Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Komnas HAM Desak Aparat Bertindak Cepat Tangani Dugaan Ujaran Kebencian Terhadap Natalius Pigai

Taufan menilai apa yang dialami Pigai bukan kali yang pertama dan hal itu sangat memprihatinkan. 

Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Komnas HAM Desak Aparat Bertindak Cepat Tangani Dugaan Ujaran Kebencian Terhadap Natalius Pigai
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Natalius Pigai 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik mendesak agar penegak hukum bertindak cepat menangani kasus dugaan ujaran kebencian terhadap eks Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.

Taufan menilai apa yang dialami Pigai bukan kali yang pertama dan hal itu sangat memprihatinkan. 

Taufan menilai, perbedaan pendapat tidak semestinya diwarnai rasisme atau tindakan diskriminasi dalam bentu penyampaian kebencian datau penghinaan berdasarkan ras dan etnis.

Baca juga: Masyarakat Papua Diimbau Tidak Terprovokasi Terkait Kasus Rasisme yang Dialami Natalius Pigai

Ia juga mengingatkan penegak hukum bahwa kasus serupa yang terjadi di Surabaya beberapa waktu lalu pernah memicu demonstrasi besar-besaran di Papua dan berujung terjadinya berbagai kekerasan di sana. 

"Karena itu, Komnas HAM mendesak aparat penegak hukum bertindak cepat sehingga tidak terulang gejolak akibat seperti kasus Surabaya beberapa waktu lalu. Kami juga mengimbau semua pihak menahan diri dan mempercayakan penegak hukum untuk menyelesaikan masalah ini," kata Taufan ketika dihubungi Tribunnews.com pada Senin (25/1/2021).

Taufan menjelaskan Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial melalui UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. 

Di dalam pasal 4 ayat a UU tersebut, kata Taufan, dikatakan bahwa tindakan diskriminatif dapat berupa “menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis” yang berupa sejumlah perbuatan.

Berita Rekomendasi

Pertama, kata Taufan, membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain.

Kedua, lanjut dia, berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata-kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain.

Ketiga, mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain 

Keempat, kata dia, melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Undang-Undang tersebut, kata Taufan, juga mengatur pasal pemidanaan.

Dengan demikian, kata dia, kasus tersebut mestinya diproses secara pidana sebagaimana diatur pada pasal 16 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.

"Dengan begitu, rasisme atau tindakan diksriminasi berdasarkan ras dan etnis sangat ditentang baik secara nasional mau pun internasional, bahkan bisa dipidanakan," kata Taufan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas