Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Nilai JPU Abaikan Fakta Persidangan

Santrawan Paparang mengatakan tuntutan jaksa hanya copy-paste dari isi dakwaan dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan.

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara, Kuasa Hukum Nilai JPU Abaikan Fakta Persidangan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (15/2/2021). Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) tiga tahun penjara ditambah denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut 3 tahun pidana dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kuasa hukum Irjen Napoleon Bonaparte, Santrawan Paparang mengatakan tuntutan jaksa hanya copy-paste dari isi dakwaan dan mengabaikan fakta-fakta yang terungkap selama proses persidangan.

"Tuntutan pidana jaksa penuntut umum itu copy paste aja dari dakwaan. Sehingga ada hal teknis yang seharusnya diangkat menjadi fakta dalam persidangan itu tidak diangkat," kata Santrawan ditemui usai sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).

Pasalnya pihak tim hukum Napoleon menyebut pemberian uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Napoleon Bonaparte tak terbukti dalam persidangan.

Sebab saat Tommy Sumardi menjadi saksi, ia hanya menerangkan perkara itu bertumpu padanya. Sehingga tim hukum menyebut penyerahan uang tersebut tidak pernah terjadi.

"Sehingga fakta-fakta yang mengatakan telah terjadi penyerahan uang dari Tommy Sumardi ke Irjen Pol Napoleon Bonaparte, nol," ucap dia.

Berita Rekomendasi

"Itu faktanya, penyerahan dan penerimaan uang itu nol. Kami menyampaikan ini agar supaya menjadi koreksi bersama," pungkasnya.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)

Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut 3 tahun pidana dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca juga: Irjen Napoleon Jelaskan Permintaan Tommy Sumardi Hapus Red Notice Djoko Tjandra

Baca juga: Irjen Napoleon Dituntut 3 Tahun Penjara di Kasus Suap Red Notice Djoko Tjandra

Napoleon dinilai terbukti menerima suap penghapusan red notice Interpol Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra.

"Menuntut dengan pidana penjara selama 3 tahun dengan perintah agar terdakwa ditahan di rumah tahanan," ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/2/2021).

Tuntutan jaksa ini merujuk pada sejumlah pertimbangan. Napoleon dinilai tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme.

Selain itu Napoleon juga dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum di Indonesia.

Sementara hal yang meringankan tuntutan, jaksa menilai Napoleon bersikap kooperatif selama proses persidangan bergulir. Kemudian, Napoleon juga baru sekali melakukan tindak pidana.

"Sementara hal yang meringankan, terdakwa kooperatif selama persidangan. Kemudian terdakwa juga baru sekali melakukan tindak pidana," ucap jaksa membaca surat tuntutan.

Atas dua pertimbangan tersebut, Napoleon dianggap sudah melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Diketahui Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte sebelumnya didakwa menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.

Duit tersebut diterima lewat perantara Tommy Sumardi. Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari daftar DPO atau red notice.

Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Adapun, Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.

Dalam surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), disebutkan Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kabag Jatinter Set NCB Interpol Divhubinter Polri Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat kepada pihak Imigrasi pada tanggal 29 April 2020 yang ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Baca juga: Sosok King Maker Kasus Jaksa Pinangki-Djoko Tjandra Belum Terungkap, Ini Kata Kejaksaan Agung

Baca juga: KPK Janji Bakal Dalami Sosok King Maker di Kasus Pinangki-Djoko Tjandra, Siapa Dia Sebenarnya?

Isi surat tersebut menginformasikan bahwa Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database DPO yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7, dan diinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Selain itu, Napoleon juga memerintahkan Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat pada tanggal 4 Mei 2020 perihal pembaharuan data Interpol Notices yang ditandatangani Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo untuk Ditjen Imigrasi yang isinya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice.

Selanjutnya, pada tanggal 5 Mei 2020, Irjen Pol Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat soal penghapusan red notice yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan ditandatangnai Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Isi surat tersebut menginformasikan bahwa red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 setelah 5 tahun.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas