Terima Aduan Penunggakan SPP Selama Pandemi, KPAI: Anak Tak Bersalah, Tak Layak Diancam
KPAI menerima 8 kasus aduan terkait penunggakan SPP . KPAI bersikap dan meminta tak ada sanksi apalagi ancaman pada anak.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Selama masa pandemi Covid -19, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima 8 (delapan) kasus pengaduan terkait masalah tunggakan SPP di 7 (tujuh) sekolah swasta yang terdiri dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 5 (lima), 1 SMPS dan 1 SMKS; serta 1 (satu) SMK Negeri.
Pengaduan berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Bali.
Mayoritas pengaduan diselesaikan melalui jalur mediasi, sehingga pemenuhan hak anak atas pendidikan tetap dapat dijamin.
“Membayar SPP adalah kewajiban orangtua, kewajiban anak adalah belajar, jadi pihak sekolah jangan memberi sanksi siswa ketika ada tunggakan SPP. Anak tidak bersalah, jadi tak layak diancam apalagi diberi sanksi,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan.
Menurut Retno, pada masa pandemi Covid-19, potensi munculnya kasus-kasus masalah tunggakan SPP di berbagai sekolah swasta maupun sekolah negeri seperi SMA/SMK selalu ada di berbagai wilayah di Indonesia.
KPAI mendorong dan mengingatkan stakeholder pendidikan bahwa sekolah itu bukan organisasi perusahaan yang mengejar profit atau laba tetapi berada dalam payung Yayasan yang tunduk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 16 Tahun 2001 pasal 1 yang menyatakan bahwa tujuan didirikan yayasan adalah memberikan pelayanan di bidang sosial, keagamaan,dan kemanusiaan.
"Pemerintah Daerah melalui Dinas Pendidikan Provinsi atau kabupaten/kota dapat membina sekolah-sekolah swasta agar dapat mengedepankan fungsi sosial dan kemanusiaan terhadap orangtua siswa yang mengalami masalah ekonomi pada masa pandemi ini," ujar Retno.
Kemudian, diharapkan pula dalam hal ini Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota), wajib memenuhi hak atas pendidikan warganya.
"Jika kesulitan ekonomi dialami jangka panjang oleh para orangtua siswa, maka kursi-kursi kosong di sekolah negeri dapat dibuka untuk menerima anak-anak tersebut, sehingga hak atas pendidikannya tetap dijamin dan dipenuhi Negara dalam keadaan apapun, termasuk dalam kondisi pandemic seperti saat ini," harap perempuan berhijab ini.
--