Pengacara Juliari Tanggapi Pernyataan Wamenkumham yang Sebut Kliennya Layak Dituntut Hukuman Mati
Maqdir mengatakan pernyataan Wamenkumham dapat menjadi beban bagi aparat penegak hukum.
Editor: Malvyandie Haryadi
Lebih jauh, Maqdir membenarkan terkait Pasal 2 Ayat 2 Undang-undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) yang ramai dibicarakan jadi situs tersebut adalah UU yang masih berlaku.
“Tapi jangan lupa, aturan tentang hukum mati dalam perkara korupsi hanya ada di beberapa negara komunis dan Indonesia. Tidak dianut lagi oleh negara demokrasi, ”kata Maqdir.
“Apalagi, ukuran untuk menjatuhkan mati yang memberikan penjelasan tentang Pasal 2 Ayat (2) ini sangat longgar interpretasinya,” ucap dia.
The House Of The House House, Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999, " Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ".
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, " tindak pidana korupsi yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan yang pidana mati dapat dilepas ". Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) pernyataan, " Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi tindak pidana yang tindak pidana tindak pidana tersebut dilakukan terhadap tindak pidana yang tindak pidana tindak pidana bencana alam, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, tindak pidana korupsi ".
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Maqdir Ismail: Penyataan Wamenkumham Soal Hukuman Mati Bisa Beratkan Penegak Hukum" (Kompas.com/Irfan Kamil)