KPK Selisik Aliran Uang ke Wali Kota Nonaktif Cimahi dari Pihak Swasta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik uang dari pihak swasta yang mengalir ke Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna (AJM).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelisik uang dari pihak swasta yang mengalir ke Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna (AJM).
Untuk itu, tim penyidik KPK memeriksa Komisaris Rumah Sakit Umum Kasih Bunda, Hutama Yonathan.
Hutama adalah tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020.
Namun dalam pemeriksaan Selasa (5/1/2021) kemarin, ia berkapasitas sebagai saksi untuk Ajay.
"Saksi Hutama Yonathan/swasta, dikonfirmasi terkait dengan pengetahuannya mengenai adanya dugaan pemberian sejumlah uang dari pihak swasta yang diterima tersangka AJM," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Rabu (6/1/2021).
Baca juga: KPK Panggil Dirut PT Hutama Karya Aspal Beton Terkait Kasus Suap Wali Kota Cimahi
Dalam kasus ini, Ajay Muhammad Priatna selaku Wali Kota Cimahi diduga telah menerima suap sebesar Rp1,66 miliar dari Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan dalam lima kali tahapan dari kesepakatan suap sebesar Rp3,2 miliar.
Suap itu diduga diberikan Hutama kepada Ajay untuk memuluskan perizinan proyek pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda dengan mengajukan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.
Suap sebesar Rp3,2 miliar yang disepakati Ajay dan Hutama merupakan 10% dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Wali Kota Nonaktif Cimahi Ajay Muhammad
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Ajay yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Hutama Yonathan yang diduga menjadi pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.