ICW: Lima Paslon Peserta Pilkada Tak Isi Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye
Lima paslon tersebut di antaranya pertama adalah paslon Ben Ibrahim dan Ujang Iskandar di Provinsi Kalimantan Tengah.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
Berdasarkan pasal 74 Undang-Undang (UU) Pilkada, kata Egi, sumber dana kampanye bisa dibagi ke dalam tiga kategori yakni sumbangan partai politik atau gabungan partai politik, sumbangan pasangan calon, dan sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yakni bisa merupakan sumbangan perseorangan atau sumbangan badan hukum swasta.
Dalam UU tersebut, kata Egi, juga tertera batas sumbangan perseorangan adalah Rp 75 juta rupiah dan badan hukum swasta Rp 750 juta.
Sejumlah sumber yang dilarang dalam UU Pilkada, kata Egi, antara lain dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing, warga negara asing atau penyumbang yang tidak jelas identitasnya.
Selain itu, kata dia, sumber dana juga dilarang berasal dari pemerintah dan pemerintah daerah atau APBN dan APBD, BUMN, BUMD, BUMDes atau sebutan lainnya.
Egi mengatakan sejumlah sanksi yang berkaitan dengan permasalahan dana kampanye setidaknya ada tiga.
Pertama, jika kandidat menerima atau memberi dana kampanye sebagaimana yang sudah diatur maka hukuman paling singkat yang bisa dijatuhkan 4 bulan penjara atau maksimal 24 bulan penjara dan dendanya juga ada mencapai Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Untuk jenis tindakan lainnya, kata Egi, jika kandidat menerima atau memberi dana kampanye dari dan kepada pihak terlarang juga dibe pidananta dan denda serupa dengan yang tadi.
Selain itu jika kandidat tidak memberikan keterangan yang benar dalam laporan dana kampanye, kandidat juga dapat diberikan sanksi pidana paling singkat 2 bulan dan paling lama 12 bulan atau denda paling sedikit Rp 1 juta rupiah dan paling banyak Rp 10 juta.
Berdasarkan data tersebut ICW merekomendasikan penguatan regulasi karena regulasi yang ada dinilai tidak mampu untuk memaksa para pasangan calon untuk melaporkan dana kampanye secara patuh dan jujur.
Selain itu pengawasan oleh Bawaslu harus diperkuat karena Bawaslu juga punya kewenangan untuk memeriksa kebenaran dan kejujuran laporan dana kampanye yang diberikan para kandidat.
"Karena laporan yang disampaikan oleh para kandidat atau mungkin yang diwajibkan oleh KPU juga tidak harus rinci, ini juga membuka ruang gelap. Karena itu rasanya perlu ada publikasi yang rinci mengenai laporan dana kampanye untuk membuka ruang gelap terdebut," kata Egi.
Selain itu ICW juga merekomendasikan audit perlu dilakukan secara detil dan hasilnya dibuka pada publik khususnya untuk mengetahui orang atau badan hukum swasta yang memberikan dana kampanye kepada para kandidat.
Terakhir, kata Egi, penguatan dari sisi etika juga penting mengingat calon, penyelenggara pemilu, atau voters harus mempertimbangkan aspek etika.
"Apakah yang mereka lakukan dalam penyelanggaran pemilu atau pilkada pantas atau tidak. Apabila aspek etika ini terus diabaikan saya rasa sekuat apapun regulasi yang kita miliki tetap akan ada celah yang digunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab," kata Egi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.