Revisi UU Pemilu Dinilai Tidak Relevan, Idealnya Koreksi Dilakukan Setelah Dilaksanakan
Pihak legislatif berencana memajukan Pilkada serentak tahun 2024 untuk digelar pada tahun 2022 dan 2023.
Penulis: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini tengah merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pilkada.
Pihak legislatif berencana memajukan Pilkada serentak tahun 2024 untuk digelar pada tahun 2022 dan 2023.
Peneliti Senior Populi Center, Afrimadona, menilai perubahan tersebut tidak relevan.
Idealnya, sebuah undang-undang baru bisa direvisi apabila sudah pernah diterapkan.
“Terkait dengan wacana revisi UU Pemilu, seharusnya fokus ditekankan pada bagaimana komitmen bersama melaksanakan UU yang telah ada. UU harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum direvisi,” ujar Afrimadona, Kamis (28/1/2021).
“Oleh karena itu, idealnya revisi UU dilakukan setelah pemilu 2024. Apabila hendak ada perubahan, seharusnya fokus ada pada bagaimana menciptakan kualitas demokrasi yang lebih baik, dibandingkan meributkan perubahan tahun pelaksanaan pemilu,” kata Adrimadona.
Baca juga: Draf RUU Pemilu Cantumkan Jadwal Pilkada 2022, Perludem : Kami Dukung Normalisasi Jadwal Pilkada
Revisi UU Pemilu menjadi semakin tidak relevan karena dilakukan di tengah situasi penyebaran COVID-19 yang kian meningkat.
Fokus pemerintah saat ini seharusnya ada pada penanganan virus tersebut.
“Desakan terhadap pemilu 2022 dan 2023 untuk menghindari banyaknya pejabat Plt di daerah sebenarnya tidak terlalu relevan. Fokus seharusnya ditekankan pada bagaimana upaya menanggulangi angka COVID-19 yang terus meningkat di beragam belahan dunia,” ujar Afrimadona.
“Tidak kalah penting ada pada bagaimana agar kehidupan warga dapat segera kembali normal, baik dari sisi kesehatan maupun ekonomi.
Adanya Plt tidak terlalu relevan, mengingat dalam penanganan COVID-19, justru kesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kunci utama untuk melewati krisis,” tutup Afrimadona.