Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Empat Profesor Bicara Pluralisme (Bagian Pertama): Islam dalam Konteks Memerdekakan Indonesia

Memahami sejarah lahirnya Republik Indonesia yang pernah berjuang melawan penjajah sangat penting. Ini ada kaitannya dengan peran umat Islam.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Empat Profesor Bicara Pluralisme (Bagian Pertama): Islam dalam Konteks Memerdekakan Indonesia
YouTube/Kompas TV
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Komarudin Hidayat. 

Hubungan agama dan negara di Indonesia, di mana agama Islam itu begitu dominan, justru cenderung menjadi beban negara.

"Jangan sampai kemudian negara malah berbelas kasih, tapi harus jadi pilar bagi Indonesia," tutur Prof Komarudin.

Prof Komarudin berpendapat, sangat penting kiranya internal umat Islam maju dalam segi pendidikan, ekonomi kerakyatan.

Sehingga muncul dapat muncul golongan-golongan Islam yang intelektual independen dengan ekonomi kelas menengah.

"Selama ekonomi dan intelektual itu bagian dari politik, hemat saya bangsa ini sulit ke depan," ujar Prof Komarudin.

Harus didorong bagaimana agar muncul independensi secara ekonomi dan intelektual sehingga kemudian menjadi pilar peradaban.

Jangan kemudian agama menjadi tangga untuk masuk ke ranah politik dan kekuasaan negara, tapi tidak memberikan kontribusi ide-ide yang kuat.

Berita Rekomendasi

Sekarang Indonesia sudah masuk dalam era informasi, aktornya adalah market. Orang berebut pasar di era informasi, metodenya persepsi, alatnya atau senjatanya adalah komputer, medsos dan sebagainya.

Sekarang ini, seseorang bisa kaya raya dengan hanya menguasai teknologi informasi.

Seperti halnya Bill Gate, yang begitu kaya raya tanpa perlu punya kapal, pabrik, dan buruh. Yang dia lakukan hanya menguasai jaringan informasi.

Sekarang, kata Prof Komarudin, bagaimana umat Islam di Indonesia bisa naik perlahan-lahan dengan menguasai teknologi informasi.

Dengan demikian, kalau mindsetnya masih pada takaran society tapi tidak disertai perkembangan teknokratis dari sisi masyarakat, di bangsa Indonesia akan kalah dalam persaingan.

"Kalau kalah persaingan karena faktor ekonomi, nanti agama dijadikan amunisi untuk pembelaan. Sehingga wajah agama itu menjadi galak, padahal itu muaranya bukan agama. Muaranya memang kalah dalam persaingan," ujar Prof Komarudin.

Oleh karena itu, seluruh dunia akan menjadi radikal namun tanpa wajah. Ketika tidak bisa mengikuti kemajuan, maka kemudian seluruh anak bangsa akan bingung melihat persaingan.

"Ketika bingung apa yang memberikan satu rumah aman? agama. Artinya apa? kita gamang menghadapi dunia yang plural dan global, karena gamang kemudian kita sembunyi dalam rasa kekhawatiran. Kalau demikian, jangankan jadi rahmat bagi semesta, Rahmat bagi Indonesia saja tidak bisa," pungkas Prof Komarudin Hidayat. (tribun network/genik)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas