Edhy Prabowo Bantah Istri Ikut Terima Duit Suap Ekspor Benur: Dia Kan Punya Uang Juga
Edhy mengklaim sang istri yang juga anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra tak tahu menahu mengenai kasus suap izin ekspor benur.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membantah sang istri, Iis Rosita Dewi, ikut menerima aliran dana terkait kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur benur.
Edhy mengklaim sang istri yang juga anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra tak tahu menahu mengenai kasus suap izin ekspor benur.
"Saya yakin dia enggak tahu apa-apa, istri saya kan juga anggota DPR, dia kan punya uang juga. Bahkan seingat saya, yakin itu uang dia yang dikelola saudara Faqih (Ainul Faqih, staf Iis) juga kan ditahan di KPK," ucap Edhy usai diperiksa penyidik sebagai tersangka kasus dugaan suap izin ekspor benur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Edhy Prabowo Akui Gemar Minum Wine, Tapi Bantah Beli Pakai Duit Suap Benur
Diketahui, KPK saat ini sedang mendalami peran Iis terkait kasus dugaan suap izin ekspor benur yang menjerat sang suami.
Pendalaman mengenai peran Iis ini dilakukan penyidik dengan memeriksa para saksi.
Iis sebelumnya sempat diamankan saat tim Satgas KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada 25 November 2020.
Saat itu, Iis dan Edhy baru tiba di Bandara Soekarno-Hatta setelah kunjungan ke Amerika Serikat.
Baca juga: KPK Isyaratkan Terapkan Pasal TPPU di Kasus Edhy Prabowo, Diduga Istri Ikut Terima Aliran Uang Haram
Di Hawaii, Iis dan Edhy sempat berbelanja sejumlah barang mewah yang diduga menggunakan uang suap dari eksportir benur.
Tak hanya itu, KPK juga telah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Iis dan tiga saksi lainnya bepergian ke luar negeri.
Belakangan peran Iis semakin terungkap seiring dengan proses penyidikan yang dilakukan KPK.
Baca juga: KPK Duga Istri Edhy Prabowo Kecipratan Aliran Duit Suap Ekspor Benur
Iis diduga turut kecipratan aliran dana suap yang diterima sang suami dari eksportir benur. Aliran uang itu diterima Iis melalui staf ahlinya, Alayk Mubarrok.
Dugaan itu didalami penyidik saat memeriksa Alayk pada Rabu (27/1/2021) kemarin.
Bahkan, salah seorang staf Iis bernama Ainul Faqih yang telah ditetapkan sebagai tersangka diduga turut menampung uang suap yang diterima Edhy dari para eksportir benur.
Edhy meminta KPK untuk membuktikan seluruh sangkaan terhadapnya maupun sang istri.
Edhy berjanji akan koorperatif dan menerima konsekuensi apa pun selama KPK bisa membuktikan sangkaan kepadanya.
Baca juga: KPK Perpanjang Masa Penahanan Edhy Prabowo dan Tiga Tersangka Kasus Suap Benur
"Makanya perlu pembuktian. Saya pikir yang anda juga harus ketahui, saya kan ada di sini, saya enggak lari, saya akan terus menyampaikan, saya siap menerima konsekuensi sebagai seorang menteri, saya juga tidak bicara apa yang saya lakukan itu benar atau salah, tapi sebagai komandan saya bertanggung jawab terhadap kesalahan anak buah saya," kata Edhy.
Diketahui, KPK menetapkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dua stafsusnya Safri dan Andreau Pribadi Misata; pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) bernama Siswadi; staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan bernama Ainul Faqih; dan Amiril Mukminin sebagai tersangka penerima suap terkait izin ekspor benur.
Sementara tersangka pemberi suap adalah Direkt PT Dua Putra Perkasa (PT DPP), Suharjito.
Edhy Prabowo dan lima orang lainnya diduga menerima suap dari Suharjito dan sejumlah eksportir terkait izin ekspor benur yang jasa pengangkutannya hanya dapat menggunakan PT Aero Citra Kargo.
Kasus ini bermula pada 14 Mei 2020. Saat itu, Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk kedua stafsusnya, Andreau Pribadi Misata dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).
Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.
Selanjutnya, pada awal bulan Oktober 2020, Suharjito datang ke lantai 16 kantor KKP dan bertemu dengan Safri.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp1.800/ekor.
Atas kegiatan ekspor benih lobster yang dilakukannya, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp9,8 miliar.
Selanjutnya pada 5 November 2020, sebagian uang tersebut, yakni sebesar Rp3,4 miliar ditransfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy.
Uang itu, diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosita Dewi, Safri, dan Andreu Pribadi Misata.
Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta.
Sejumlah barang mewah yang dibeli Edhy dan istrinya di Hawaii, di antaranya jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju
Old Navy.