Sidarto Danusubroto dan Nasihat untuk Jokowi: Salut, Presiden Calonkan Komjen Listyo Jadi Kapolri
Siapapun yang punya integritas dan kapasitas, dia berhak untuk diangkat, tanpa memandang suku, agama, atau apapun.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Dewi Agustina
Lalu Orde Baru, saya kena C2 (dianggap terlibat peristiwa G30S-PKI) sehingga mentok sampai pangkat kolonel. Jadi saya berpangkat kolonel selama delapan tahun.
Lalu Pak Anton (Kapolri Anton Soedjarwo) datang. Seorang Soekarnois jadi Kapolri, lalu Pak Benny Moerdani jadi Pangab (Panglima ABRI). Saat itu saya diberikan peluang untuk naik bintang (perwira tinggi).
Saya sayangkan saat Orde Baru sumber daya alam dan HPH terlalu diobral, maaf ya, kepada kroni, keluarga, dan sebagainya. Sehingga kalau sekarang banyak bencana itu satu di antaranya terlalu sembrono dalam mengelola ekosistem.
Ketika Orde Baru tumbang, dan masuk ke Reformasi apa yang Anda rasakan?
Saya pensiun dari kepolisian, lalu masuk DPR 1999. Saya mengalami tiga periode di DPR. Pada saat itu sistem pemilihan anggota DPR menggunakan sistem proporsional tertutup, masyarakat memilih partai.
Saya nomor urut satu sehingga terpilih. Saya tidak mengeluarkan uang. Selanjutnya sistem diubah menjadi proporsional terbuka.
Nah, di sinilah persaingan internal dan persaingan eksternal terjadi. Inilah terus terang saja, yang ada serangan fajar, serangan maghrib, serangan subuh.
Bukan rahasia dulu. Bahkan sekarang dijuluki demokrasi NPWP, nomor piro, wani piro (nomor berapa, bayar berapa).
Baca juga: Sidarto Danusubroto dan Nasihat untuk Jokowi (1): Tak Percaya Ramalan Pelengseran Presiden Tahun Ini
Kalau tidak ada modal, pasti kalah. Tanpa modal Rp 5 miliar ke atas pasti kalah. Saya tanya calon gubernur, calon bupati itu modalnya berapa, sekian ratus miliar.
Dalam hati saya itu duitnya dari mana? Yang tanpa modal itu mungkin hanya Jokowi. Ada beberapa tapi tidak banyak. Lainnya itu harus keluar uang. Akibatnya apa, setelah menjabat uang harus kembali.
Akibatnya 130-an kepala daerah sekarang masuk asrama, asrama pertaubatan (penjara). Di negara berkembang itu tokoh membiayai publik, di negara maju itu tokoh dibiayai publik.
Kita akan memasuki masa pasca-Jokowi. Apa sekarang sudah kelihatan orang-orang berbakat untuk menjadi pemimpin nasional?
Ini masih tiga setengah tahun lagi. Nanti akan kelihatan pada tahun terakhir (kepemimpinan Jokowi) 2023, karena masa dua tahun ke depan ini, orang yang surveinya di atas bisa turun, orang yang surveinya menengah bisa naik, orang yang surveinya di atas bisa lebih naik lagi, kita belum tahu. Derajat, nasib itu tidak akan tertukar, it's true.
Selama mendampingi Bung Karno sebagai ajudan apa yang paling Anda kenang?
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.