Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Sebut Deklarasi Benny Wenda Adalah Tindakan Makar
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo sebut deklarasi kemerdekaan Papua Benny Wenda adalah tindakan pidana makar, Kamis (3/11/2020).
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo menyebut pernyataan deklarasi Benny Wenda sebagai Presiden Papua merupakan tindakan makar.
Hal ini disampaikannya pada konferensi pers sikap pemerintah terkait perkembangan Papua di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (3/12/2020).
Dikutip dari siaran langsung YouTube Kompas TV, Ketua MPR Bambang menyampaikan tindakan deklarasi Benny Wenda merupakan perbuatan makar, Kamis (3/12/2020).
"Bahwa deklarasi ULMWP adalah bukti telah ada atau dilakukannya perbuatan pelaksanaan."
Baca juga: Benny Wenda Deklarasikan Papua Barat Merdeka, Fadli Zon Singgung Pemerintah: Masih Sibuk Urus HRS?
"Maka sesungguhnya apa yang dilakukan ULMWP, mendeklarasikan pembentukan Papua Barat dalam NKRI."
"Dan Benny Wenda sebagai Presiden Papua Barat sudah sangat jelas merupakan perbuatan makar terhadap NKRI," urai Bambang.
Deklarasi Benny Wenda ini dikenakan tindakan pidana makar yang tertuang pada Pasal 106 dan Pasal 87 KUHP.
Bambang sebagai pimpinan MPR RI ini, mengecam keram keras tindakan deklrasi Benny Wenda ini.
Baca juga: Polri: Deklarasi Kemerdekaan Papua Barat Adalah Propaganda dan Provokasi Benny Wenda
Selanjutnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Mahfud MD juga menyampaikan sikap pemerintah dalam menghadapi deklarasi Benny Wenda.
"Pemerintah menyikapi hal itu dengan meminta Polri melakukan penegakkan hukum," ucapnya dalam.
Mahfud MD menyampaikan Benny Wenda membuat sebuah negara ilusi.
"Menurut kami, Benny Wenda ini membuat negara ilusi, negara yang tidak ada faktanya, Papua Barat itu apa."
"Wilayah Papua riil kita yang menguasai," ucapnya.
Baca juga: Terkait Deklarasi Gerakan Persatuan Kemerdekaan Papua Barat, Sikap Polri, DPR Hingga Pengamat
Menko polhukam ini menjelaskan kedudukan wilayah Papua secara hukum ada di wilayah Indonesia.
"Referendum bulan November Tahun 1969 disahkan Majelis Umum PBB, bahwa Papua itu bagian sah dari Republik Indonesia," tambahnya.
Ia juga menerangkan, Benny Wenda adalah seorang mantan narapidana dan tidak memiliki kewarganegaraan.
Baca juga: Kelompok Saparatis Papua Barat Deklarasikan Kemerdekaan, Benny Wenda Jadi Presiden Sementara
"Benny Wenda itu adalah seorang narapidana, sudah dijatuhi pidana 15 tahun karena tindakan kriminal."
"Tetapi, lari sehingga enggak punya kewarganegaraan, di Inggris dia tamu, di Indonesia sudah dicabut warga negaranya."
"Lalu bagaiman dia mau memimpin negara? itulah yang saya katakan negara ilusi," jelas Mahfud MD.
Mahfud MD sampaikan kepada masyarakat tidak perlu panik mengenai hal ini.
Baca juga: Benny Wenda Deklarasikan Papua Barat, Fadli Zon Ingatkan Pemerintah: Kok Masih Sibuk Urus HRS?
Polri Anggap Deklarasi Benny Wenda Bentuk Provokasi dan Propaganda
Dikutip dari Kompas.com, Polri menilai deklarasi pemerintahan sementara Papua Barat oleh Ketua United Liberation Movement for West Papua (UMLWP) Benny Wenda adalah bentuk provokasi dan propaganda.
"Ini adalah salah satu bentuk provokasi, bentuk propaganda, dan rekan-rekan bisa lihat kan sampai hari ini."
"Kemarin pun di Papua 1 Desember situasi kamtibmas aman kondusif," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2020).
Kendati demikian, polisi tak dapat melakukan proses hukum lebih lanjut karena Benny merupakan warga negara Inggris dan berada di negara tersebut.
Pada kesempatan itu, Polri pun mengimbau masyarakat agar tidak terprovokasi dengan pernyataan Benny Wenda.
Papua dan Papua Barat, tegas Awi, merupakan bagian dari NKRI.
"Kami sampaikan kepada seluruh masyarakat Indonesia dan khususnya masyarakat Papua untuk tidak terprovokasi dengan agenda saudara Benny Wenda tersebut."
"Karena sampai saat ini Papua maupun Papua Barat masih sah di bawah NKRI," tuturnya.
(Tribunnews.com/Shella)(Kompas.com/Devina Halim)