Empat Profesor Bicara Pluralisme (Bagian Pertama): Islam dalam Konteks Memerdekakan Indonesia
Memahami sejarah lahirnya Republik Indonesia yang pernah berjuang melawan penjajah sangat penting. Ini ada kaitannya dengan peran umat Islam.
Editor: Dewi Agustina
Berbeda dari kebanyakan negara-negara di Timur Tengah yang tidak punya sejarah panjang memperjuangkan kemerdekaan untuk mendirikan republik. Yang muncul kemudian di sana adalah kesultanan.
Bila pernah mempelajari sejarah Indonesia yang pernah radikal melawan penjajah, kiranya bisa ditemukan akar-akar historis dalam arti normatif dan tekstual tentang keislaman.
Akar-akar historis bagaimana Islam itu diterjemahkan serta dikonteskan dalam konteks memerdekakan Indonesia.
"Kalau di Indonesia antara agama dan negara ini menarik, ini bisa jadi kontribusi pada teori politik dunia tapi juga bisa jadi masalah yang tak terselesaikan," papar Prof Komarudin.
Di Indonesia ini agama dan struktur kenegaraan menyatu. Bahkan hanya di Indonesia ritual-ritual keagamaan, seperti perayaan Hari Raya Islam khususnya, dilaksanakan di Istana Kepresidenan.
Di sini, kata Prof Komarudin, terlihat jelas bahwa antara kultur keagamaan dan struktur kenegaraan sudah menyatu. Kendati demikian, hal tersebut bisa juga menjadi satu jebakan.
Khususnya bila ekspresi keislaman itu tidak memberikan satu contoh moral yang baik.
"Dan kalau gerakan-gerakan ormas, jemaat, politisi, tidak memberikan suatu hal yang baik, maka kemudian ekspresi keagamaan di Indonesia akan terkesan dimanipulasi sebagai instrumen politik," tutur Prof Komarudin.
Baca juga: Ketua DPD RI Sebut Keberagaman Agama Jadi Ciri Bangsa Indonesia
Baca juga: Wantimpres: Listyo Sigit Prabowo Jadi Kapolri Bukti Negara Pro Keberagaman dan Kebhinekaan
Lebih-lebih Indonesia ini sangat beragam, bertemu dengan politik demokrasi liberal, era digital, globalisasi.
Semua ini campur aduk dan berpotensi memunculkan kegaduhan. Belum lagi, dalam praktiknya, kebanyakan Islam dijadikan instrumen dari kegaduhan-kegaduhan yang ada.
Inilah mengapa penting sekali, moderasi keagamaan untuk mewujudkan Islam jadi pilar kekuatan peradaban.
Akhir-akhir ini, kata Prof Komarudin, energi segenap anak bangsa habis untuk berbicara tentang deradikalisasi, intoleransi, dan menjaga kesatuan.
Seluruh anak bangsa seakan kehilangan pikiran revolusioner yang konstruktif untuk masa depan bangsa.
Di sisi lain kesatuan yang dipaksakan dengan senjata tidak akan tahan lama.