Bawaslu RI Catat 109 Laporan dan 96 Temuan Terkait Dugaan Praktik Politik Uang dalam Pilkada 2020
Afifuddin mengatakan 109 laporan tersebut didapatkannya dari pihak luar, sedangkan 96 temuan tersebut didapatkan oleh jajarannya.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin mengatakan hingga saat ini pihaknya mencatat 109 laporan dan 96 temuan terkait dengan dugaan praktik politik uang dalam gelaran Pilkada 2020.
Afifuddin mengatakan 109 laporan tersebut didapatkannya dari pihak luar, sedangkan 96 temuan tersebut didapatkan oleh jajarannya.
Hal tersebut disampaikan Afifuddin dalam Webinar bertajuk Evaluasi Cepat Pilkada 2020 yang digelar Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM pada Jumat (11/12/2020).
Baca juga: Bawaslu: Cuaca Buruk Warnai Tahapan Pungut Suara, TPS Banjir Hingga Logistik Terlambat
"Kan ada dua jalur nih, ada laporan ada temuan, selain yang masih diproses dalam hari H masa tenang dan seterusnya. Laporan yang masuk sejak kampanye yang paling banyak sampai sekarang itu 109. Ini laporan dari pihak luar. Kemudian temuan dari jajaran kita ada 96,p kata Afifuddin.
Ia menjelaskan dari laporan dan temuan tersebut sebanyak 34 di antaranya telah diteruskan kepada penyidik.
Kemudian, lanjut dia, sebanyak 55 lainnya masih diproses di tingkat pengawasan.
Baca juga: Bawaslu RI: Pelaksanaan Pilkada Serentak Berjalan Sesuai Ketentuan Protokol Kesehatan
Sedangkan 116 sisanya, kata Afifuddin, dihentikan proses pengawasannya karena keterbatasan atau tidak dapat dipenuhinya unsur dugaan praktik politik uang.
Ia mengatakan terkait hal tersebut pihaknya telah melakukan intervensi kebijakan agar praktik politik uang tidak benar-benar masif.
"Misalnya kami melakukan apa yang disebut patroli pengawasan anti politik uang yang itu masif digelar di masa tenang, kenapa? Karena di masa tenang sampai hari H itu lah masa bermunculan masa primetimenya dilakukan oleh tim sukses," kata Afifuddin.
Ia menjelaskan, pihaknya melakukan hal tersebut karena dua hal yakni pertama sebagai bentuk pencegahan dan kedua sebagai upaya memunculkan psikologi ketakutan orang melakukan pelanggaran.
"Tentu proses-proses ini masih banyak yang belum selesai. Proses penanganan pidana ini masih banyak yang berjalan," kata Afifuddin.