persidangan Nurhadi dan Rezky.
KPK masih mendalami dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga dilakukan Nurhadi dan Rezky dari hasil suap dan gratifikasi.
"KPK mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawal dan mengawasi proses persidangan perkara tersebut," tandas Ali.
Dalam persidangan, Komisaris PT Multitrans Logistic Indonesia Hengky Soenjoto mengakui pernah diperintah adiknya Hiendra Soenjoto untuk menghubungi Iwan Bule dan BG saat Hiendra bersengketa dengan rekannya Direktur Keuangan PT MIT Azhar Umar di Polda Metro Jaya.
"Saya diminta Hiendra menghubungi beberapa orang, ada yang namanya Haji Bakri tokoh orang Madura di Surabaya. Beliaunya kan dekat dengan Pak Iwan Bule sebagai Kapolda," kata Hengky saat bersaksi untuk terdakwa Nurhadi dan Rezky Herbiyono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/11/2020).
Mendengar pernyataan Hengky, lantas Jaksa Wawan Yunarwanto mencecarnya mengapa bisa disuruh Hiendra menghubungi beberapa orang tersebut.
Menurutnya, Hengky pun diminta Hiendra untuk menghubungi seorang berinisial BG.
"Jadi gini Pak Hiendra bilang sama saya kalau kenal baik sama Pak BG, Budi Gunawan loh pak ya. Cuma disuruh menyampaikan saja. Tapi cuma minta tolong ya pak," ujar Hengky.
Selain itu, Hiendra pun meminta kepada Hengky untuk mengubungi Rezky Herbiyono yang merupakan menantu Nurhadi.
Menurutnya, permintaan itu dilakukan agar Hiendra tidak dipenjara.
"Saya dimintain Pak Hiendra untuk ngomong, supaya dibantu 'saya enggak dipenjara'," ucap Hengky.