Pengamat Pertanyakan Wacana Pemerintah Merevisi UU ITE: Pasal-Pasalnya atau Perilaku Polisi ?
Direktur SAFEnet Damar Juniarto pertanyakan wacana pemerintah revisi UU ITE: Pasalnya atau Perilaku Polisi.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto beri tanggapan soal wacana pemerintah akan revisi UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Damar mempertanyakan maksud pemerintah dalam merevisi UU ITE.
Apakah hal itu terkait pasal yang terkandung atau perilaku polisi dalam melaksanakan UU itu.
Ia melihat, belum ada kejelasan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) serta Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Baca juga: JK Tanggapi Jawaban Istana soal Cara Kritik Pemerintah dengan UU ITE: Kasih Rambu yang Lebih Ringkas
Baca juga: Presiden Jokowi Diminta Terbitkan Perppu UU ITE
“Saya sarankan kita pertanyakan kembali pada yang mengusulkan, apa sebenarnya bayangan Pak Jokowi terhadap wacana UU ITE ini."
"Yang direvisi pasal-pasalnya yang kemudian direvisi dengan mengeluarkan pedoman-pedoman, atau yang direvisi perilaku kepolisian dalam mengimplementasikan UU tersebut?” ucap Damar, Rabu (17/2/2021).
Menurutnya, hal yang percuma, jika pemerintah nantinya hanya menekankan pada implementasi UU ITE oleh aparat polisi.
"Ini pola pikir yang jamak di kalangan pemerintah, menyalahkan pada kepolisian."
"Polisinya tidak mampu menafsirkan, polisi membiarkan adanya kriminalisasi."
"Kalau salahnya kepolisian kenapa kasus-kasus yang dianggap melanggar UU ITE diputus bersalah dalam pengadilan?," kata Damar, dikutip dari Kompas.com.
Ia menilai, seharusnya revisi UU ITE lebih kepada pasal-pasal yang dinilai karet di dalamnya.
Baca juga: Politikus PKB sebut Revisi UU Pemilu dan UU Pilkada Masih Terbuka Masuk Prolegnas 2021
Baca juga: Revisi UU ITE, PKB: Perlu Diperjelas Definisi dan Batasan dalam Pasal-pasal Karet
Diketahui, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut pemerintah saat ini sedang mengupayakan revisi UU ITE.
Pemerintah sesegera mungkin akan berkomunikasi dengan DPR selaku pembuat UU.
"Kami dari pemerintah segera berkomunikasi dengan DPR."
"Mungkin minggu depan, saya sudah berbicara dengan Kemenkumham."
"Sekurang-kurangnya, Dirjen Perundang-undangan nanti kita panggil untuk menyiapkan prosedur ini," terang Mahfud, pada siaran langsung Kompas Petang, Rabu (16/2/2021).
Menurut Mahfud, revisi UU ITE ini tidak perlu merubah secara keseluruhan.
Bisa saja revisi dilakukan dengan cara mengubah kalimat pasal, mencabut, atau menambah keterangan di penjelasan UU.
9 Pasal Karet UU ITE yang Perlu Direvisi atau Dihapus
Sebelumnya diberitakan, Direktur SAFEnet Damar Juniarto ungkap ada 9 pasal UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang perlu dihapus dan direvisi.
Melalui akun Twitter-nya, @DamarJuniarto, ia menyebut masalah utama pada UU ITE ada pada pasal 27 hingga 29.
Sebab, pasal-pasal itu mengandung rumusan 'karet' dan duplikasi hukum (multitafsir) sehingga perlu dihapus.
Hal itu disampaikan Damar menanggapi cuitan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD soal wacana revisi UU ITE.
Baca juga: Mahfud MD Bicara Restorative Justice Hingga Pengendalian Covid-19 di Rapim Polri 2021
"Prof @mohmahfudmd saya usul mulai dari 9 pasal bermasalah UU ITE ini."
"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum."
"Selain itu ada juga pasal-pasal lain yang rawan persoalan/disalahgunakan dan perlu diperbaiki rumusannya," tulis Damar, Selasa (16/2/2021).
Salah satu pasal yang perlu dihapus menurut SAFEnet, yakni pasal 27 ayat 3, yang membahas soal Defamasi.
Pasal 27 ayat 3 dianggap mengekang pendapat warga, aktivis hingga profesi seorang jurnalis.
Baca juga: Tanggapi Soal Perdebatan Revisi UU Pemilu dan Pilkada, Mensesneg: Jangan Dikit-dikit UU Diubah
Bahkan, pasal itu juga dinilai mengekang masyarakat yang mengkritik soal aparat kepolisian sampai kebijakan pemerintah.
Adapun bunyi pasal 27 ayat 3 UU ITE:
"Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Berikut 9 pasal UU ITE yang bermasalah, karena rumusannya dinilai karet dan multitafsir:
1. Pasal 26 ayat 3 mengatur tentang penghapusan indormasi yang tak relevan. Masalah pasal ini terkait sensor informasi.
2. Pasal 27 ayat 1 tentang muatan asusila secara online. Dinilai bermasalah karena digunakan untuk menghukum korban kekerasan berbasis gender online.
3. Pasal 27 ayat 3 tentang Defamasi, dinilai represi bagi masyarakat yang mengkritik pemerintah hingga aparat polisi.
4. Pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian. Pasal ini dinilai bermasalah karena menekan minoritas agama hingga mengekang pendapat masyarakat kepada aparat polisi dan pemerintah.
5. Pasal 29 tentang ancaman kekerasan. Pasal ini bermasalah karena dipakai untuk meidana orang yang mau melapor ke polisi.
6. Pasal 36 tentang kerugian, dianggap bermasalah karean dicuplik utnuk memperberat hukuman p[idana defamasi.
7. Pasal 40 ayat 2a mengatur tentang muatan yang dilarang. Pasal ini dinilai bermasalah karena hoax menjadi muatan yang digunakan dasar internet shutdown.
8. Pasal 40 ayat 2b tentang pemutusan akses, dinilai bermasalah karena alasan penegasan pemerintah lebih diutamakan dibanding putusan pengadilan untuk internet shutdown.
9. Pasal 45 ayat 3, mengatur tentang ancaman penjara dari tindakan defamasi. Pasal ini bermasalah karena dapat melakukan penahanan pada pelanggar UU saat masih dalam proses penyidikan.
(Tribunnews.com/Shella)(Kompas.com/Tatang Guritno)