Sengketa Hasil Pilbup Lima Puluh Kota, Paslon Safaruddin-Rizki Didalilkan Lakukan Politik Uang
(MK) menggelar sidang agenda pemeriksaan pendahuluan dengan nomor perkara 109/PHP.BUP-XIX/2021, pada Selasa (26/1/2021).
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang agenda pemeriksaan pendahuluan dengan nomor perkara 109/PHP.BUP-XIX/2021, pada Selasa (26/1/2021).
Perkara ini dimohonkan oleh pasangan calon nomor urut 2 pemilihan bupati Kabupaten Lima Puluh Kota, Darman Sahladi - Maskar.
Dalam sidang yang digelar di panel I, kuasa hukum Pemohon Nurhuda mendalilkan terjadi perbedaan suara antara milik Pemohon dan paslon nomor urut 3 Safaruddin - Rizki Kurniawan (Safari) selaku Termohon yang ditetapkan oleh KPU sebanyak 7.648 suara.
Menurut Pemohon, selisih suara itu terjadi karena ada pelanggaran administratif dan pelanggaran TSM, sehingga signifikan memengaruhi hilangnya perolehan suara Pemohon.
Pemohon juga mendalilkan Termohon melakukan praktik politik uang (money politic), yang dilakukan pada hari tenang.
Praktik politik uang itu ditemukan oleh tim saksi Pemohon tepat satu hari sebelum pemungutan suara digelar. Tim saksi Pemohon mendapati tim dan atau relawan paslon Saffarudin - Riski membagi - bagikan pakaian berupa jilbab kepada pengajian ibu - ibu dan rumah penduduk.
Kejadian itu ditemukan terjadi di Kecamatan Payakumbuh, Kecamatan Harau, Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kecamatan Suliki, Kecamatan guguak, Kecamatan Kapur IX, Kecamatan Mungka, dan Kecamatan Bukit Barisan.
Selain itu Termohon disebut membuat gerakan seratus ribu kemenangan Safaruddin - Rizki melalui media sosial di masa tenang.
Baca juga: Sengketa Pilgub Sumbar Minta Paslon Mayeldi-Audy Diskualifikasi Karena Tak Jujur Soal Dana Kampanye
"Bahwa pada tanggal 8 Desember tepatnya 1 hari sebelum pencoblosan tim saksi mendapatkan adanya tim dan atau relawan paslon Safaruddin - Rizki yang membagi - bagikan jilbab," kata Nurhuda di ruang sidang.
Di samping dugaan kecurangan yang dilakukan Termohon, Pemohon juga mendapat KPU Kabupaten Lima Puluh Kota lalai dalam verifikasi data paslon nomor urut 3.
Pemohon mendalilkan Termohon memalsukan ijazah demi bisa lolos sebagai pasangan bupati di Pilkada 2020.
Atas rangkaian perbuatan Termohon, Pemohon dalam petitumnya meminta Majelis Hakim untuk menerima dan mengabulkan permohonannya dan membatalkan keputusan KPU Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 515/HK.03.1-Kpt/1307/KPU-Kab/XII/2020 tentang penetapan rekapitulasi hasil pemilihan suara Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2020 tertanggal 17 Desember 2020.
Majelis Hakim MK juga diminta menyatakan Termohon telah melakukan perbuatan yang masuk dalam kategori perbuatan terstruktur sistematis dan masif (TSM) sehingga dapat didiskualifikasi.
"Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan Termohon telah melakukan perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan yang tersetruktur sistematis dan masif," pungkas Nurhuda.