Kata Pengamat soal Kebijakan Pajak Pulsa hingga Token Listrik: Upaya Pemerintah Kurangi Tax Gap
Pengamat menilai terbitnya kebijakan pajak pulsa hingga token listrik adalah sebagai upaya pemerintah mengurangi tax gap.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam, memberikan tanggapan terkait penerbitan kebijakan penjualan pulsa, kartu perdana, voucer, dan token listrik.
Darussalam mengatakan saat ini Indonesia sedang mengalami tax gap.
Mengutip bppk.kemenkeu.go.id, tax gap diartikan sebagai perbedaan antara jumlah pajak yang secara teori harus dibayar ke negara dengan jumlah pajak yang sebenarnya dibayar.
Penyebab kondisi tax gap yang dialami Indonesia, jelas Darussalam, satu diantaranya adalah karena pandemi Covid-19.
Selama pandemi, pemerintah sudah banyak melakkan relaksasi fiskal dan insentif.
Baca juga: Soal Kebijakan Pajak Pulsa hingga Token Listrik, Stafsus Sri Mulyani Beri Penjelasan
Baca juga: Penjelasan Sri Mulyani Soal Pajak Pulsa dan Token Listrik, Ini Respon Operator Seluler
Sementara itu di sisi lain, pemerintah juga sedang menjaga penerimaan pajak yang harus menjadi perhatian dalam rangka mengelola risiko fiskal ke depan.
Darussalam pun menilai kebijakan baru yang diterbitkan pemerintah ini sebagai upaya untuk mengurangi tax gap.
“Oleh karena itu, strategi penerimaan pajak yang cukup jitu ialah mengurangi tax gap, yaitu menutup celah potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa diterima oleh pemerintah,” terang Danny, Jumat (29/1/2021), dikutip Tribunnews dari Kontan.co.id.
Ia memperkirakan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pulsa hingga token listrik bisa berjalan efektif.
Pasalnya, selama ini sering terjadi kebingungan dalam hal administrasi pemungutan PPN atas barang-barang tersebut.
“Saya memperkirakan pemunugutan PPN atas barang-barang tersebut akan berjalan lebih efektif dan berkepastian lewat beleid ini,” ujar dia.
Darussalam pun mengungkapkan kebijakan baru diterbitkan dalam rangka menjamin kepatuhan para pelaku dan penerima penghasilan di ekosistem distribusi pulsa dan kartu pradana.
Karena, menurutnya, selama ini masih ada potensi ketidakpatuhan Pajak Penghasilan (PPh) dari penyelenggara distribusi pulsa dan kartu perdana.
Terlebih, kata Darussalam, sistem PPh di Indonesia merujuk pada pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis.