Pemerintah Targetkan Angka Pernikahan Anak Turun hingga 8,7 Persen
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lenny N Rosalin.
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sebenarnya sudah sedari dulu menggalakkan kebijakan untuk mencegah pernikahan anak atau pernikahan dini.
Hal ini diungkapkan oleh Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Lenny N Rosalin.
Seperti revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang UU Perkawinan. Kini telah berganti menjadi UU Nomor 16 Tahun 2019.
"Kini pasangan yang berada di bawah usia 19 tahun belum bisa untuk melangsungkan pernikahan," katanya dalam kegiatan sosialisasi upaya pencegahan perkawinan anak yang diadakan oleh Kementerian PPPA, Jumat (19/2/2021).
Baca juga: Pernikahan Anak Meningkat Selama Pandemi, Masalah Ekonomi Jadi Faktor Utama
Lenny mengungkapkan langkah ini dibuat untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Upaya mencegah pernikahan dini juga dapat memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Terpenting, menyelamatkan anak Indonesia tumbuh kembang optimal sesuai haknya.
Dari kebijakan dan kerjasama dari setiap elemen masyarakat, Lenny memaparkan memang ada penurunan angka perkawinan anak setiap tahunnya. Namun tidak terlalu signifikan.
Di tahun 2017 pernikahan anak berada di angka 11,54%, tahun 2018 menurun menjadi 11,21 persen. Dan dari 2019 yang berjumlah 10,82 persen kini menjadi 10,19 persen di tahun 2020.
"Memang tiap tahun tidak sampai 1% persennya. Tapi walau sedikit, diperlukan usaha cukup keras untuk menurunkan pernikahan anak ini," ungkapnya.
Pemerintah masih terus berupaya untuk terus memperkecil angka pernikahan anak di usia dini.
Ia juga mengungkapkan jika dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), pemerintah menargetkan pernikahan dini turun menjadi 8,7% hingga 2024 kemudian.
Tentu saja untuk mewujudkan hal ini perlu adanya sinergi. yaitu penguatan koordinasi dengan pemangku kebijakan dan stakeholder.
Membuat lingkungan yang mendukung pencegahan pernikahan anak dimulai dari keluarga. Serta optimalisasi kapasitas dari anak sendiri.