Pengamat Nilai BSU untuk Karyawan Masih Diperlukan, Lebih Baik Dibanding Program Kartu Prakerja
Langkah pemerintah menghentikan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk karyawan yang bergaji dibawah Rp 5 juta menuai polemik.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Langkah pemerintah menghentikan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk karyawan yang bergaji dibawah Rp 5 juta menuai polemik.
Pasalnya, BSU karyawan justru dinilai masih dibutuhkan pekerja dan juga untuk mendongkrak daya beli masyarakat.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, mengatakan bahwa dana BLT subsidi gaji atau BSU tahun ini tidak ada alokasinya dalam APBN 2021.
Pada 2020 lalu, total anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah sebanyak 29,4 Triliun dengan target penerima 12,4 juta pekerja yang bergaji dibawah Rp 5 juta per bulan.
Sebagai ganti, pemerintah akan mengandalkan program Kartu Prakerja untuk memberikan insentif bagi pekerja terdampak pandemi Covid-19
Baca juga: Menaker Ida Belum Dapat Perintah untuk Penyaluran BSU di Tahun 2021
Baca juga: Laporan Tahunan Kemnaker, Bahas BSU Hingga Sasaran Strategis Ketenagakerjaan Sampai Tahun 2024
Ida mengatakan alokasi yang diberikan terhadap Kartu Prakerja sekitar Rp 20 triliun dan sejauh ini tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk BSU di APBN 2021.
"Subsidi upah di APBD 2021 sampai sekarang memang tidak dialokasikan, karena kita konsentrasi pada program Kartu Prakerja," kata Ida, diberitkaan Tribunnews.com.
Terkait dengan itu, pengamat dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mempertanyakan langkah pemerintah menghentikan BSU ini.
Enny menilai, subsidi upah jauh lebih efektif untuk bisa mendongkrak daya beli maysarakat dibanding program kartu pra kerja yang di 2021 dilanjutkan.
Ia menuturkan, BSU langsung menyasar ke masyarakat dari total anggaran yang telah digelontorkan, yakni Rp 29,4 triliun pada 2020 lalu.
Sedangkan pada kartu Prakerja, total bantuan yang didapat adalah Rp 3,55 juta.
Namun hal itu dirinci dengan Rp 600 ribu untuk biaya pelatihan tiap bulan selama empat bulan atau total Rp 2,4 juta dan Rp 1 juta sebagai insentif biaya pelatihan, serta Rp 150 ribu sebagai biaya survei.
"Jadi kalau dibandingkan, jika tujuannya sama-sama untuk bantalan sebagai semi bantuan sosial, maka jauh lebih efektif, secara kasar saja itu dampak multiplier effectnya terhadap daya beli pasti besar yang BSU karyawan," terang Enny saat berbicara di Sapa Indonesia Malam Kompas Tv, Rabu (10/2/2021).
Baca juga: Kemnaker Tingkatkan Kompetensi Lebih dari 900 Ribu Orang di Tahun 2020
Baca juga: Cek Penerima Bantuan PIP untuk SD-SMA via pip.kemdikbud.go.id, Begini Cara Cairkan Dananya
Lebih lanjut, Enny menjelaskan bahwa sumbangan utama pertumbuhan ekonomi Indonesia berasal dari konsumsi rumah tangga.
Oleh karenanya, insentif atau subsidi yang bisa langsung menambah daya beli masyarakat itu pasti akan menciptakan multiplayer effect terhadap konsumsi rumah tangga.
Sedangkan, lanjut Enny, pelatihan seperti pada Kartu Pra Kerja sampai saat ini belum teruji efektivitasnya.
"Kalau memang ingin memprioritaskan program, maka program yang langsung mempengaruhi daya beli itu jauh lebih efektif untuk menopang segera kembalinya daya beli masyarakat," jelas Enny.
Selain itu, kata Enny, BSU merupakan program perlindungan yang sasarannya dapat tepat waktu dan data yang digunakan cukup valid, karena menggunakan data peserta BPJS Ketenagakerjaan.
(Tribunnews.com/Tio)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.