KPAI: Menyerahkan Pembukaan Sekolah Kepada Pemerintah Daerah Itu Mengerikan
KPAI menilai penyerahan keputusan membuka sekolah kepada Pemerintah Daerah bukanlah hal yang tepat.
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai penyerahan keputusan membuka sekolah kepada Pemerintah Daerah bukanlah hal yang tepat.
Hal tersebut merespon Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19.
Baca juga: Satgas Covid-19 Lakukan Pelacakan Agresif Terhadap Kluster Kerumunan Tebet dan Petamburan
"Merelaksasi SKB Empat Menteri dan menyerahkan kepada daerah, menurut saya tidak bisa begitu. Akhirnya, menyerahkan kepada daerah itu mengerikan karena kita tidak bisa mengukur seberapa mereka peduli," ucap Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam diskusi bertajuk Ngopi Seksi, Minggu (22/11/2020).
Pernyataan ini disampaikan KPAI setelah melakukan kunjungan ke 48 sekolah di 21 kabupaten/kota di 8 provinsi.
Dari kunjungan itu ditemukan bahwa mayoritas sekolah di 8 provinsi belum benar-benar mempersiapkan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan baik.
Baca juga: Update 22 November 2020: Hanya Papua, Provinsi Tanpa Kasus Konfirmasi Covid-19
Salah satunya temuan di kota Tegal yang cukup membuat kaget KPAI.
Di mana ada sejumlah sekolah di dua kecamatan di Kota Tegal kedapatan sudah membuka tutup sekolahnya sebanyak 50 kali di masa pandemi.
Pada 7 September 2020, KPAI datang ke Tegal dan mencari informasi tentang proses pembukaan belajar tatap muka di sekolah.
"Kami saat itu cukup kaget, sejumlah di dua kecamatan ternyata sudah ada sekolah yang buka tutup sebanyak 50 kali. Sekolah ditutup karena ada kasus, tetapi selalu dibantah bahwa kasus bukan dari sekolah," ucap Retno Listyarti.
Baca juga: Warga Muara Angke Keluhkan Ketua RT yang Tarik Pungutan untuk Ambil Sembako Covid
Seorang orang tua siswa menceritakan, ada teman anaknya satu kelas positif Covid-19 karena bapaknya kerja di Jakarta.
Bapak dari orang tua itu kemudian meninggal dunia dan dinyatakan berstatus positif Covid-19.
Saat menjalani tes, si anak turut dinyatakan positif dan sudah dua minggu mengikuti sekolah secara tatap muka.
"Pada saat itu, sekolah langsung ditutup. Tapi uniknya teman satu kelas dan guru kelasnya sama sekali tidak dilakukan tracing," kata Retno Listyarti.
"Jadi sekolah langsung ditutup, tapi dua minggu kemudian buka kembali. Jadi ada kasus sekolah buka tutup berkali-kali. Setelah saya melihat di Tegal, secara persiapan kurang. Dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah tampaknya juga kurang," ucap Retno Listyarti.
Seorang orang tua siswa menceritakan, ada teman anaknya satu kelas positif Covid-19 karena bapaknya kerja di Jakarta.
Bapak dari orang tua itu kemudian meninggal dunia dan dinyatakan berstatus positif Covid-19.
Saat menjalani tes, si anak turut dinyatakan positif dan sudah dua minggu mengikuti sekolah secara tatap muka.
"Pada saat itu, sekolah langsung ditutup. Tapi uniknya teman satu kelas dan guru kelasnya sama sekali tidak dilakukan tracing," kata Retno Listyarti.
"Jadi sekolah langsung ditutup, tapi dua minggu kemudian buka kembali. Jadi ada kasus sekolah buka tutup berkali-kali. Setelah saya melihat di Tegal, secara persiapan kurang. Dukungan pemerintah daerah terhadap sekolah tampaknya juga kurang," ucap Retno Listyarti.
Contoh lain temuan KPAI di Kabupaten Seluma di Bengkulu.
Di mana ada sekolah membuka kembali aktivitas belajar mengajar tatap muka tanpa pendampingan dari dinas kesehatan dan gugus tugas Covid-19 setempat.
"Dinas pendidikan daerahnya main buka saja hanya karena kebetulan waktu masih status hijau. Mereka buka sekolah dengan prinsip pakai masker dan muridnya separuh tanpa ada koordinasi dengan gugus tugas Covid-19 daerah, tanpa dinas pendidikan bikin MOU dengan dinas kesehatan," katanya.
"Itu sama sekali tidak dilakukan, jadi sekolah dibuka tanpa pendampingan Dina kesehatan dan gugus tugas daerah," sambung Retno Listyarti.
Ketika SKB Empat Menteri mau menyerahkan pembukaan kepada Pemerintah Daerah, KPAI justru cemas.
Retno Listyarti mengatakan, KPAI punya ketakutan karena telah melihat dengan mata kepala sendiri di 21 kabupaten/kota bagai mana penerapan protokol kesehatan dijalankan di sekolah.
KPAI melihat tidak semua daerah benar-benar peduli terhadap upaya penerapan protokol kesehatan di sekolah.