Epidemiolog Sebut Pasien Tidak Bergejala Jadi Faktor Sulitnya Pengendalian Pandemi Covid-19
Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkap faktor pasien tidak bergejala menyulitkan pengendalian pandemi Covid-19.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengungkap alasan sulitnya mengendalikan pandemi Covid-19.
Menurutnya, satu di antara faktor yang membuat pandemi Covid-19 sulit ditaklukkan yakni adanya pasien virus corona yang tidak bergejala.
Baca juga: Bersepeda di Kala Pandemi Demi Menjaga Gaya Hidup Sehat
Hal itu disampaikan Dicky dalam diskusi daring bertajuk 'Indonesia Siap-siap Vaksinasi' pada Sabtu (19/4/2020).
"Bedanya (virus lain, red) dengan Covid-19, dia mayoritas tidak bergejala, sehingga ini yang membuat sulit mengendalikan," katanya.
Menurut Dicky, virus lain seperti flu burung H5N1 dan Ebola memiliki gejala yang langsung parah.
Gejala yang parah ini membuat pasien tidak sempat melakukan perjalanan hingga akhirnya virus diam di satu titik dan tidak menular.
Faktor itulah yang tidak dimiliki oleh wabah Covid-19, karena banyak pasien yang tidak mengetahui dirinya tertular virus.
Baca juga: Pakar Epidemiolog Sebut Masyarakat Layak Menantikan Vaksin Sinovac, Ini Alasannya
"Sebetulnya cepat tidaknya pandemi bisa dikendalikan itu dari (tingkat) keparahan. Semakin parah gejala maka pandemi mudah dideteksi."
"Karena pasien belum sempat (melakukan perjalanan, red) sudah parah, seperti wabah SARS, MERS dan Ebola, sehingga mudah dikendalikan."
"Inilah yang membuat kenapa Covid-19 sulit dan tantangannya besar dalam pengendalian," tutur Dicky.
Alasan virus berubah menjadi Pandemi
Diketahui, sebuah virus bisa berubah menjadi pandemi karena beberapa alasan.
Menurut pakar virus Kirsty Short dari University Queensland di Brisbane, diperlukan tiga kondisi untuk membuat virus menjadi pandemi.
Di antaranya, virus itu menyebabkan penyakit pada manusia, mudah menyebar dengan cepat dan manusia tidak memiliki kekebalan terhadap virus tersebut.
Baca juga: Epidemiolog: Vaksin Covid-19 Gratis Bagi Masyarakat Kebijakan yang Tepat
Ia pun mencontohkan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS) tidak menjadi pandemi.
"Sebagai contoh, kita hidup bersama dengan MERS sekarang ini, (MERS) tidak menyebabkan pandemi, karena virus tersebut tidak menyebar dengan cepat dari orang ke orang lainnya."
"Sebagai bandingannya, virus corona musiman, mungkin bisa jadi pandemi."
"Namun menjadi seperti flu biasa yang kemudian diabaikan karena tubuh dengan secara perlahan membentuk kekebalan," kata Dr Short, dikutip dari Kompas.com.
Untuk itu, ia menilai dalam menghadapi pandemi Covid-19 tidak banyak yang bisa dilakukan untuk menghentikan penularan virus corona.
Hal itu karena faktor biologi virus tersebut dan keberadaan kita sebagai manusia.
Baca juga: Penyebab Seorang Epidemiolog Sebut Vaksin Sinovac Belum Aman, Tingkat Keampuhannya Dipertanyakan
Namun ia sepakat, dengan menerapkan jarak fisik dan penggunaan masker, bisa mempersulit penyebaran virus.
Menurutnya, faktor penting untuk menghentikan penularan virus menjadi pandemi adalah kekebalan tubuh.
"Herd immunity (kekebalan massal) hanya bisa dicapai dengan vaksinasi atau ketika jumlah yang terkena mencapai angka sangat tinggi," jelas Dr Short.
Perkiraan berakhirnya pandemi Covid-19
Namun menurut Dr Short, bila nantinya vaksin Covid-19 tersedia, tidak serta merta membuat pandemi berakhir.
"Tidak akan ada misalnya kita mengatakan di tanggal tertentu, virus ini tidak akan menjadi masalah lagi," kata Dr Short.
Baca juga: Waspada Risiko Ledakan Kasus Covid-19 Bulan Desember, Epidemiolog: Ada Pilkada dan Libur Akhir Tahun
"Yang akan terjadi adalah kalau ada vaksin, jumlah kasus akan berkurang."
"Selain itu pengobatan akan meningkat dan tingkat kematian menurun. Jadi kemudian perlahan menghilang, tidak tiba-tiba terjadi," katanya.
Menurutnya, vaksin tidak membuat virus akan menghilang, bahkan setelah masa pandemi yang dilalui.
"Menghilangkan virus dari dunia ini sangatlah sulit. Kita baru pertama kali berhasil melakukannya terhadap cacar air," kata Dr Short.
Baca juga: Epidemiolog Unair Sarankan Tunda Sekolah Tatap Muka di Pandemi Covid-19, Ini Bahayanya
"Untuk melakukannya, kita perlu strategi global. Selain itu juga vaksin itu haruslah bisa 100 persen melindungi kita terkena virus."
"Dan juga melihat kemungkinan mutasi virus tersebut termasuk di binatang, ini bukan hal yang mudah." kata Dr Short dari University of Queensland.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com)