Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gibran hingga Staf Puan Disebut Terseret Kasus Suap Bansos, Begini Respons DPP PDIP

Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDIP Bambang Wuryanto menegaskan, kabar tersebut harus dibuktikan.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Gibran hingga Staf Puan Disebut Terseret Kasus Suap Bansos, Begini Respons DPP PDIP
Tangkap Layar kanal YouTube Kompas TV dan Instagram @gibran_rakabuming
Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Tengah, Bambang Wuryanto tekankan Gibran harus dapat buktikan kapabilitasnya menjadi kepala daerah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anak pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, disebut-sebut memberi rekomendasi hingga akhirnya PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk atau PT Sritex, mendapat proyek pengadaan tas untuk bantuan sosial (bansos) sembako dari Kementerian Sosial.

Selain itu, nama staf Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani berinisial L juga disebut menerima duit miliaran dari Mensos nonaktuf Juliari P Batubara untuk keperluan pemenangan Pilkada.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP PDIP Bidang Pemenangan Pemilu DPP PDIP Bambang Wuryanto menegaskan, kabar tersebut harus dibuktikan.

Menurutnya, jangan hanya trial by the press (peradilan yang secara tidak langsung dilakukan oleh pers) karena hal itu merupakan pelecehan terhadap PDI Perjuangan.

"Kalau hanya trial by the press itu artinya dia melecehkan seluruh kinerja kami di bidang pemenangan pemilu melecehkan hasil kemenangan yang kami peroleh. Maknanya mereka menganggap remeh kami," kata Bambang kepada wartawan, Senin (21/12/2020).

Menurut pria yang akrab disapa Pacul itu, meremehkan seseorang bisa membuat ribuan kemungkinan akan terjadi.

"Jangan pernah engkau meremehkan orang karena dia bisa mencipta beribu kemungkinan. Hati hati," ucapnya.

BERITA TERKAIT

Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI itu juga membantah ada nama staf Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani berinisial L yang disebut menerima duit miliaran dari Mensos non-aktif Juliari P Batubara untuk keperluan pemenangan Pilkada.

"Tidak ada staf atau ajudan Ibu Puan Maharani yang berkode L. Soal yang lain-lain saya tidak ngerti. Urusan saya pilkada, saya ketua pemenangannya, itu saja," pungkasnya.

Diberitakan, salah satu media nasional menyebut PT Sritex diduga menerima rekomendasi khusus dari Gibran.

Baca juga: Klarifikasi Gibran soal Dirinya Terseret Korupsi Bansos Covid-19: Crosscheck ke Sritex

Akan tetapi, perusahaan dengan kode emiten SRIL ini menyatakan partisipasi dalam program tersebut dimulai dari pertemuan antara pihak Kemensos dan perseroan.

"Sritex mendapatkan pesanan goodie bag bansos setelah di-approach oleh pihak Kemensos. Pada saat itu kami disampaikan bahwa kebutuhannya mendesak alias urgent," kata Head of Corporate Communication PT Sri Rejeki Isman Tbk, Joy Citradewi, Minggu (20/12/2020).

Kendati demikian, PT Sritex mengaku mendapatkan order goodie bag bansos dari Kementerian Sosial sekitar sebulan setelah pandemi Covid-19.

Diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.

Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.

Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.

Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.

Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari P Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.

Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Adapun Ardian IM dan Harry Sidabukke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas