Mengenang Syekh Ali Jaber: Saya Ingin Membina Tunanetra Agar Muncul Muazzin, Qari, Bahkan Imam Salat
Jauh sebelum mendapat undangan sebagai penceramah peringatan 16 tahun Tsunami Aceh, Syekh Ali Jaber sudah pernah datang ke Banda Aceh pada medio 2017.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Serambi, Masrizal
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Syekh Ali Jaber, ulama sekaligus pendakwah asal Madinah, Arab Saudi, yang berkewarganegaraan Indonesia meninggal dunia di Rumah Sakit Yarsi Jakarta, Kamis (15/1/2021) sekitar pukul 09.00 WIB.
Syekh Ali Jaber dirawat setelah sebelumnya dinyatakan terpapar Covid-19, meski kesehatannya sempat dikabarkan membaik.
Kabar duka tersebut tersiar dengan cepat di berbagai media massa.
Sebelum masuk rumah sakit, Syekh Ali Jaber sempat akan datang ke Aceh untuk memenuhi undangan Pemerintah Aceh sebagai penceramah pada acara peringatan 16 tahun Tsunami Aceh, Sabtu 26 Desember 2020.
Kegiatan tahun itu dipusatkan di Stadion Harapan Bangsa, Lhong Raya, Banda Aceh dengan menerapkan protokol kesehatan untuk menghindari penularan wabah Covid-19 yang belum mereda.
Belakangan dikonfirmasi, Syekh Ali Jaber, batal hadir karena sakit dan digantikan oleh Prof Dr Fauzi Saleh SAg Lc MA, Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh.
Baca juga: Syekh Ali Jaber Meninggal Dunia: Sempat Berjuang Lawan Covid-19 dan Masuk ICU, Wafat Negatif Corona
Jauh sebelum mendapat undangan sebagai penceramah peringatan 16 tahun Tsunami Aceh, Syekh Ali Jaber sudah pernah datang ke Banda Aceh pada medio 2017.
Saat itu, Syekh Ali Jaber memenuhi undangan Wali Kota Banda Aceh saat dijabat Illiza Sa'aduddin dalam kegiatan peringatan maulid Nabi Besar Muhammad Saw di Balai Kota pada Kamis, 26 Februari 2017.
Dalam kesempatan itu, juga dilaksanakan pembagian Alquran Braille digital untuk para tuna netra di Banda Aceh oleh Wali Kota Illiza Saaduddin Djamal bersama Syekh Ali Jaber dan Syekh Adel Al-Kalbani.
Alquran seharga Rp 1.250.000 ini dibagikan secara simbolis kepada 20 tuna netrasaja.
Sedangkan sisanya dibagikan setelah acara peringatan maulid selesai sesuai dengan data penerima yang telah dicatat sebelumnya oleh tim dari Pemerintah Kota Banda Aceh.
Untuk Banda Aceh, Al-Quran Braile digital ini disediakan sebanyak 200 unit.
Kegiatan ini merupakan wujud kerja sama Pemko dengan Yayasan Ali Jaber Indonesia.
Wali Kota Illiza Sa’aduddin Djamal saat itu mengatakan sebagian dari Alquran Braille Digital ini juga akan diserahkan kepada tunanetra di Kabupaten Aceh Besar, karena untuk Banda Aceh sudah melebihi.
Menurut Illiza, pemberian Alquran tersebut merupakan kewajiban dari Pemko Banda Aceh sebagai bentuk perhatian kepada masyarakat dari kalangan tuna netra, di samping juga memperhatikan kesempatan kerja, pendidikan dan kesehatan bagi kalangan tunanetra.
Selain itu, Illiza berharap pemberian Al-quran itu juga untuk pencerdasan Alquran bagi kalangan tuna netra sebagaimana layaknya masyarakat normal lainnya.
Sementara Syekh Ali Jaber mengatakan pemberian Alquran di Banda Aceh merupakan yang terbanyak dari yang diserahkan yayasannya selama ini.
"Misi kami ingin memberdayakan para tuna netra dan merasa lebih berkontribusi dalam kehidupan mereka."
"Saya ingin membina mereka agar nanti muncul Muazzin, Qari, bahkan imam salat. Nabi juga pernah mempunyai muazzin dari tunanetra," kata Syeikh Jaber dalam ceramahnya saat itu.
Baca juga: SBY: Tutur Kata Syekh Ali Jaber Jauh dari Kebencian dan Permusuhan
Kehidupan Pribadi
Sejak kecil Ali Jaber telah menekuni membaca Alquran.
Ayahandanya lah yang awalnya memotivasi Ali Jaber untuk belajar Alquran, karena dalam Alquran terdapat semua ilmu Allah SWT.
Dalam mendidik agama, khususnya Alquran dan salat, ayahnya sangat keras, bahkan tidak segan-segan memukul bila Ali Jaber kecil tidak menjalankan salat.
Ini implementasi dari hadis Nabi Muhammad SAW yang membolehkan memukul anak bila di usia tujuh tahun tidak melaksanakan salat fardhu.
Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang religius.
Syekh Ali Jaber memiliki masjid besar di Madinah yang digunakan untuk syiar Islam.
Sebagai anak pertama dari dua belas bersaudara, Ali Jaber dituntut untuk meneruskan perjuangan ayahnya dalam syiar Islam.
Meski pada awalnya apa yang ia jalani adalah keinginan sang ayah, lama-kelamaan ia menyadari itu sebagai kebutuhannya sendiri.
Tidak mengherankan, di usianya yang masih terbilang belia, sebelas tahun, ia telah hafal 30 juz Alquran.
Sejak itu pula Syaikh Ali memulai berdakwah mengajarkan ayat-ayat Allah SWT di masjid tersebut, kemudian belanjut ke masjid lainnya.
Selama di Madinah, ia juga aktif sebagai guru tahfizh Alquran di Masjid Nabawi dan menjadi imam salat di salah satu masjid kota Madinah.
Dilansir melalui kanal YouTube Data Fakta, berikut ini fakta lebih jauh mengenai sosok sebenarnya serta bagaimana sepak terjang Syekh Ali Jaber di Indonesia.
Baca juga: Syekh Ali Jaber Meninggal Dunia, Legislator PKS: Kita Kehilangan Dai Pemersatu Umat
Hafal Alquran Sejak Kecil
Sejak kecil Syekh Ali Jaber telah tekun dalam membaca Alquran.
Ayahnya mendidik dengan keras dalam mengajarkan agama Islam terutama menghafal Alquran.
Bahkan ayah Syekh Ali Jaber tak segan-segan untuk memukulnya bila tak menjalankan ibadah.
Sehingga tak heran jika di usia yang masih belia yaitu 11 tahun, Syekh Ali Jaber telah hafal Alquran.
Syekh Ali Jaber mulai masuk sekolah dasar Ibtidaiyah pada 1989.
Setelah tamat, Syekh Ali Jaber melanjutkan ke sekolah menengah yakni Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah (995-1997).
Di Madinah, keluarga Syekh Ali Jaber memiliki masjid besar yang digunakan orang tuanya untuk menyebarkan syiar Islam.
Sebagai anak pertama dari 12 bersaudara, Syekh Ali Jaber dituntut oleh keluarga besarnya untuk meneruskan perjuangan ayahnya dalam menyiarkan agama Islam.
Setelah tamat di sekolah menengah, Syekh Ali Jaber kemudian mendalami kajian Alquran di Masjid Nabawi.
Bahkan, guru-guru yang mengajarinya kajian agama Islam merupakan sosok tersohor di wilayah itu.
Di antaranya yakni Ketua Majelis Tahfidz Masjid Nabawi, Syekh Muhammad Ramadhan, Ketua Pengurus Makam Rasulullah, Syekh Said Adam dan Ulama Pakar Alquran di Madinah yakni Syekh Abdurrahman Kholil.
Kemudian, setelah mendalami kajian Alquran, Syekh Ali Jaber mulai aktif mengajar sebagai guru Tahfidz Alquran.
Selain itu, Syekh Ali Jaber juga sering menjadi imam sholat di salah satu masjid besar di kota Madinah.
Guru-guru Syekh Ali Jaber
Guru-guru yang pernah mengajar Syekh Ali Saleh Muhammad Ali jaber adalah :
Syeikh Abdul Bari’as Subaity (Imam Masjid Nabawi, sebelumnya Imam Masjidil Haram)
Baca juga: Ikut Berduka, Fenita Arie Unggah Foto Bersama Syekh Ali Jaber: Moment Pertama dan Terakhir
Syeikh Khalilul Rahman (Ulama Al Qur’an di Madinah dan Ahli Qiraat)
Syeikh Prof. Dr. Abdul Azis Al Qari’ (Ketua Majelis Ulama Percetakan Al-Qur’an Madinah dan Imam Masjid Quba)
Syeikh Said Adam (Ketua Pengurus Makam Rasulullah SAW dan Pemegang Kunci makam Rasulullah SAW)
Syeikh Muhammad Ramadhan (Ketua Majelis Tahfidzul Qur’an di Masjid Nabawi)
Syeikh Muhammad Husein Al Qari’ (Ketua Ulama Qira’at di Pakistan).
Kehidupan di Indonesia
Syekh Ali Jaber melebarkan sayap dakwahnya di tahun 2008 hingga ke Indonesia.
Awalnya, Syekh Ali Jaber hanya melakukan kunjungan ke Indonesia karena masih ada hubungan darah, yakni kakeknya yang asli dari Jawa Tengah.
Pada tahun 2008 itulah saat ia berusia 32 tahun, Syekh Ali Jaber pertama kali bertemu dengan Umi Nadia, wanita asal Lombok yang membuatnya jatuh hati.
Kebetulan ia menikahi seorang gadis shalihah asli Lombok, Indonesia, bernama Umi Nadia, yang lama tinggal di Madinah.
Menikah dengan wanita Keturunan Indonesia bernama Umi Nadia, dan telah memiliki 1 anak bernama Fahad Ali Jaber yang lahir pada tahun 2017, saat ini menetap di Pondok Bambu Jakarta Timur.
Selama menetap di Lombok, awalnya ia menjadi imam besar dan khotib di Masjid Agung Al Muttaqin.
Ia juga ditugaskan menjadi guru Tahfidz di Islamic Centre di Masjid yang sama. Selepas berdakwah di Lombok, ia mulai mengunjungi ibukota Jakarta.
Pada tahun yang sama, ia melaksanakan salat Maghrib di Masjid Sunda Kelapa Jakarta Pusat karena suaranya yang merdu saat melantunkan ayat suci Alquran.
Selepas salat ada salah seorang pengurus masjid memintanya untuk menjadi imam salat Tarawih di masjid Sunda Kelapa, karena saat itu hampir mendekati bulan Ramadhan.
Maka sejak itulah ia terus mendapat kepercayaan masyarakat di sejumlah tempat di Indonesia.
Demi menunjang komunikasinya dalam berdakwah, ia pun mulai belajar bahasa Indonesia dan akhirnya sanggup berbicara bahasa Indonesia dengan lancar.
Syekh Ali Jaber bahkan mengaku sangat cinta dengan tanah air dan ingin terus menyebarkan dakwah-dakwahnya hingga akhir hayat.
Lalu, pada akhir tahun 2012, ia resmi mendapatkan kewarganegaraan Indonesia yang dianugerahkan langsung oleh presiden Indonesia saat itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Presiden SBY menilai, Syekh Ali Jaber turut berjasa dalam menyiarkan agama Islam selama berada di Tanah Air.
Pendekar Tapak Suci
Fakta yang satu ini barangkali belum banyak yang mengetahuinya.
Ternyata Syekh Ali Jaber merupakan salah satu lulusan perguruan bela diri di Tapak Suci Putera Muhammadiyah.
Kabar ini pun disampaikan oleh Ustaz Yusuf Mansur di laman media sosial Instagram-nya.
Pada unggahan tersebut, Syekh Ali jaber terlihat memakai baju seragam pencak silat berwarna merah dan sedang duduk berfoto dengan tiga teman lainnya.
Ternyata foto tersebut diambil pada 12 Oktober 2016 silam saat ia baru dilantik menjadi Pendekar Tapak Suci bersama da'i kondang Ustaz Yusuf Masur dan juga Ustaza Albi Makki yang saat ini merupakan Dewan Pengawas Yayasan Graha Cendikia.
Syekh Ali Jaber dan 3 kawannya itu dilantik menjadi Pendekar Tapak Suci Putera Muhammadiyah yang beralamat di Jalan Kompol Zainal Abidin No. 78 di Provinsi Jambi. (Serambinews/Masrizal bin Zairi) (Sripoku/Tria Agustina)
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Kisah Syekh Ali Jaber yang Ingin Berdayakan Tunanetra di Aceh untuk Jadi Muazzin, Qari & Imam Shalat
Sebagian artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul Akui Berjuang di Indonesia, Syekh Ali Jaber Pernah Minta Dimakamkan di Lombok: Pulau Kesayangan Saya