Sejarah Hari Toleransi Internasional, Diperingati Tiap 16 November, Berikut Cara Melawan Intoleransi
Hari ini, seluruh dunia tengah memperingati International Day of Tolerance atau Hari Toleransi Internasional yang jatuh pada Senin, 16 November 2020.
Penulis: Suci Bangun Dwi Setyaningsih
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Deklarasi ini menyoroti toleransi bukan hanya sebagai tugas moral, tetapi juga prasyarat politik dan legal bagi individu, kelompok, maupun negara.
Deklarasi menempatkan toleransi dalam hubungannya dengan instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional yang disusun selama lima puluh tahun terakhir.
Selain itu, deklarasi prinsip-prinsip toleransi juga menekankan bahwa negara harus membuat rancangan undang-undang baru jika diperlukan.
Upaya ini dinilai harus diperhatikan untuk memastikan kesetaraan perlakuan dan kesempatan yang sama bagi semua kelompok ataupun individu di masyarakat.
Peringatan yang digagas oleh UNESCO ini juga berlatar belakang dari terjadinya ketidakadilan dan kekerasan, diskriminasi dan marginalisasi, yang merupakan bentuk umum dari intoleransi.
Pendidikan toleransi yang diinisiasi melalui peringatan Hari Toleransi Internasional bertujuan untuk melawan pengaruh yang mengarah pada ketakutan dan pengucilan pada orang lain.
Selain itu, untuk membantu generasi muda mengembangkan kapasitas independen, pemikiran kritis, serta penalaran etis.
Keberagaman yang ada seperti agama, bahasa, budaya, dan etnis bukan alasan untuk terjadinya sebuah konflik, tetapi harta yang memperkaya semua.
Atas dasar deklarasi tersebut, 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional setiap tahunnya.
Lantas, bagaimana intoleransi dapat dilawan?
Melansir dari laman Tolerance Day United Nations, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melawan intoleransi sebagai berikut:
Melawan intoleransi membutuhkan hukum
Setiap pemerintahan bertanggung jawab untuk menegakkan hukum-hukum hak asasi manusia, untuk melarang atau menghukum kejahatan-kejahatan dan diskriminasi terhadap minoritas, baik yang dilakukan oleh pejabat negara, organisasi privat ataupun individu.
Negara harus memastikan kesamaan akses pada pengadilan, komisioner hak asasi manusia maupun Ombudsman sehingga orang-orang tidak main hakim sendiri atau menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan permasalahan atau perselisihan yang dihadapi.