Wacana Revisi UU ITE, Sosok Ini Justru Nilai Tak Ada Pasal Karet: 2 Kali ke MK Hasilnya Tak Masalah
TB Hasanuddin menilai tidak ada pasal karet dalam UU ITE, namun ia mempersilakan jika harus direvisi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan akan meminta DPR RI untuk merevisi Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Terlebih jika implementasi dari UU ITE justru tidak memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
Bahkan, Presiden juga akan meminta DPR untuk menghapus pasal-pasal karet yang ada di UU ITE.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat pimpinan TNI-Polri di Istana Negara, Jakarta pada Senin (15/2/2021) kemarin.
"Kalau Undang-Undang ITE tidak bisa memberikan rasa keadilan ya saya akan minta kepada DPR untuk bersama-sama merevisi undang-undang ITE ini," kata Jokowi, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: PKS: Kalau Serius Maka Usulan Perubahan RUU ITE Lebih Bagus Diusulkan Pemerintah
Baca juga: PPP Setuju Gagasan Revisi UU ITE: Ini Sekaligus Jawab Pertanyaan Pak JK
Pernyataan Presiden ini rupanya disambut baik oleh banyak pihak, terlebih dari fraksi-fraksi di DPR RI.
Di antaranya dari fraksi PAN, PPP, Demokrat, Golkar, PKS hingga PDI-P.
Menurut Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, revisi UU ITE akan lebih mudah dilaksanakan jika pemerintah yang mengusulkan.
"Fraksi PAN tentu senang jika pemerintah menginisiasi perubahan UU ITE tersebut. Biasanya, kalau pemerintah yang mengusulkan, birokrasi pelaksanaannya lebih mudah."
"Tidak berbelit. Apalagi, substansi perubahannya sudah jelas. Di DPR tentu tidak akan banyak dipersoalkan lagi," ujar Saleh, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (16/2/2021).
Selain itu, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha juga menyetujui gagasan revisi UU ITE ini.
Menurutnya, dalam UU tersebut masih terdapat pasal karet yang banyak disalahgunakan untuk saling melaporkan, meski telah direvisi terbatas periode lalu.
Kemudian, Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta turut menyatakan persetujuannya tentang wacana revisi UU ITE.
Baca juga: Revisi UU ITE, Fraksi PAN: Jika Pemerintah yang Usulkan Birokrasi Pelaksanaannya Tak Berbelit
Baca juga: PPP Sebut Perlu Adanya Revisi di Sejumlah Pasal UU ITE
Ia berpendapat, wacana ini sejalan dengan pandangan PKS selama beberapa tahun terakhir saat mengusulkan revisi UU ITE dalam RUU Prolegnas.
Selain itu, Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin juga turut menyambut baik rencana pemerintah yang ingin merevisi UU ITE.
Ia menyetujui karena banyak terdapat pasal karet dan tidak berkeadilan serta multitafsir.
Ia juga berharap, UU ITE seharusnya dapat lebih mempertimbangkan prinsip keadilan.
Sehingga, tidak ada lagi pasal karet yang mudah ditafsirkan dan saling melaporkan.
TB Hasanuddin Menilai Tak Ada Pasal Karet dalam UU ITE
Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin berpendapat, tidak ada pasal karet dalam UU ITE.
Namun ia mengakui, dalam UU ITE memang ada 2 pasal krusial yang sempat menjadi perdebatan.
Kedua pasal itu adalah Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2.
"Sebenarnya UU ITE ini merupakan hasil revisi dengan memerhatikan masukan dari berbagai kalangan."
"Dan memang ada 2 pasal yang krusial, yaitu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2," kata TB Hasanuddin saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (16/2/2021).
Baca juga: Anggota DPR: Jangan Sampai Polri Terjebak Dalam Pasal-pasal UU ITE yang Karet dan Multitafsir
Baca juga: Respons Fahri Hamzah soal Rencana Revisi UU ITE, Bersyukur dan Beri Usulan Ini
Ia menyatakan, kedua pasal yang menjadi perdebatan itu sempat diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bahkan diajukan sebanyak dua kali.
Namun, ia menyebut hasil Judicial Review yang dilakukan oleh MK tidak menunjukkan adanya permasalahan.
"Kedua pasal ini pernah dua kali diajukan ke Mahkamah Konstitusi untuk Judicial Review dan hasilnya tak ada masalah," imbuhnya.
Hasanuddin menjelaskan, Pasal 27 ayat 3 adalah pasal tentang penghinaan dan pencemaran nama baik yang sempat menjadi perdebatan.
Namun, ia menegaskan Pasal 27 ini sudah mengacu dan sesuai dengan Pasal 310 dan 311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Pasal 27 ayat 3 ini acuannya KUHP Pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik dan menista orang lain baik secara lisan maupun tulisan," ujarnya.
Kemudian, lanjut Hasanuddin, Pasal 28 ayat 2 tentang menyiarkan kebencian pada orang atau kelompok orang berdasarkan pada SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan).
Baca juga: Sahroni Pastikan Komisi III DPR Tagih dan Kawal Janji Kapolri, Stop Kriminalisasi dengan UU ITE
Baca juga: Legislator Golkar Dukung Pernyataan Presiden Jokowi soal Revisi UU ITE
"Kedua pasal ini, Pasal 27 dan Pasal 28 harus dipahami oleh para penegak hukum agar tak salah dalam penerapannya."
"Apalagi pasal 27 itu sifatnya delik aduan, mereka yang merasa dirugikan dapat melapor dan pelapornya harus yang bersangkutan bukan orang lain," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan dalam menerapkan Pasal 27 ayat 2 itu harus dibedakan antara kritik terhadap siapapun dengan ujaran kebencian dan penghinaan.
Penegak hukum, tegasnya, harus memahami betul secara sungguh-sungguh.
"Kalau dicampuradukkan antara kritik dan ujaran kebencian, maka saya rasa hukum di negara ini sudah tak sehat lagi," ungkapnya.
Kendati demikian, Hasanuddin mempersilakan bila memang UU ITE harus direvisi, misalnya dengan membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal dalam UU ITE.
(Tribunnews.com/Maliana/Chaerul Umam/Vincentius Jyestha Candraditya)