Sebulan Pascatragedi Jatuhnya Sriwijaya Air: 4 Jenazah Belum Teridentifikasi, Boeing Digugat
Perkembangan sebulan pascatragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182. Hingga kini, masih ada empat jenazah yang belum teridentifikasi
Penulis: Sri Juliati
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 di perairan Kepulauan Seribu telah berlalu sebulan yang lalu.
Namun duka yang mendalam masih dan akan terus dirasakan keluarga yang ditinggalkan.
Diketahui, pesawat Sriwijaya Air mengalami kecelakaan dan jatuh di perairan Pulau Laki, Kepulauan Seribu pada Sabtu (9/1/2021).
Sebelumnya, pesawat rute Jakarta-Pontianak itu lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta pada pukul 14.36 WIB dan hilang kontak, empat menit kemudian.
Pihak Air Traffic Controller (ATC) kemudian menanyakan pilot mengenai arah terbang pesawat.
Baca juga: Tim DVI Polri Pastikan Belum Hentikan Proses Identifikasi Jenazah Korban Sriwijaya Air SJ-182
Baca juga: Keluarga Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 Gugat Boeing, Tuntut Ganti Rugi yang Layak
Namun, dalam hitungan detik, pesawat dilaporkan hilang kontak hingga akhirnya jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
Pesawat tersebut mengangkut 62 orang yang terdiri atas 12 awak kabin, 40 penumpang dewasa, tujuh anak-anak, dan tiga bayi.
Hingga Selasa (9/2/2021), masih ada empat jenazah yang belum teridentifikasi pasca-tragedi ini.
Oleh karenanya, tim Disaster Victim Identification (DVI) Rumah Sakit Polri tetap melanjutkan proses identifikasi jenazah korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Terbaru, sejumlah korban Sriwijaya Air SJ 182 melayangkan gugatan kepada perusahaan Boeing di Chicago, Amerika Serikat.
Berikut sejumlah perkembangan terbaru sebulan pascatragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, sebagaimana dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
1. Ada 4 Jenazah yang Belum Teridentifikasi
Hingga Selasa hari ini, tim DVI Polri telah berhasil mengidentifikasi 58 jenazah korban Sriwijaya Air SJ 182.
Jenazah ke-58 korban ini pun telah diserahkan kepada pihak keluarga untuk dimakamkan.
Dengan demikian, masih ada empat korban yang belum teridentifikasi.
Keempat korban ini adalah Arkana Nadhif Wahyudi (7 bulan), Razanah (57), Dania (2), Panca Widia Nursanti (46).
Berdasarkan data manifes penumpang, Arkana tercatat duduk bersampingan dengan Rizki Wahyudi yang telah teridentifikasi pada 16 Januari 2021.
Sementara itu, Dania duduk satu kursi dengan Supianto yang sudah teridentifikasi pada 14 Januari 2021.
Adapun Razanah tercatat di nomor 16, sedangkan Panca Widia di nomor 14.
2. Tim DVI Masih Lakukan Proses Identifikasi
Polri memastikan tim DVI Polri tetap melanjutkan proses identifikasi jenazah korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182.
Hal tersebut sekaligus membantah kabar, adanya pemberhentian proses identifikasi tim DVI Polri terkait nasib jenazah korban SJ-182.
"Tim DVI masih bekerja," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Rusdi Hartono saat dikonfirmasi, Senin (8/2/2021).
Namun demikian, Rusdi tidak menjelaskan lebih lanjut terkait batas waktu proses identifikasi yang dilakukan tim DVI Polri.
3. Kotak Hitam CVR Belum Ditemukan
Hingga sebulan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, masih ada satu benda penting yang tak kunjung ditemukan: kotak hitam atau black box berisi cockpit voice recoder (CVR).
Sementara kotak hitam yang berisi flight data recorder (FDR) telah ditemukan tim SAR gabungan pada Selasa (12/1/2021) sekitar pukul 16.40 WIB.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono mengungkapkan sulitnya mencari kotak hitam yang berisi CVR Sriwijaya Air.
Soerjanto bilang, CVR sulit ditemukan karena pencarian harus dilakukan dengan cara meraba-raba dasar laut di lokasi jatuhnya pesawat tanpa dibantu alat underwater locator beacon.
"Pencarian memory unit CVR dilanjutkan tanpa bantuan underwater locator beacon, jadi kita mencarinya dengan meraba-raba di dasar laut."
"Nah ini merupakan juga suatu kesulitan tersendiri yang kita hadapi," kata Soerjanto dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, Rabu (3/2/2021).
Dikutip dari Kompas.com, underwater locator beacon adalah bagian dari kotak hitam yang dapat mengirimkan sinyal ultrasonik agar memberi petunjuk lokasi keberadaan kotak hitam.
Soerjanto menuturkan, underwater locator beacon itu sudah lebih dahulu ditemukan tim SAR gabungan saat tim tersebut menemukan kotak hitam berisi FDR.
Diketahui, kotak hitam CVR menjadi komponen penting untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat.
Sebab, kotak hitam CVR berisi rekaman suara dari mikrofon pilot, suara dari mikrofon kopilot, suara di ruang kemudi, dan kanal yang komunikasi antara ruang kabin penumpang dan ruang kemudi.
4. Keluarga Gugat Boeing
Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, sebanyak 14 orang keluarga korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ 182 menggugat perusahaan Boeing di Chicago, Amerika Serikat.
Gugatan ini dilayangkan melalui kantor hukum Lex Justitia di Jakarta bekerja sama dengan Nolan Law Group, kantor pengacara yang berpusat di Chicago.
"Petisi penuntutan atas nama keluarga korban Sriwijaya Air, didaftarkan pada pengadilan di Chicago," kata seorang pengacara korban, Keizerina Devi Azwar dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/2/2021).
Devi menyebut, gugatan ini dilayangkan agar keluarga korban bisa mendapatkan ganti rugi yang layak, tak hanya dari Sriwijaya Air selaku maskapai, tapi juga dari Boeing selaku produsen pesawat.
"Kami sepenuhnya memahami, sebanyak apapun nominal pertanggungan yang diterima keluarga korban tidak akan bisa mengembalikan nyawa yang hilang."
"Tetapi perlu diketahu, ada hak yang lebih proporsional yang bisa diraih oleh keluarga korban yaitu dengan menggugat perusahaan Boeing melalui pengacara terpercaya di Amerika," ujar Devi.
Satu di antara perwakilan keluarga korban SJ 182 yang berdomisili di Sintang, Kalimantan Barat, Slamet Bowo, berharap gugatan ini bisa membuahkan hasil dan mengobati luka keluarganya.
"Apapun hasilnya nanti semoga bisa mengobati luka keluarga kami. Meski kakak saya tidak akan kembali," ujar Bowo selaku adik kandung almarhum Mulyadi.
5. Kronologi Lengkap Jatuhnya Sriwijaya Air
Sampai sekarang, penyebab jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 masih diselidiki.
Pada hari jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182, Direktur Utama AirNav Indonesia, Pramintohadi Sukarno mengungkapkan air traffic controller (ATC) Bandara Soekarno-Hatta sempat memanggil pilot sebanyak 11 kali sebelum kecelakaan terjadi.
Tak hanya itu, penerbangan lainnya, seperti Garuda Indonesia, juga mencoba berkomunikasi dengan SJ-182.
Namun, panggilan tersebut tak mendapat respons.
"ATC berusaha memanggil berulang kali sampai 11 kali, kemudian juga dibantu oleh beberapa penerbangan lain antara lain Garuda untuk mencoba melakukan komunikasi dengan SJ 182, tapi tidak ada respons," ungkap Pramintohadi saat rapat bersama Komisi V DPR RI, Rabu (3/2/2021), dikutip Tribunnews dari Kompas.com.
Lebih lanjut, Pramintohadi membeberkan kronologi SJ-182 lepas landas hingga hilang dari radar dan akhirnya jatuh, sebagai berikut:
14.36 WIB - Sriwijaya Air SJ-192 lepas landas dari runway 25 Bandara Soekarno-Hatta untuk bertolak ke Bandara Supadio, Pontianak.
Pesawat lalu melewati ketinggian 1.700 kaki dan diinstruksikan naik ke ketinggian 29.000 kaki, mengikuti standar alur keberangkatan.
14.38 WIB - SJ-182 melewat ketinggian 7.900 kaki dan meminta arah 075 derajat pada ATC karena alasan cuaca.
ATC lalu menginstruksikan SJ-182 naik ke ketinggian 11.000 kaki karena pada ketinggian yang sama, ada pesawat Air Asia yang juga terbang menuju Pontianak.
14.39 WIB - Pesawat berada di ketinggian 10.600 kaki, lalu diinstruksikan agar naik ke ketinggian 13.000 kaki.
SJ-182 merespons instruksi tersebut.
Tiba-tiba pesawat terpantau belok ke arah kiri atau barat laut.
Padahal seharusnya pesawat belok ke kanan di posisi 075 derajat.
14.40 WIB - Pihak ATC mengonfirmasi arah Sriwijaya Air SJ-182 namun tak direspons.
SJ-182 hilang dari radar dan ATC mencoba memanggil pilot pesawat, kembali tak direspons.
Pesawat jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
(Tribunnews.com/Sri Juliati/Igman Ibrahim/Pravitri, Kompas.com/Ihsanuddin/Ardito Ramadhan)