Wamenkumham Nilai Pidana Mati Layak Bagi 2 Eks Menteri yang Korupsi, Ini Tanggapan Refly Harun
Pengamat hukum ketatanegaraan Refly Harun beri tanggapan soal pernyataan Wamenkumham soal pidana mati layak bagi 2 Eks Menteri yang korupsi.
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Gigih
![Wamenkumham Nilai Pidana Mati Layak Bagi 2 Eks Menteri yang Korupsi, Ini Tanggapan Refly Harun](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/refly-harun-tanggapi-pernyataan-wamenkumham-soal-pidana-mati-layak-bagi-2-eks-menteri-yang-korupsi.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej mengatakan jika dua eks Menteri yang korupsi, Eks Menteri KKP Edhy Parbowo dan Eks Mensos Juliari P. Batubara layak mendapatkan sanksi pidana hukum mati.
Hal ini lantas mendapat tanggapan dari pengamat hukum ketatanegaraan Refly Harun.
Refly Harun menyampaikan, ada sedikit perbedaan diantara dua kasus dugaan suap pada 2 mantan menteri itu.
Menurutnya, kasus Juliari tidak hanya tindakan suap tapi betul-betul korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Juliari, menurut saya, tidak hanya dikenakan tindak pidana suap, tapi betul-betul tindak pidana korupsi."
"Karena jelas itu merugikan keuangan negara, menyalahgunakan jabatan, melawan hukum dan lain sebagainya."
Baca juga: Kapolsek Terlibat Narkoba, Mabes Polri Bicara Hukuman Mati hingga IPW Sebut Pukulan Telak bagi Polri
Baca juga: Pengacara Juliari Tanggapi Pernyataan Wamenkumham yang Sebut Kliennya Layak Dituntut Hukuman Mati
"Unsurnya itu udah ada, dia benar-benar memotong uang bansos yang merupakan uang negara," terang Refly pada YouTube-nya, Kamis (18/2/2021).
Bagi Refly, dana yang dikorupsi Juliari itu benar- benar pemberian uang negara, yang hanya berputar tempat saja.
"Cuma muter uangnya. Jadi, dapet proyek, dipotong. Lalu, dikasih Juliari," jelas Refly.
Berbeda halnya pada kasus mantan menteri KKP, yang menurutnya memang menerima suap.
Selain itu, ia menuturkan, penerapan pidana mati nantinya juga perlu melihat pandangan Internasional.
![Refly Harun Tanggapi Pernyataan Wamenkumham soal Pidana Mati Layak Bagi 2 Eks Menteri yang Korupsi](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/refly-harun-tanggapi-pernyataan-wamenkumham-soal-pidana-mati-layak-bagi-2-eks-menteri-yang-korupsi.jpg)
Baca juga: Gus Jazil Usulkan UU ITE Dirombak Total, Transaksi dan Informasi Elektronik Dipisah
Baca juga: Gandeng Kemenkominfo, Polisi Dunia Maya akan Tegur Warganet yang Langgar UU ITE
Banyak negara lain yang menghapus pidana mati pada produk hukum mereka, karena dinilai bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Aspirasi dunia internasional perlu juga kita lihat, karena dianggap hukuman mati jelas-jelas bertentangan dengan HAM, yaitu The Right of Life," tutur Refly.
Pengamat hukum tata negara ini menegaskan, kedua eks Menteritu jangan sampai diberi hukuman yang ringan.
Melihat korupsi dilakuka pada masa pandemi dan jelas mencatut pejabat negara.
"Jangan dituntut ringan karena unsur pemberatannya sudah ada," pungkas Refly.
Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati
Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej menilai, dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju, yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara layak untuk dituntut dengan ancaman hukuman mati.
Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional: Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK.
![Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara menjalani pemeriksaan lanjutan kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/juliari-tersangka-kpk.jpg)
Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Omar dalam acara tersebut, diberitakan Tribunnews sebelumnya.
Baca juga: Jaksa KPK Limpahkan Berkas Penyuap Eks Mensos Juliari ke Pengadilan Tipikor Jakarta
Baca juga: Jam Tangan Jokowi Pemberian Raja Salman Seharga Rp 4,7 Miliar, Ini Bentuk dan Kemewahannya
Diketahui, Edhy Prabowo merupakan tersangka penerima suap kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster.
Edhy ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan KPK pada 25 November 2020.
Sekitar 10 hari kemudian atau tepatnya pada Minggu (6/12/2020), KPK menjerat Juliari Batubara selaku Menteri Sosial dan empat orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Menurut Eddy Hiariej, kedua mantan Menteri itu layak dituntut hukuman mati karena melakukan praktik korupsi di tengah pandemi Covid-19.
Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.
![Tersangka mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo meninggalkan Gedung KPK usai menjalani pemeriksaan, di Jakarta Selatan, Senin (18/1/2021). Edhy Prabowo diperiksa terkait kasus dugaan suap ekspor benih lobster. Tribunnews/Irwan Rismawan](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mantan-menteri-kkp-edhy-prabowo-kembali-jalani-pemeriksaan_20210118_211625.jpg)
"Jadi dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tegasnya.
Ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.
Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."
(Tribunnews.com/Shella/Ilham Rian)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.