Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kisruh Revisi Undang-Undang Pemilu, Politikus Demokrat Sebut PDIP Gila Kuasa

Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Andi Arief menilai PDI Perjuangan (PDIP) adalah partai yang gila kuasa.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Kisruh Revisi Undang-Undang Pemilu, Politikus Demokrat Sebut PDIP Gila Kuasa
Warta Kota/Rangga Baskoro
Andi Arief. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP Partai Demokrat Andi Arief menilai PDI Perjuangan (PDIP) adalah partai yang gila kuasa.

Tudingan itu disampaikan Andi merespons perubahan sikap PDIP yang awalnya mendukung, namun akhirnya mendorong dihentikannya pembahasan revisi UU Pemilu.

"Saya kira yang gila kuasa itu justru PDIP, banyak dalih dan argumen hanya untuk kuasa," kata Andi kepada wartawan, Kamis (11/2/2021).

Andi menyatakan, PDIP termasuk partai yang punya inisiatif membahas revisi RUU Pilkada dan Pemilu.

Namun, lanjut dia, PDIP juga yang akhirnya mendorong untuk menutup pembahasan RUU itu dengan alasan agar fokus penanganan Covid-19.

Baca juga: Mardani: PKS Tetap Ingin Lanjutkan Pembahasan RUU Pemilu 

Baca juga: Viral Mempelai Pria Jadi WO di Pernikahannya Sendiri, Pengantin Wanita Ditinggal Karena Sibuk

Padahal, menurut Andi saat banyak protes penyelenggaraan Pilkada 2020, jajaran PDIP dan Mendagri yang terus mendorong agar tetap berjalan.

Berita Rekomendasi

"Pertama, di saat banyak protes pilkda 2020 karena covid, justru jajaran pengurus seperti mas Djarot, Hasto bahkan Mendagri memaksakan Pilkada. Kita tahu bahwa memang inkumben saat itu banyak dijabat PDIP," ujarnya.

Andi mengatakan, alasan pemerintah tetap ingin menyelenggarakan Pilkada 2024 agar fokus menangani pandemi Covid-19 tidak sesuai dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, serta Menkeu Sri Mulyani.

Baca juga: Setuju Tak Lanjutkan RUU Pemilu, PSI : Silakan Diubah Setelah Diterapkan 4 Sampai 5 Kali Pemilu 

Menurutnya, kesimpulan yang bisa diambil dari pernyataan ketiga orang tersebut adalah pilkada serentak layak untuk digelar pada 2022 dan 2023.

"Presiden Jokowi menjamin setahun vaksin selesai, kalau selesai kan artinya 2022 dan 2023 layak pilkada. Menteri Airlangga dan SMI (Sri Mulyani Indrawati) menjamin ekonomi Indonesia tumbuh 5 hingga 6 persen tahun ini. Kalau sudah tumbuh tahun ini artinya pilkada layak 2022 dan 2023," ucapnya.

Selain itu, Andi menyatakan penyelenggaraan Pilkada 2024 nantinya akan menghasilkan pejabat sementara (Pjs) kepala daerah.

Baca juga: RUU Pemilu Dihentikan, Politikus Demokrat Duga Jokowi Persiapkan Gibran Maju Pilgub DKI 2024

Spekulasi nantinya PDIP akan memanfaatkan hal itu dan partai koalisi lain akan berebut Pjs kepala daerah pun tidak bisa disalahkan.

Menurut Andi, akan terjadi politisasi Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Spekulasi lain menjegal Anies dan menyiapkan putranya Gibran yg masih menjabat sampai 2024 untuk pilkada berbarengan," ujarnya.

Andi menegaskan, Demokrat mendorong normalisasi jadwak pilkada bukan untuk berburu kekuasaaan, tetapi banyaknya masukan betapa berbahayanya jika pelaksanaan serentak 2024.

Belajar dari pemilu 2019, banyak yang wafat kelelahan dan lainnya. Karena itu penting dipisah.

"Partai Demokrat juga menganggap bahwa power kepala daerah bukan dari pemiihan rakyat akan lemah. Akan timbul masalah legitimasi apalagi sampai ada yang 2 tahun Pjs atau penjabat," katanya.

PKS Tetap Ingin Lanjutkan Pembahasan RUU Pemilu 

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan Komisi II telah sepakat tidak akan melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu. 

Terkait hal itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera mengatakan pihaknya tetap menginginkan pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan. 

"PKS istiqomah lanjut pembahasan Revisi Undang-Undang Pemilu," ujar Mardani, ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (11/2/2021). 

Baca juga: Komisi II Sepakat Tak Lanjutkan RUU Pemilu, Hanura : Memang Tak Ada Urgensi Ubah UU Pemilu saat Ini 

Mardani menilai pernyataan Ahmad Doli Kurnia yang menentukan Komisi II DPR RI sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu sebagai pernyataan yang prematur. 

Apalagi, kata anggota Komisi II DPR RI itu, banyak hal yang harus diperbaiki dari UU Pemilu.

Belum lagi penyerentakan pemilu pada 2024 dinilai dapat menurunkan kualitas pemilu itu sendiri. 

"Ini pernyataan yang prematur. PKS tetap istiqomah ingin melanjutkan pembahasan RUU Pemilu karena banyak hal yang harus diperbaiki," jelas Mardani. 

Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Bantah Ikut Setujui untuk Tidak Melanjutkan Pembahasan RUU Pemilu

"Penyatuan Pilkada di 2024 sangat berpotensi menurunkan kualitas Pemilu dan kejadian korban jiwa seperti di 2019 dapat terulang," tandasnya. 

Sebelumnya diberitakan, Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan Komisi II telah sepakat tidak akan melanjutkan pembahasan Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu. 

Hal itu disampaikannya setelah menggelar rapat dengan Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) terkait kelanjutan pembahasan RUU Pemilu. 

"Tadi saya udah rapat dengan seluruh pimpinan dan Kapoksi yang ada di Komisi II dengan melihat perkembangan dari masing-masing parpol terakhir-terakhir, ini kami sepakat untuk tidak melanjutkan pembahasan ini," ujar Doli, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2021).

Setelah para kapoksi sepakat terkait tidak dilanjutkannya RUU Pemilu, Doli mengatakan hal ini akan dilaporkan kepada pimpinan DPR RI. 

Nantinya, kata dia, hal tersebut akan dibahas di bamus bersama Badan Legislasi DPR RI.

"Bamus memutuskannya seperti apa itu kan pandangan resmi dari fraksi masing-masing di DPR kemudian diserahkan di baleg kemudian nanti kalo mau dibicarakan dengan pemerintah tentang list Prolegnas tentunya kan gitu," jelas Doli.

"Apakah tadi pertanyaannya mau didrop atau tidak itu kan kewenangannya ada di instansi yang lain," imbuhnya.

Baca juga: Revisi UU Pemilu Penting dalam Rangka Memperkuat Kualitas Demokrasi

Lebih lanjut, politikus Golkar itu menegaskan pembahasan RUU Pemilu dirasa kurang tepat dalam situasi saat ini yang tengah fokus menangani pandemi. 

Karenanya untuk pembahasan RUU Pemilu itu akan dilakukan kembali ketika waktunya sudah dirasa tepat. 

"Bahwa hari ini kita tidak atau belum bisa (membahas RUU Pemilu) karena situasi, sekarang kita diajak karena memang suasana pandemi kita semakin hari semakin kurang kondusif," kata Doli. 

"Dimana kita sekarang sebagai negara Asia tertinggi tingkat kasus Covid-19 tentu kita fokusnya pemerintah mengatakan kita sekarang hanya fokus kepada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Ya sudah mungkin waktunya belum tepat, nanti kita cari waktu yang tepat lagi," tandasnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas