DPP LDII Prihatin Para Tokoh Saling Serang Argumen di Media Sosial
DPP LDII prihatin aksi saling serang para tokoh di media sosial yang sudah melewati area paling sensitif dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Saling serang para tokoh di media sosial mengundang keprihatinan DPP LDII.
Pasalnya, saling serang dengan muatan politik tersebut, sudah melewati area paling sensitif dari kehidupan berbangsa dan bernegara dan dapat memicu disintegrasi bangsa.
“Media sosial kini menjurus pada perilaku nirakhlak yang dipertontonkan ke publik. Meskipun bangsa ini direkatkan oleh Pancasila dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, namun komentar yang menyerang SARA sangat disayangkan,” ujar Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso dalam keterangannya.
Baca juga: Polri akan Periksa Kembali Abu Janda soal Cuitan Dugaan Rasisme kepada Natalius Pigai
Menurut Chriswanto, wajah media sosial akhir-akhir ini tak mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang menghargai perbedaan, toleran, tenggang rasa, dan tepo seliro serta gotong-royong.
Seharusnya, semua pihak terutama para politisi dan para buzzer yang berafiliasi dengan kepentingan tertentu, menyadari kebangsaan Indonesia tak bersifat natural atau alamiah.
“Nasionalisme kita bukan seperti nasionalisme Jerman ataupun bangsa-bangsa Skandinavia yang disatukan oleh kesamaan bahasa dan suku. Indonesia menyatu karena perasaan senasib sebagai bangsa yang dijajah, ditindas, dan dihina,” kata Chriswanto.
Suku-suku bangsa di Nusantara yang kini membangun Indonesia, memiliki perbedaan yang bila diusik rentan menciptakan disintegrasi.
Chriswanto menukil pesan Bung Karno, bahwa bangsa Indonesia membutuhkan nation building, sebuah proses panjang yang harus dipelihara, dirawat, dirangsang, dibimbing, dan diemong.
Namun, dalam 10 tahun terakhir, kepribadian bangsa Indonesia mendapat ancaman dari media sosial.
“Penggunaan media sosial yang tak bijak, makin menghilangkan karakter bangsa yang berjiwa gotong royong itu,” katanya.
Baca juga: Stafsus BPIP Romo Benny Imbau Masyarakat Hentikan Ujaran SARA di Medsos
Dalam kasus buzzer, menurut Chriswanto, mereka memainkan berbagai isu agar daya nalar kritis masyarakat menjadi tumpul.
Sementara mereka yang bergerak atas nama ideologi, terus-menerus membombardir ruang publik dalam media sosial dengan kebenaran yang tunggal.
Tak ada ruang bagi ideologi yang lain.
“Jadi, tak mengherankan ujaran kebencian bahkan yang menyerang SARA menjadi pemandangan yang rutin dalam media sosial. Sementara, mereka yang kritis-konstruktif, aspiratif, dan mengedukasi mulai terpinggir,” kata dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.