Jubir BPN Sebut Permintaan Kompensasi Lahan Markaz Syariah Kepada PTPN Tidak Tepat
Taufiqulhadi mengatakan permintaan kompensasi tanah oleh Markaz Syariah kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN tidaklah tepat.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Juru Bicara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Taufiqulhadi mengatakan permintaan kompensasi tanah oleh Markaz Syariah kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) tidaklah tepat.
Alasannya menurut dia yang justru dirugikan adalah PTPN.
"Permintaan kompensasi itu menurut saya tidaklah tepat karena yang dirugikan kan PTPN, tanahnya digunakan pihak lain," kata Taufiqulhadi kepada Tribunnews.com, Senin (28/12/2020).
Sementara itu, terkait dengan keinginan dialog dari pihak Markaz Syariah menurut Taufiqulhadi sah-sah saja.
Hanya saja menurut dia, dialog tersebut untuk membicarakan langkah selanjutnya terkait somasi.
Dialog tidak bisa dilakukan secara setara.
Baca juga: Jubir BPN: Lahan Markaz Syariah Megamendung Tercatat di HGU PTPN VIII
"Kan ini PTPN mensomasi penggunaan tanah oleh pihak lain, ya jadi tidak bisa setara dong, tapi kalau untuk membicarakan langkah selanjutanya boleh saja," kata dia.
Taufiqulhadi juga tidak sependapat bahwa somasi yang dilayangkan PTPN kepada Markaz FPI salah alamat karena seharusnya ditujukan kepada petani penjual.
Menurut Taufiqulhadi tanah tersebut saat ini digunakan Markaz Syariah.
"Karena kan lahan tersebut dalam penguasaan mereka. Selain itu mereka juga kan yang membeli tanah dari petani atau warga tanpa surat-surat," katanya.
Taufiqulhadi menegaskan bahwa lahan Markaz Syariah binaan Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor, Jawa Barat masih tercatat Hak Guna Usaha PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.
Baca juga: Tugas Cerdaskan Kehidupan Bangsa Terbantu, Anwar Abbas Bela Markaz Syariah
"Jadi tanah tersebut tersebut memang tercatat HGU PTPN VIII," kata Taufiqulhadi.
Ia mengatakan PTPN merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Semua aset yang dimiliki BUMN tercatat di perbendaharaan negara di bawah supervisi Kementerian BUMN.
Menurut Taufiqulhadi dia tidak ada penelantaran tanah yang dilakukan PTPN.
Karena menurut dia apabila ada tanah terlantar pasti akan dilaporkan kepada Kementeria ATR/BPN.
"Tidak ada penelantaran tanah seperti yang dijadikan dasar penggunaan lahan tersebut. Dan hingga saat ini lahan tersebut masih tercatat HGU PTPN," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya Kuasa Hukum Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah FPI menyatakan surat somasi yang dilayangkan oleh PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII salah alamat.
Baca juga: Polemik Lahan Ponpes Markaz Syariah FPI dengan PTPN, Ini Penjelasan Ahli Hukum Agraria
Salah satu tim kuasa hukum Pondok Pesantren (Ponpes) Markaz Syariah FPI, Aziz Yanuar, mengatakan surat somasi untuk meninggalkan lahan ters but dinilai error in persona.
Sebab, PTPN seharusnya melayangkan surat kepada pihak penjual tanah tersebut.
"Bahwa somasi Saudara adalah error in persona karena seharusnya pihak PTPN VIII mengajukan complain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada pihak pesantren atau HRS, karena pihak pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai kepala desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya," kata Aziz seperti dikutip dalam keterangan resmi tim kuasa hukum Ponpes Markaz Syariah, Minggu (27/12/2020).
Aziz kemudian menjelaskan ada 11 poin yang dipaparkan oleh pihak kuasa hukum kepada PTPN VIII terkait surat somasi tersebut.
Di antaranya PTPN tidak memiliki dasar hukum meminta pihak pesantren meninggalkan lahan tersebut.
Selain itu, dia juga memaparkan memiliki bukti jual-beli lahan yang diketahui mulai dari RT yang ditembuskan hingga ke Gubernur Jawa Barat.
Berikut 11 poin paparan Tim Advokasi Markaz Syariah mengenai surat somasi PTPN VIII:
Sehubungan dengan Surat Somasi yang Saudara sampaikan kepada kami, surat No. SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020, maka dengan ini kami hendak menyampaikan tanggapan/jawaban atas Somasi saudara, antara lain sebagai berikut:
1. Bahwa Somasi Saudara adalah error in persona karena seharusnya Pihak PT. PN VIII mengajukan Complain baik pidana ataupun perdata kepada pihak yang menjual tanah tersebut kepada Pihak Pesantren atau HRS, karena Pihak Pesantren dengan diketahui semua aparat dari mulai Kepala Desa hingga Gubernur membeli tanah tersebut dari pihak lain yang mengaku dan menerangkan tanah tersebut miliknya.
Pengakuan tersebut dibenarkan oleh pejabat yang terkait yang mengetahui dan memproses administrasi peralihan atas tanah tersebut. Secara hukum dilihat dari aspek hukum perdata dan hukum acara perdata PT. PN VIII keliru dan tidak memiliki alasan hukum untuk meminta Pihak HRS mengosongkan lahan tersebut, kecuali ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang memutuskan bahwa kedudukan pihak pesantren atau HRS sebagai pembeli beritikad baik dibatalkan, dengan kata lain somasi tersebut prematur dan salah pihak;
2. Bahwa kami baru mengetahui keberadaan SHGU No : 299 tertanggal 04 Juli 2008 melalui surat saudara No : SB/I.1/6131/XII/2020, tertanggal 18 Desember 2020;
3. Bahwa terhadap lahan yang saat ini ditempati, digarap dan telah dibangun di atasnya bangunan Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah oleh klien kami telah dibeli dari para petani yang menguasai dan mengelola lahan secara fisik serta dari para pemilik sebelumnya;
4. Bahwa atas lahan tersebut sebelumnya adalah merupakan lahan kosong atau tanah terlantar yang dikuasai secara fisik dan dikelola oleh banyak masyarakat lebih dari 25 tahun lamanya;
5. Bahwa berlatar belakang penguasaan fisik yang sedemikian lama oleh masyarakat, sehingga klien kami berkeyakinan atas lahan tersebut secara hukum memang benar milik para penggarap, sehingga klien kami bersedia untuk membeli lahan-lahan tersebut dari para para pemilik atas lahan tersebut;
6. Bahwa atas bukti-bukti jual beli antara klien kami dengan pengelola dan pemilik juga sudah sangat lengkap dan diketahui oleh perangkat Desa, baik RT, RW setempat yang kemudian terhadap surat tersebut telah ditembuskan kepada Bupati Kabupaten Bogor dan Gubernur Jawa Barat, sehingga legal standing klien kami dalam menempati dan mengusahakan atas lahan tersebut tidak dengan cara melawan hukum. Dan ini telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum pembeli dilindungi itikad baik sebagaimana Surat Edaran Mahkamah Agung telah menegaskan hal ini dalam Putusan MARI No. 251K/Sip/1958 tanggal 26 Desember 1958 yang kaidah hukumnya berbunyi :
"Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi dan jual beli yang bersangkutan haruslah dianggap syah".
Hal yang sama juga telah dijelaskan oleh MA dalam Surat Edaran MA No. 7/2012, yang dalam butir ke IX dirumuskan : "Perlindungan harus diberikan kepada Pembeli Beritikad Baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak..", dan Asas itikad baik tercantum juga dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi : "Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak pertama dan kedua harus melaksanakan substansi perjanjian berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak", sehingga tidak benar apabila klien kami dianggap telah melakukan tindak pidana atas penguasaan lahan tersebut;
7. Bahwa karena berdasarkan informasi yang telah kami dapatkan di lapangan, terhadap sertifikat HGU PT. Perkebunan Nasional VIII telah dibatalkan dengan adanya putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van Gewisjde), untuk menghindari tumpang tindih kepemilikan atas lahan tersebut dan memastikan apakah betul sertifikat HGU PT Perkebunan Nasional VIII yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung tersebut benar berada di area lahan yang dikuasai klien kami, untuk itu diperlukan adanya klarifikasi secara resmi dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait peta batas atas lahan HGU (Hak Guna Usaha) yang saat ini diklaim oleh saudara (i.c. PT. Perkebunan Nasional VIII) yang berupa peta digital dari pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) yang merupakan instansi yang berwenang atas hal tersebut sehingga bersifat objektif dan independen ;
8. Bahwa PT. Perkebunan Nasional VIII, sudah lebih dari 25 (dua puluh lima) tahun menelantarkan dan tidak mengelola langsung lahan tersebut, dan telah ada 9 (sembilan) SHGU PT. Perkebunan Nasional VIII yang sudah dibatalkan oleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Tingkat Kasasi Mahkamah Agung), sehingga di dalam sistem hukum agraria, lahan-lahan tersebut adalah merupakan lahan bebas, karena HGU hapus dengan sendirinya apabila LAHAN DITELANTARKAN oleh pihak penerima HGU, Dan otomatis menjadi objek land reform, yaitu memang dialokasikan untuk kepentingan rakyat.
9. Bahwa berdasarkan: A. UUD Pokok Agraria Bab IV tentang Hak Guna Usaha pasal 34 huruf e Hak guna usaha hapus karena diterlantarkan; B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Presiden Republik Indonesia, Bagian Kelima Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha Pasal 12 (1) Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk: c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan bik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis ; g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus ; Bahwa berdasar ketentuan tersebut, Pasal 34 huruf e dan PP No. 40 tahun 1996 Pasal 12 (1) huruf c, dengan mengingat fakta PT. PN VIII sudah lebih 25 tahun menelantarkan lahan a quo, TIDAK mengelola sendiri lahan a quo, maka SHGU No. 299 tersebut HAPUS DEMI HUKUM.
10. Bahwa berdasarkan Somasi Saudara tersebut pemilik lahan sudah mengelola dan melakukan kegiatan yang bersifat produktif oleh klien kami baik penanaman kebon alpukat dan kebun sayur mayur dan peternakan serta digunakan untuk aktifitas syiar Agama Islam dan pengajian oleh karenanya saudara tidak bisa bertindak sewenang-wenang terhadap benda hak milik klien kami dan lahan yang sudah dibeli dan dikelola oleh klien kami;
11. Bahwa atas hal-hal yang telah kami uraikan tersebut di atas, maka kami siap dan bersedia untuk duduk bersama/berdialog secara musyawarah untuk mencari solusi/jalan keluar atas permasalahan ini dengan pihak saudara dan instansi terkait lainnya.