Setelah 2 Kapolda Dicopot, Kini Jokowi Bicara Reshuffle Kabinet
Jokowi menyatakan kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinet tetap terbuka setelah dua Kapolda dicopot.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan kemungkinan untuk merombak (reshuffle) kabinet tetap terbuka.
Jokowi bicara hal itu setelah dua Kapolda dicopot dari jabatannya.
Kemarin, dua Kapolda yakni Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi dicopot dari jabatannya karena dinilai lalai dalam menegakkan protokol kesehatan terkait covid-19.
Sinyal reshuffle
Jokowi menyampaikan sinyal reshuffle dalam wawancara eksklusif Rosi di Kompas TV, Senin (16/11/2020).
Mulanya Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosiana Silalahi menanyakan alasan Jokowi tak merombak kabinet meskipun merasa kesal, karena para menterinya dinilai tak bekerja optimal menangani pandemi Covid-19.
Jokowi menjawab performa para menterinya dalam melakukan kerja tim saat ini cukup bagus sehingga ia belum merasa perlu melakukan reshuffle di tahun pertama seperti di periode 2014-2019.
Baca juga: Diduga Buntut Kerumunan Habib Rizieq, Kapolda Metro Jaya & Jajaran Kapolres Ini Dicopot
Rosi kemudian menanyakan apakah jawabam Jokowi itu menandakan tak akan ada reshuffle kabinet, Jokowi menjawab diplomatis.
"Ya bisa aja. Bisa aja minggu depan, bisa aja bulan depan, bisa aja tahun depan," tutur Jokowi lantas tertawa.
Kendati demikian, Jokowi menyatakan tak segan mengganti menterinya yang kinerjanya di bawah standar.
Ia pun tak ragu untuk menyampaikan hal tersebut kepada para ketua umum partai koalisi jika harus mengeluarkan kadernya dari kabinet.
"Saya kira kalau memang tidak baik akan saya bilang saya ganti. Saya biasa bicara seperti itu," tutur Jokowi.
Adapun isu reshuffle terlontar saat Jokowi meradang kepada para menteri jajarannya karena tak puas dengan kinerja mereka.
Kemarahan Presiden Jokowi diketahui melalui sebuah video yang diunggah akun YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020), 10 hari setelah rapat digelar.
Kapolda Dicopot
Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi dicopot dari jabatannya karena dinilai lalai dalam menegakkan protokol kesehatan.
“Ada 2 kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam menegakkan protokol kesehatan, maka diberikan sanksi berupa pencopotan yaitu Kapolda Metro Jaya kemudian Kapolda Jawa Barat,” ucap Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (16/11/2020).
Pencopotan itu tertuang dalam surat telegram Kapolri tertanggal 16 November 2020.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat Dicopot
Dalam telegram itu, Nana akan menduduki jabatan baru yaitu Koorsahli Kapolri.
Jabatan Nana selaku Kapolda Metro Jaya akan diemban oleh Kapolda Jawa Timur Irjen Muhammad Fadil Imran.
Sementara itu, Rudy dimutasi menjadi Widyaiswara Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri.
Posisi Kapolda Jabar akan diisi oleh Irjen Ahmad Dofiri.
Argo tak menjelaskan secara lebih rinci alasan pencopotan kedua jenderal polisi berbintang dua tersebut.
Namun, diketahui terjadi sejumlah kerumunan massa belakangan ini di daerah Jakarta dan Jawa Barat yang melibatkan Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Sanksi tegas
Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah akan memberi sanksi bagi aparat keamanan yang tak tegas terhadap penegakkan protokol kesehatan Covid-19.
"Pemerintah juga akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan yang tidak mampu bertindak tegas dalam memastikan terlaksananya protokol kesehatan Covid-19," kata Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, saat konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Senin (16/11/2020).
Oleh karena itu, Mahfud mengingatkan aparat keamanan supaya bertindak tegas terhadap pelanggar prokol kesehatan.
Mahfud juga mengingatkan pejabat publik hingga masyarakat bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan, yakni dengan menegakkan hukum apabila masih terjadi aktivitas yang menimbulkan kerumunan massa.
"Pemerintah memperingatkan kepada kepala daerah, pejabat publik, aparat dan masyarakat di seluruh Indonesia, bahwa pemerintah akan menindak tegas dan melakukan penegakan hukum bila masih melakukan pengumpulan massa dalam jumlah besar," kata dia.
Sejurus kemudian, Mahfud berharap tokoh agama dan masyarakat memberikan contoh nyata berdisiplin menaati protokol kesehatan.
Hal itu dilakukan supaya masyarakat terinspirasi untuk sama-sama menerapkan aturan tersebut.
"Khusus kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat diharapkan untuk memberikan contoh dan teladan kepada semua warga agar mematuhi protokol kesehatan," kata Mahfud.
Kasus Covid-19 di Tanah Air telah menembus 467.113 kasus hingga Minggu (15/11/2020) kemarin. (*)
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com