Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Saat Aksi Teror di Desa Lemban Tongoa, Warga Lari ke Hutan Selamatkan Diri

Satgas Tinombala telah mengepung kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora yang diduga menjadi pelaku pembunuhan tersebut

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Saat Aksi Teror di Desa Lemban Tongoa, Warga Lari ke Hutan Selamatkan Diri
Istimewa
Tim operasi Tinombala menembak mati Subron terdugs teroris jaringan Abu Sayyaf di Poso 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi teror terjadi di Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kebupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Jumat 27 November 2020 lalu berlangsung mecekam.

Kepala Desa Lemban Tongoa Deki Basalulu menceritakan, saat kejadian warga ketakutan dan suasana mencekam.

Saat kejadian, sejumlah warga lari ke hutan untuk menyelamatkan diri.

Deki menjelaskan, sebanyak 150 kepala keluarga telah diungsikan ke tempat lebih aman.

Saat ini aman, semua warga di lokasi sudah diungsikan ke daerah yang ramai penduduk,"  kata Deki.

Kapolres Sigi AKBP Yoga Priyautama mengatakan, lokasi Desa Lemban Tongoa berada di daerah terpencil dan di kawasan perbukitan.

Aksi teror yang diduga dilakukan DPO teroris MIT itu telah menewaskan 4 orang dan 6 rumah dibakar.

Berita Rekomendasi

Bahkan, korban itu meninggal dalam kondisi mengenaskan.

Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono menjelaskan, para pelaku juga membakar rumah warga.

Tercatat, ada 7 rumah yang dibakar.

Olah TKP dilakukan Polres Sigi Pada pukul 18.00-23.00 Wita oleh Tim Gabungan Polres Sigi yang dipimpin oleh Kapolres Sigi,  AKBP Yoga Priyahutama," ujar Awi.

Baca juga: Fakta-fakta Teror di Sigi: Satu Keluarga Dibunuh, 7 Rumah Dibakar hingga Warga Sekitar Mengungsi

Sementara itu, berdasar hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) dan keterangan saksi, para pelaku datang membawa senjata laras panjang dan senjata api genggam.

Awi menjelaskan, dari lima saksi yang diinterogasi menyatakan bahwa pelaku kurang lebih 10 orang tak dikenal (OTK).

Menurutnya, polisi masih dalam perjalanan menuju lokasi pembunuhan tersebut.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa Satgas Tinombala telah mengepung kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora yang diduga menjadi pelaku pembunuhan tersebut.

"Pemerintah juga sudah melakukan langkah-langkah untuk melakukan pengejaran dan tadi tim Tinombala sudah menyampaikan tahap tahap yang dilakukan untuk mengejar pelaku dan melakukan isolasi dan pengepungan terhadap tempat yang dicurigai ada kaitan dengan para pelaku," kata Mahfud
dalam video pers yang diterima Tribun, Minggu, (29/11/2020).

Mahfud menegaskan bahwa pelaku yang membunuh satu keluarga tersebut merupakan kelompok MIT.

Kelompok tersebut merupakan sisa-sisa dari kelompok Santoso yang tewas tahun 2016 silam.

Baca juga: Reaksi Para Pemimpin Dunia atas Pembunuhan Ilmuwan Nuklir Iran Mohsen Fakhrizadeh

"Masih tersisa beberapa orang lagi (kelompok santoso) dan operasi Tinombala sedang mengejarnya sekarang,"  katanya.

Mahfud mengatakan bahwa perbuatan pelaku yang membunuh empat orang dalam satu keluarga tersebut sangat bengis dan keji.

Pemerintah menurut Mahfud akan tindak tegas pelaku tersebut.

"Pemerintah mengutuk keras terhadap pelakunya dan menyatakan duka yang mendalam kepada korban dan keluarganya," pungkasnya.

Muhammadiah Sesalkan Kejadian Itu 

Muhammadiyah menyesalkan kejadian kekerasan sadis tersebut. Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas meminta agar kasus tersebut diusut secara tuntas oleh pihak yang berwajib.

“Muhammadiyah sangat-sangat menyesalkan peristiwa yang terjadi di Lembantongoa, Sigi, Sulawesi Tengah tersebut.

Untuk itu, Muhammadiyah meminta supaya masalah tersebut diusut dengan tuntas,” kata Anwar Abbas.

Anwar Abbas meyakini kejadian pembunuhan dan pembakaran terhadap warga yang diduga dilakukan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Kampung Lewonu, Dusun 5 Tokelemo itu bukan tanpa alasan.

“Muhammadiyah yakin hal itu terjadi tidak di dalam ruang yang kosong,” kata Anwar Abbas.

Muhammadiyah mendesak aparat mencari faktor-faktor yang menyebabkan peristiwa itu terjadi.

Ketua PP Muhammadiyah itu meminta aparat turut menyelesaikan konflik dengan baik dengan agar ditemukan solusi yang dapat diterima semua pihak.

“Muhammadiyah mendesak pemerintah dan para penegak hukum untuk mencari faktor apa yang telah menyebabkan peristiwa itu terjadi dan menyelesaikannya dengan baik melalui musyawarah mufakat yang melibatkan pihak-pihak yang terkait agar ditemukan solusi yang tepat dan adil sehingga bisa
diterima oleh semua pihak,” ujarnya.

Pelibatan TNI

Anggota Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin menegaskan, kejadian ini harus segera diusut tuntas dan jangan dibiarkan berlarut-larut. Bahkan bila diperlukan, seluruh sumber daya dan kekuatan harus dikerahkan untuk menumpas pelaku pembunuhan yang diketahui merupakan kelompok teroris.

Politikus PDIP ini menjelaskan Indonesia memiliki sejumlah satuan terbaik di TNI atau Polri. Ini saatnya mereka diturunkan untuk menumpas teroris," ujarnya.

Mantan anggota Pansus RUU Anti-Terorisme DPR itu mengingatkan bahwa payung hukum atau undang-undang harus segera diselesaikan dulu. Regulasi itu adalah Peraturan Presiden (Perpres) Pelibatan TNI dalam Pemberantasan Terorisme sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 5/2018 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Anti-Terorisme).

"Perpres ini sudah ditunggu hampir 2 tahun, maka harus segera dirampungkan. Bila dibiarkan terlalu lama, kejadian seperti ini bisa terulang lagi," katanya.

Persekutuan Gereja di Indonesia (PGI) juga mengutuk keras kekerasan yang terjadi di Desa Lemban Tongoa Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. Serangan teror di Gereja Bala Keselamatan itu menyebabkan 4 orang meninggal dunia yang diduga dilakukan oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).

“PGI mengungkapkan rasa keprihatinan yang mendalam kepada keluarga yang berduka kepada segenap pelayan dan jemaat Gereja Bala Keselamatan,” kata Humas PGI, Phillip Situmorang dalam keterangannya.

Phillip Situmorang selaku juru bicara PGI meminta aparat mengusut tuntas kasus, menangkap dan menindak tegas pelaku pembantaian. Pemerintah setempat juga diminta untuk memulihkan rasa trauma pada keluarga korban dan masyarakat sekitar karena melihat kejadian pembantaian, serta
menjamin keamanan bagi mereka.

Baca juga: Pascaaksi Teror di Sigi, Tokoh Masyarakat Diminta Jaga Situasi Tetap Kondusif

“Kami mengimbau masyarakat untuk tetap tenang, memelihara kerukunan dan persaudaraan sambil mendukung upaya pemerintah menangani kasus ini,” katanya.

PGI juga mendorong peran tokoh agama dan masyarakat proaktif dalam menanggulangi gerakan ekstrimisme yang menodai perdamaian NKRI. Umat Kristen di Indonesia juga diminta menyalakan lilin Advent di awal rangkaian Minggu serta mendoakan para korban beserta keluarga dan masyarakat di
Kampung Lewonu, Dusun 5 Tokelemo itu.

“Kami terus mendoakan dan mendukung langkah dan upaya pemerintah memelihara keamanan dan ketentraman masyarakat di NKRI agar bebas dari aksi teror dan ekstrimisme,” tutupnya.

Jangan Terpancing

Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas juga mengutuk aksi penyerangan dan teror di Sigi. Robikin menekankan, aksi kekerasan dan tindakan yang melukai kemanusiaan tidak dapat dibenarkan, apapun motifnya.

“Polisi harus bertindak cepat, terukur, dan profesional, dalam mengusut insiden penyerangan ini. Deteksi segera motif dan pola kekerasan dan temukan aktor intelektual dan pelakunya. Proses sesuai hukum yang berlaku,” ujar Robikin.

Robikin mengatakan, berdasarkan peristiwa sebelumnya, aksi penyerangan dan pembakaran adalah tindakan teror yang sengaja dilakukan untuk menyebarkan rasa takut di masyarakat.

"Kelompok-kelompok penebar teror seperti ini tidak berhak mengatasnamakan elemen agama. Karena agama apapun tidak ada yang membenarkan. Teror juga merupakan tindakan anti-kemanusiaan,” imbuhnya.

Robikin menuturkan, harus ada langkah preventif agar kasus tersebut tidak merembet menjadi sentimen keagamaan yang dapat merusak kerukunan antarumat. Ia berharap tidak ada pihak manapun yang terprovokasi dan membalasnya dengan kekerasan.

Apalagi, mendasarinya dengan kebencian atas dasar sentimen sektarian.

Sikap seperti ini, menurut Robikin, hanya akan melahirkan sikap saling curiga dan merusak persatuan dan kesatuan bangsa yang dapat menjadi gangguan keamanan serius. Ia berharap, pengalaman pahit konflik di Poso cukup menjadi sejarah kelam pada masa lalu dan dijadikan sebagai pelajaran agar hal
serupa tidak terjadi lagi.

“Mari perkuat anyaman kebersamaan kita sebagai sesama anak bangsa dan sebagai saudara dalam kemanusiaan.

Perkuat toleransi dan saling menghormati satu sama lain,” kata Rabikin. (Tribun Network/fik/ras/kps/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas