Saksi Sebut Garuda Indonesia Beli Pesawat Airbus dan Mesin Rolls Royce Lewat Leasing
Duduk sebagai terdakwa mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SA.S dan Rolls-Royce PLC pada PT Garuda Indonesia digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (19/2/2021) ini.
Duduk sebagai terdakwa mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan VP Treasury Management PT Garuda Indonesia 2007-2012 Albert Burhan sebagai saksi.
Dalam kesaksiannya, Albert bercerita bahwa kondisi keuangan Garuda Indonesia sedang lemah saat maskapai penerbangan ini melakukan pengadaan pesawat Airbus 3.20, pesawat Airbus 3.30, pesawat Bombardier dan juga perawatan mesin Roll Royce.
Baca juga: Geledah 2 Kantor Swasta, KPK Amankan Rekening Koran Terkait Kasus Bansos
“Sehingga menggunakan sumber keuangan dari eksternal, baik dari export credit maupun dari leasing company," kata Albert kepada Jaksa KPK Ariawan Agustiartono.
Jaksa Ariawan lantas menanyakan, apakah Garuda Indonesia merasa terbebani untuk membayar menggunakan leasing company.
"Artinya kan tadi tidak langsung membeli tetapi menggunakan pihak ketiga kemudian Garuda membayar, betul?" tanya jaksa.
Baca juga: KPK Amankan Rekening Koran terkait Kasus Bansos Hasil Geledah 2 Perusahaan
Albert kemudian membenarkan hal tersebut.
Jadi setelah pengadaan yang dibiayai perusahaan leasing itu, lantas secara teratur Garuda Indonesia membayar bulanan biaya sewanya.
Kemudian Jaksa Ariawan mempertanyakan sebelum menjadi pembiayaan sewa dalam pengadaan pesawat, pasti ada pembayaran awal.
"Ada DP, down payment, itu yang membayar Garuda dahulu?" tanyal Jaksa Ariawan.
"Garuda dulu. Dari kas internal Garuda," jawab Albert.
Baca juga: Vila Mewah Milik Edhy Prabowo Disita KPK, Luasnya 2 Hektare, Pernah Dipunyai Mantan Petinggi Polri
Albert mengakui bahwa saat pengadaan Bombardier, ia ikut di dalamnya dan ia sedang menjabat sebagai VP Treasury PT Garuda Indonesia.
Saat itu, Emirsyah Satar selaku Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Albert mengaku, dalam setiap pembahasan pengadaan tersebut, dirinya selalu ikut.
"Saya ikut di hampir semuanya," ujar Albert.
Menurut Albert, pada pengadaan persawat dengan kursi di bawah 100 shift atas perintah direksi Garuda membentuk tim dan melakukan rapat sebanyak 3 kali.
Tim mengkaji pesawat yang akan digunakan Garuda menggunakan tipe CRJ atau Embraer.
Awalnya Embraer lebih baik dari CRJ pada dua kali pertemuan namun akhirnya pada meeting ketiga disimpulkan CRJ lebih baik dari Embraer.
Jaksa KPK mendakwa Hadinoto Soedigno selaku Direktur Teknik Garuda dan Direktur Produksi Citylink melakukan korupsi bersama dengan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar serta bersama Captain Agus Wahjudo.
Mereka diduga telah menerima uang fee dari rekanan Garuda yakni dari Airbus, Roll Royce, dan Avions de Transport Regional (ATR) atas proyek pengadaan pesawat Airbus dan mesin pesawat Roll Royce tahun 2005-2014 lalu.
Uang suap senilai 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu euro tersebut diserahkan melalui perantara atau broker yakni intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedardjo serta dari Bombardier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong ( HMI) dan Summerville Pasific Inc.
Hadinoto Soedigno pun didakwa menyamarkan uang fee yang diterimanya dengan mentransfer ke rekening keluarga yakni ke rekening atas nama Tuti Dewi, Putri Anggraini Hadinoto, dan Rulianto Hadinoto. Yang kemudian ditarik tunai untuk keperluan pribadi Hadinoto Soedigno.
Jaksa KPK menjerat Hadinoto dengan Pasal 11 Undang-Undang Tipikor pada Dakwaan kesatu dan Pasal Pasal 3 Undang-Undang Pencucian Uang pada dakwaan kedua dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.