Hinsa Siburian: Serangan Siber Dapat Dikategorikan Kriminal Biasa, Luar Biasa dan Perang Siber
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian mengatakan, serangan terbagi dalam dua sifat, yaitu serangan sosial dan teknis.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Hinsa Siburian mengatakan, serangan terbagi dalam dua sifat, yaitu serangan sosial dan teknis.
Serangan sosial berupa upaya untuk mempengaruhi manusia pada dan melalui ruang siber dan cenderung berkaitan erat dengan perang politik, perang informasi, perang psikologi, dan propaganda.
Sementara, serangan teknis lebih ditujukan menyerang jaringan logika melalui berbagi metode untuk mendapatkan akses ilegal, mencuri informasi, atau memasukkan malware yang bisa merusak jaringan fisik dan persona siber (pengguna internet).
Hinsa menjelaskan, serangan siber dapat bersifat teknis maupun sosial tergantung dari konteks bagaimana serangan tersebut dimaksud.
“Serangan siber dapat dikategorikan menjadi kriminal biasa, kriminal luar biasa dan perang siber bergantung dari tujuan dan intensitas serangan tersebut tanpa terbatas pada pembagian spektrum waktu dimasa damai, krisis atau dalam keadaan perang," kata Hinsa dalam keterangan tertulis, Senin (14/12/2020).
Hinsa berpendapat keamanan siber merupakan sebuah ekosistem dimana hukum (laws), organisasi (organizations), kemampuan (skills), kerja sama (cooperation) dan technical implementation sudah berjalan dengan selaras dan efektif.
“Kehadiran negara mulai dari penyusunan kebijakan dan regulasi nasional yang mapan di ruang siber perlu segera diwujudkan dan ditegakkan,” ungkap Hinsa.
Menurut Hinsa, sebagai lembaga yang dibentuk dengan tujuan mempertajam fungsi negara dalam melindungi kepentingan warga negara di ruang siber, BSSN telah mengambil berbagai langkah strategis dalam upaya mewujudkan keamanan dan ketahanan nasional di ruang siber.
“BSSN melakukan penguatan kebijakan dan regulasi di bidang keamanan siber dan sandi bagi seluruh pemangku kepentingan. BSSN juga melakukan inovasi guna menciptakan kemandirian teknologi melalui penguatan NSOC dan pembangunan CSIRT untuk sektor pemerintahan dan privat,” ujar Hinsa.
Hinsa juga menyatakan BSSN memperkuat koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai institusi pemangku kepentingan keamanan siber.
Hinsa juga menyatakan BSSN terus berupaya mengembangkan sumber daya manusia yang profesional di bidang keamanan siber di Indonesia melalui penyusunan Peta Okupasi NasionalKeamanan Siber.
Direktur Proteksi Ekonomi Digital BSSN, Anton Setiyawan yang menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan menyikapi perkembangan risiko keamanan siber, pembangunan budaya keamanan siber sangatlah penting.
“Kalau kita menggunakan teknologi tanpa budaya, kita akan hancur. Seringkali ketika berselancar di dunia maya kita seenaknya saja karena menganggap anonimitas hadir di ruang siber. Padahal, seharusnya tidak begitu,” tegas Anton.
Anton kemudian menegaskan ketika berbicara soal budaya, yang baik di dunia nyata sesuai dengan budaya Indonesia harus dibawa juga ke ruang siber.
Menurut Anton jika dilihat dari penyusun ekosistemnya, entitas ruang siber dibangun dari koneksi, teknologi dan infrastruktur untuk mencapai kepentingan masing-masing entitas.
Menciptakan tata kelola TI dengan baik, juga perlu dibarengi membudayakan perilaku di ruang siber.
Ruang siber juga tak ada bedanya dengan ruang publik di dunia nyata. Jenis-jenis perilaku yang terjadi di dunia nyata, juga memiliki keserupaan di dunia maya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.