RUU Larangan Minuman Beralkohol Masuk Prolegnas 2021, Formappi Pertanyakan Urgensinya
Formappi melalui Lucius Karus, mengkritik RUU Larangan Minuman Beralkohol masuk Prolegnas 2021.
Penulis: Gigih
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) mengkritik RUU Larangan Minuman Beralkohol yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Hal ini diungkapkan Peneliti Formappi, Lucius Karus.
Ia menilai masuknya RUU Larangan minuman Beralkohol tidak memiliki urgensi untuk masuk Prolegnas.
Jika memang masuk Prolegnas, ini hanya akan mempeburuk citra DPR di Masyarakat.
Baca juga: RUU Ketahanan Keluarga: Perempuan Bisa Cuti Melahirkan Enam Bulan
Baca juga: Ahli Hukum: RUU Minol Punya Konsekuensi Logis, Jangan Sampai Timbul Masalah Baru
Dikutip dari laman Kompas, Lucius mengkritik Prolegnas 2021 yang menurutnya terlalu mengada-ada.
"RUU yang bernasib seperti RUU Larangan Minol tentu saja ada beberapa dalam hal ketidakjelasan urgensi, relevansi, dan urgensinya."
"Misalnya juga RUU Ketahanan Keluarga, RUU ini juga sulit dijelaskan urgensinya," kata dia.
Lucius menegaskan, jika DPR tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas dalam pembentukan RUU, maka penyusunan prolegnas prioritas akan selalu berakhir sia-sia.
Sebab, RUU yang dihasilkan menjadi tidak berkualitas.
"Badan Legislasi harus mampu memfilter usulan RUU-RUU yang urgensinya sulit dijelaskan dan dipertanggungjawabkan," ujar Lucius.
Melihat kinerja Baleg DPR selama ini, ia pun menyarankan tiap-tiap komisi hanya memiliki tugas maksimal menyelesaikan dua RUU.
Dengan total sebelas komisi di DPR, maka maksimal hanya ada sekitar 25 RUU di Prolegnas Prioritas.
"Dengan makin sederhananya target, kita berharap tak ada pembahasan serba cepat dan grasa-grusu."
"Proses pembahasan benar-benar partisipatif sehingga kualitas legislasi terjamin," tegas Lucius.
DPR sudah mulai menginventarisasi 37 RUU yang akan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2021.
Di antaranya yaitu RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), RUU Larangan Minuman Beralkohol, dan RUU Ketahanan Keluarga.
Menurut Lucius, hal ini tampak dari Prolegnas Prioritas yang disusun DPR dan pemerintah baik di tahun ini maupun tahun-tahun sebelumnya.
"Mereka terbukti tak memperlakukan RUU prioritas sesuai nama makna kata prioritas itu."
"Terlalu banyak contoh RUU-RUU prioritas yang terbengkelai tak jelas," ucapnya.
RUU Larangan Minuman Beralkohol bisa menjerat penjual dan konsumen.
Dalam RUU tersebut tertulis, penjual bisa dipidana hingga 10 tahun dan yang mengonsumsi bisa dipenjara hingga 2 tahun.
Dikutip dari Kompas.com, RUU Larangan Minuman Beralkohol terdiri dari tujuh bab dan 24 pasal.
Antara lain berisi definisi minuman beralkohol, pengawasan, tata laksana pelarangan, hingga sanksi pidana bagi pihak yang melanggar.
- Andaikan RUU ini disahkan menjadi UU, maka setiap orang yang memproduksi, menjual (penjual), menyimpan, maupun mengonsumsi alkohol bisa terancam pidana.
Dengan kata lain, perdagangan miras tak lagi bisa dilakukan sembarangan jika RUU tersebut diloloskan parlemen.
"Setiap orang dilarang memasukkan, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menjual Minuman Beralkohol golongan A, golongan B, golongan C, Minuman Beralkohol tradisional, dan Minuman Beralkohol campuran atau racikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," bunyi Pasal 6 draf RUU tersebut.
Ancaman pidana dan denda pedagang miras tersebut diatur dalam Pasal 19.
Hukumannya adalah pidana penjara paling lama 10 tahun.
"Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dipidana dengan pidana penjara paling sedikit (2) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," bunyi Pasal 19.
Untuk klasifikasi jenis minuman keras atau miras yang dilarang di RUU tersebut terbagi dalam tiga kelas yakni golongan A, golongan B, dan golongan C.
Minuman keras golongan A adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1 sampai 5 persen.
Golongan B adalah adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5 persen sampai dengan 20 persen.
Sementara golongan C adalah minol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20 persen sampai dengan 55 persen.
Selain minuman beralkohol dari 3 jenis klasifikasi tersebut, RUU Larangan Minuman Beralkohol tersebut juga melarang peredaran minuman beralkohol dari miras tradisional dan miras campuran atau racikan.
Larangan minuman keras masih dikecualikan untuk waktu-waktu tertentu seperti untuk kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh perundang-undangan, aturan ini tertuang dalam pasal 8.
Baca juga: Pemuda Ini Ditemukan dalam Kondisi Tak Sadarkan Diri di Jalan, Mulut Berbusa dan Tercium Bau Alkohol
Sementara isi Pasal 4 Bab II tentang Klasifikasi yaitu :
1. Minuman beralkohol yang dilarang diklasifikasi berdasarkan golongan dan kadarnya sebagai berikut:
a. Minuman Beralkohol golongan A adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 1% (satu persen) sampai dengan 5% (lima persen);
b. Minuman Beralkohol golongan B adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan
c. Minuman Beralkohol golongan C adalah Minuman Beralkohol dengan kadar etanol (C2H5OH) lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).
2. Selain Minuman Beralkohol berdasarkan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang Minuman Beralkohol yang meliputi:
a. Minuman Beralkohol tradisional; dan
b. Minuman Beralkohol campuran atau racikan.
Sementara dalam Pasal 8 Bab III yang berisi tiga ayat memberikan pengecualian atau diperbolehkan mengonsumsi minuman beralkohol untuk kepentingan terbatas.
Ayat 2 berbunyi, kepentingan terbatas meliputi : kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan tempat-tempat yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan.
(Tribunnews.com/Seno/Gigih) (Kompas.com/Tsarina Maharani)