Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

ICW Kecam Deputi Penindakan KPK Ungkap Rencana Geledah Kantor KKP ke Publik

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam sikap Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in ICW Kecam Deputi Penindakan KPK Ungkap Rencana Geledah Kantor KKP ke Publik
Tribunnews/Irwan Rismawan
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango didampingi Deputi Penindakan KPK, Karyoto menunjukkan tersangka beserta barang bukti pada konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam sikap Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Karyoto.

Karyoto sebelumnya membeberkan ke publik terkait rencana penggeledahan ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Menteri KP Edhy Prabowo.

"ICW mengecam dan mempertanyakan motif dari Deputi Penindakan KPK Karyoto, yang malah memberitahukan rencana penggeledahan terkait perkara yang melibatkan Edhy Prabowo," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Kamis (26/11/2020).

Selaku Deputi Penindakan, menurut Kurnia, mestinya Karyoto memahami bahwa tindakan paksa berupa penggeledahan bersifat tertutup. Sebab, jika itu dipublikasikan, maka akan membuka celah bagi pihak-pihak tertentu untuk menghilangkan barang bukti.

"Maka dari itu, baik Pimpinan maupun Dewan Pengawas, mesti menegur dan mengevaluasi Deputi Penindakan atas pernyataan semacam itu," tegas Kurnia.

Baca juga: KPK Berencana Geledah Kantor Kementerian Perikanan dan Kelautan Jumat Besok

Diberitakan sebelumnya, tim penyidik KPK berencana melakukan penggeledahan di Kantor KKP pada Jumat (27/11/2020) besok.

Berita Rekomendasi

Penggeledahan ini dilakukan pasca operasi tangkap tangan (OTT) yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Dalam kasus ini, politikus Partai Gerindra ini menjadi tersangka penerima suap yang diduga terkait izin ekspor benih lobster atau benur.

"Mudah-mudahan besok akan kami laksanakan penggeledahan secara menyeluruh terhadap proses-proses yang sebagaimana kita ketahui dari hasil penyidikan awal," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/11/2020).

Baca juga: ICW: Level Menteri Saja Bisa Ditangkap KPK, Kenapa Harun Masiku Tidak?

Meski penggeledahan dilakukan selang beberapa hari setelah penangkapan dilakukan, KPK meyakini barang bukti yang ada di gedung tersebut akan tetap aman.

Karena, menurut Karyoto, KPK telah melakukan penyegelan terhadap sejumlah ruangan yang ada.

"Kemarin kami sudah segel (sejumlah ruangan, red). Sehingga mungkin dari kemarin tidak ada yang masuk ditempat yang akan kami geledah," ungkapnya.

Diketahui, KPK sejauh ini baru menetapkan tujuh orang tersangka atas kasus dugaan suap terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020 alias suap ekspor benur lobster.

Baca juga: KPK Telusuri Aliran Uang Haram Suap Izin Ekspor Benur yang Menjerat Menteri KKP Edhy Prabowo

Ketujuh orang itu yakni, Menteri KKP, Edhy Prabowo (EP); Stafsus Menteri KKP, Safri (SAF); Staf khusus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misata (APM).

Kemudian, Pengurus PT ACK, Siswadi (SWD); Staf Istri Menteri KKP, Ainul Faqih (AF); dan Amiril Mukminin (AM). Mereka adalah tersangka penerima suap.

Sedangkan satu tersangka pemberi suap yakni, Direktur PT DPP, Suharjito (SJT).

Kasus bermula ketika Menteri KP Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Ia menunjuk Andreau sebagai Ketua Tim Uji Tuntas dan Safri (staf Menteri KP) selaku Wakil Ketuanya.

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan
Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo mengenakan rompi oranye usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/2020). KPK resmi menahan Edhy Prabowo bersama enam orang lainnya terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus dugaan menerima hadiah atau janji terkait perizinan tambak usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya. Tribunnews/Irwan Rismawan (Tribunnews/Irwan Rismawan)

Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

Karyoto menuturkan, pada awal bulan Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito datang ke kantor KKP di lantai 16 dan bertemu dengan Safri.

"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin dengan Andreau dan Siswadi," ujarnya.

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.

Selanjutnya PT DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp9,8 miliar," tutur Karyoto.

Kemudian pada 5 November 2020 diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Menteri KKP) sebesar Rp3,4 miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosita Dewi, Safri dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan Iis di Honolulu, AS, di tanggal 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa Jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," terang Karyoto.

Ia menuturkan Edhy kembali menerima uang sebesar 100 ribu dolar AS dari Suharjito dan Amiril Mukminin pada Mei 2020.

"Selain itu, Safri dan Andreau pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih," kata Karyoto.

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas