Saksi Ungkap Menantu Nurhadi Pinjam Uang Rp10 Miliar, Tapi Diberi Jaminan Senilai Rp81 Miliar, Kok?
Dalam kesaksiannya Iwan mengungkap Rezky meminjam uang sebesar Rp10 miliar kepada dirinya.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang penyuap Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, dengan terdakwa Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto pada Jumat (5/2/2021).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi bernama Iwan Cendekia Liman, seorang pengusaha sekaligus kenalan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Dalam kesaksiannya Iwan mengungkap Rezky meminjam uang sebesar Rp10 miliar kepada dirinya.
Uang itu diperuntukan untuk keperluan pengurusan perkara perusahaan milik Hiendra Soenjoto, PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) yang bergulir di MA.
Perkara ini terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi, dan 26.800 meter persegi. Hiendra meminta Nurhadi selaku Sekretaris MA untuk mengurus perkara perusahaannya itu.
"Ada perkara antara PT KBN vs PT MIT yang membutuhkan dana Rp10 miliar. Saya langsung mentransfer ke rekening Rezky," ujar Iwan di persidangan.
Adapun terkait pinjaman itu, Iwan diberikan jaminan oleh Rezky berupa 8 lembar cek PT MIT, dan 3 lembar cek Bank Bukopin dengan nilai total Rp81 miliar.
Kemudian jaksa bertanya mengapa jaminan yang diberikan jauh lebih besar dari nominal pinjaman.
"Kok jaminannya gede? Pinjaman kan cuma Rp10 miliar, kok jaminan sampai Rp81 miliar?," tanya jaksa.
"Karena saudara Rezky menjanjikan kepada saya akan mengembalikan dari denda yang dibayarkan dari PT KBN kepada PT MIT Rp81 miliar. Itu dibagi 70:30, 70 persen untuk saya dan 30 persen untuk Rezky Herbiyono," jawab Iwan.
Usai mentransfer Rp10 miliar kepada Rezky, Iwan mengaku mencari tahu dan memastikan apakah Rezky benar mengurus perkara tersebut. Hal ini semata demi jaminan yang dijanjikan Rezky terealisasi.
"Selesai acara di ulang tahun pak Nurhadi dan buka puasa Juni 2015, keesokan harinya saya sempat bertemu dengan Nurhadi (di kediaman Nurhadi, di Hang Lekir) tapi nggak menyampaikan secara spesifik. Tapi, Rezky menyampaikan kepada saya 'tenang aja, perkara yang ditangani aman'," jelas Iwan.
Baca juga: KPK: Majelis Hakim Izinkan Nurhadi Diperiksa Terkait Kasus Pemukulan Petugas Rutan
Namun Iwan mengaku hingga jatuh tempo sesuai janji pembayaran yakni 3 bulan setelah uang ditransfer, Rezky tak pernah melunasinya bahkan sampai sekarang. Saat ditanya, Rezky terus meminta waktu.
"Awal janjinya cuma 3 bulan, faktanya tidak dikembalikan," kata Iwan.
Kemudian pada bulan Februari 2016, Iwan sempat mencoba mencairkan dua jenis cek jaminan berbeda yang sebelumnya diberikan Rezky. Tapi nyatanya, dua pencairan dana itu tertolak lantaran saldo tidak mencukupi.
"Pencairan pertama saya cairkan Rp10 miliar, tapi keterangannya tidak ada dana atau kurang saldo sehingga ditolak. Pencairan pertama februari tahun 2016. Satunya juga saya cairkan lagi. Mei 2016. Ditolak lagi," ucap Iwan.
"Jadi intinya belum ada upaya dikembalikan," tegasnya.
Belakangan diketahui perkara Hiendra yang diurus Nurhadi dan Rezky Herbiyono, berakhir dengan kekalahan PT MIT.
Dakwaan Hiendra Soenjoto
Dalam surat dakwaannya, jaksa menyatakan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto memberi suap kepada Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono sebesar Rp45,7 miliar, tepatnya Rp45.726.955.000.
Pemberian suap itu dimaksudkan agar Nurhadi dan Rezky Herbiyono mengupayakan pengurusan dua perkara sekaligus.
Yakni perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN), terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi, dan 26.800 meter persegi, dan gugatan melawan Azhar Umar terkait sengketa kepemilikan saham PT MIT.
Adapun praktik penyuapan pengurusan perkara - perkara tersebut disamarkan lewat perjanjian kerjasama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (PLTM) antara Hiendro dengan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Hiendra menyuap Nurhadi karena dianggap punya kekuasaan dan kewenangan dalam mengupayakan pengurusan perkara - perkara tersebut.
Menurut jaksa, hal ini bertentangan dengan kewajiban Nurhadi selaku penyelenggara negara sebagaimana dimaksud Pasal 5 angka 4 dan 6 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Atas perbuatan menyuap penyelenggara negara, Hiendra Soenjoto diancam pidana dalam Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korups juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.