Tren di TikTok Lagu Genjer-genjer, Apa Boleh Perdengarkan pada Kakek atau Nenek? Ini Kata Sejarawan
Memperdengarkan lagu Genjer-genjer kepada kakek atau nenek, kini sedang menjadi tren di TikTok.
Penulis: Nuryanti
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Memperdengarkan lagu Genjer-genjer kepada kakek atau nenek, kini sedang menjadi tren di TikTok.
Pengguna akun Twitter @deangrh_ diketahui menyoroti tren di TikTok tersebut.
Ia tak setuju lagu itu diputar di depan kakek atau nenek mereka.
Sebab, menurutnya lagu Genjer-genjer bisa memunculkan trauma.
"Trend baru di tiktok muter lagu genjer2 ke nenek/kakeknya."
"Trauma lo dibecandain aja ngamuk2, tapi trauma nenek kakek lo, lo bercandain," tulisnya, Sabtu (6/2/2021).
Baca juga: Sejarah Lagu Genjer-genjer yang Viral di TikTok, Ekspresi Kemiskinan pada Masa Pendudukan Jepang
Makna Lagu Genjer-genjer
Sejarawan, FX Domini BB Hera, mengatakan lagu Genjer-genjer diciptakan oleh Seniman terkenal dari Banyuwangi, Muhammad Arief.
Lagu ini memotret kondisi-kondisi memprihatinkan di Banyuwangi semasa pendudukan Jepang.
Judul lagu Genjer-genjer diambil dari nama tanaman yang biasanya untuk pakan ternak.
Namun, ternyata tanaman genjer saat itu juga dikonsumsi oleh masyarakat Banyuwangi.
Sang pencipta lagu ini sering disebut bergabung dengan lembaga yang terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).
Namun, Domini menjelaskan, lembaga tersebut sebenarnya tidak terkait dengan PKI.
Lagu Genjer-genjer semakin dikenal setelah dinyanyikan oleh Lilis Suryani dan Bing Slamet pada 1962.
Pascaperistiwa Gestok 1965, lagu itu menjadi medium propaganda yang hoaks terkait pembunuhan para Jenderal Pahlawan Revolusi di media milik gerakan anti-kiri.
Lagu itu kemudian muncul dalam film Pengkhianatan G30S/PKI yang wajib ditonton semasa Orde Baru.
Apakah Boleh Diperdengarkan pada Kakek atau Nenek?
FX Domini BB Hera menyebut, ada perbedaan yang mendasar antara fakta sejarah dengan hal yang dimitoskan.
"Orde Baru membangun mitos perihal lagu Genjer-genjer," ujarnya saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (8/2/2021).
Baca juga: EcoRanger Ajak Masyarakat Kelola Sampah untuk di Destinasi Wisata Pulau Merah Banyuwangi
Ia menyampaikan, lagu Genjer-genjer digambarkan sebagai adegan keji para aktivis Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) menari-nari dalam penyiksaan dan pembunuhan para Jenderal Pahlawan Revolusi.
"Hal berbeda menunjukkan lain dari hasil visum et repertum dimana luka penyiksaan keji para jenderal dengan tarian lagu Genjer-genjer tidak cocok dari segi uji validitas," ungkapnya.
Sehingga, generasi yang lebih tua yang mengalami propaganda dari mitos-mitos macam itu akan bertabrakan dengan generasi yang tidak mengalami.
"(Generasi sekarang) tidak mengetahui secara jelas duduk perkara dari memori kolektif seputar lagu Genjer-genjer," terang Domini.
Di sisi lain, lagu Genjer-genjer sudah mengalami beberapa kali pergantian memori.
"Semua lagu penderitaan rakyat Banyuwangi hingga lagu ini diidentikkan dengan mitos Orde Baru terkait kekejian PKI pada para jenderal tujuh pahlawan revolusi," imbuh dia.
Baca juga: Disebut Mirip Jokowi, Pria Asal Banyuwangi: Aku Memang Presiden, tapi Presiden Rumah Tangga
Menurutnya, setiap generasi selalu menulis sejarahnya sendiri.
Sementara itu, demokratisasi sejarah bukan hal yang tetap dan kekal.
"Setiap ada bukti baru ia bisa merubah pengertian yang selama ini ada."
"Hal yang paling susah memang menerima kebenaran dan pemutakhiran data dari semua hal yang dianggap sudah benar."
"Bahkan kebenaran yang bersifat relatif sekalipun," jelas sejarawan itu.
(Tribunnews.com/Nuryanti)