Ace Hasan Sebut Larangan Pemerintah Atas FPI Punya Dasar Hukum Kuat
eputusan ini diambil berdasarkan putusan Mahkamah Konsitutusi (MK) tertanggal 23 Desember tahun 2014 yang mencabut legal standing ormas tersebut.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah akhirnya secara resmi melarang segala kegiatan organisasi Front Pembela Islam (FPI) di wilayah NKRI. Keputusan ini diambil berdasarkan putusan Mahkamah Konsitutusi (MK) tertanggal 23 Desember tahun 2014 yang mencabut legal standing ormas tersebut.
Keputusan yang dianggap sebagai pembubaran FPI oleh pemerintah itu diikuti dengan larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan organisasi itu di Indonesia sejak ditetapkan 30 Desember 2020. Keputusan tersebut menjadi keputusan bersama Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri dan Kepala BNPT.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Tb Ace Hasan Syadzily menyatakan dasar hukum keputusan pemerintah sangat kuat untuk melarang segala aktivitas FPI.
Baca juga: Pemerintah Larang Aktivitas FPI, PPP: Aliran Menyimpang dari Ideologi Islam akan Berdampak Negatif
"Pemerintah memiliki kewenangan dan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melarang aktivitas organisasi FPI. Kita semua sudah tahu rekam jejak FPI selama ini," kata Ace.
Dalam surat keputusan bersama tersebut, enam Kementerian/Lembaga (K/L) itu menyatakan FPI adalah organisasi yang tidak terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan.
Mereka juga menyatakan bahwa FPI secara de jure telah bubar. Namun pada kenyataannya masih terus melakukan berbagai kegiatan yang mengganggu ketenteraman, ketertiban umum dan bertentangan dengan hukum.
Selanjutnya keputusan bersama itu juga melarang dilakukannya kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI dalam wilayah hukum NKRI.
Bahkan dalam keputusan bersama itu juga disebutkan apabila terjadi pelanggaran, Aparat Penegak Hukum akan menghentikan seluruh kegiatan yang sedang dilaksanakan oleh FPI.
Selain itu dalam keputusan bersama enam K/L juga meminta kepada warga masyarakat untuk tidak terpengaruh dan terlibat dalam kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI. Masyarakat juga diminta untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum setiap kegiatan, penggunaan simbol dan atribut FPI.
“Kita harus mendukung langkah pemerintah ini dan secara aktif juga turut mengawasi agar SKB enam Kementerian/Lembaga itu bisa dijalankan dengan baik,” tutur Ace.
Baca juga: FPI Tak Tercatat di Ditjen AHU Kemenkumham
Dalam keputusan itu juga disebutkan Kementerian/Lembaga yang menandatangani Surat Keputusan Bersama ini, agar melakukan koordinasi dan mengambil langkah-langkah penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Keputusan final terhadap FPI diambil lantaran organisasi itu sudah melanggar peraturan perundangan tentang organisasi kemasyarakatan. Bahkan anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Kepolisian dan BNPT juga menemukan bukti bahwa pengurus dan/atau anggota FPI maupun yang pernah bergabung dengan FPI sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme. Bahkan 29 orang diantaranya telah dijatuhi pidana. Selain itu terdapat 206 orang anggota FPI terlibat berbagai tindak pidana umum lainnya dan 100 orang diantaranya telah dijatuhi pidana.
Baca juga: Soal Pelarangan FPI, Muhammadiyah Minta Pemerintah Tindak Ormas Lain yang Resahkan Masyarakat
FPI juga dianggap sudah meresahkan masyarakat. Pengurus dan anggota FPI kerap kali melakukan berbagai tindakan razia (sweeping) di tengah-tengah masyarakat, yang sebenarnya hal tersebut menjadi tugas dan wewenang Aparat Penegak Hukum.
"Kebijakan pemerintah ini memiliki landasan hukum yang jelas. Misalnya soal keterlibatan beberapa anggotanya ke dalam tindakan terorisme, melakukan sweeping yang berarti telah memposisikan dirinya sebagai penegak hukum, melakukan tindakan kekerasan dan lain-lain," ucap Ace.
Ke depan Ace berharap agar tidak muncul lagi organisasi yang mengatasnamakan kelompok tertentu yang secara arogan mengintimidasi masyarakat yang berbeda pandangan atau keyakinan dengan kelompok tersebut. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.