Mekanisme Peneguran Virtual Police Untuk Pelanggar UU ITE di Sosmed
Polisi dunia maya meminta pelanggar untuk menghapus konten tersebut karena dianggap telah berimplikasi pidana jika dipertahank
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Virtual police atau polisi dunia maya menjadi salah satu program Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kebijakan itu merupakan upaya preventif untuk meminimalisir penegakan hukum yang terkait dengan pelanggaran UU ITE.
Nantinya, para warganet yang dianggap telah melanggar UU ITE akan mendapatkan teguran berupa pesan pribadi ke akun sosial medianya. Isinya, edukasi pasal pidana yang dilanggar terkait unggahan itu.
Dalam teguran itu, polisi dunia maya nantinya juga meminta pelanggar untuk menghapus konten tersebut. Sebab, konten itu dianggap telah berimplikasi pidana jika dipertahankan.
"Jadi, dari pihak kepolisian memberikan edukasi dulu, memberitahukan, eh mas/mbak/bapak/ibu apa yang ditulis itu melanggar pidana. Jangan ditulis kembali tolong dihapus ya. Misal seperti itu," kata Kadiv Humas Polri Irjen pol Argo Yuwono di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Sebagai contoh, seorang warganet mengunggah konten berupa tulisan, gambar ataupun video yang dimuat di akun sosial medianya. Konten itu pun nantinya akan dianalisa oleh petugas virtual police.
Baca juga: Pria di AS Tewas Setelah Diduga Ditindih Lehernya oleh Polisi, Mirip Kasus George Floyd
Jika dianggap melanggar, petugas virtual police akan menyimpan unggahan itu untuk meminta pendapat para ahli di bidang ITE hingga pidana. Nantinya, para ahli yang akan menentukan apakah ada unsur pidana di balik unggahan tersebut.
"Setelah ada laporan informasi, ada screenshotnya. Kita juga minta pendapat ahli, ada ahli pidana, ahli bahasa, dan ahli ITE. Misal dari ahli menyatakan ini bisa menjadi suatu pelanggaran pidana, bisa penghinaan atau fitnah kemudian diajukan ke Direktur Siber," ungkap dia.
Selanjutnya, Direktur Siber atau pejabat yang ditunjuk akan memberikan pengesahan untuk menegur warganet yang melanggar UU ITE tersebut. Barulah petugas virtual police akan menegur pelanggar melalui pesan pribadi.
"Setelah dia memberikan pengesahan, baru kita japri ke akun. Jadi resmi kirimnya. Jadi tau ada dari polisi yang kirim. Sekali kita kirimkan dengan harapan bisa dihapus. Sehingga nanti orang yang dituju itu tidak merasa terhina. Jadi ini edukasi yang kita berikan pada masyarakat lewat patroli siber," ungkap dia.
Polri juga telah menyiapkan skema seandainya pelanggar menolak bersalah atas unggahannya tersebut. Argo bilang, Polri akan mengirimkan kembali pemberitahuan hingga pelanggar mengerti.
Baca juga: Kabareskrim: Penyidik yang Tidak Jalankan Surat Edaran Kapolri Soal UU ITE Bakal Kena Hukuman
"Kita berikan pada masyarakat tersebut untuk sekali, kita kasih edukasi. Jangan, tolong dihapus tulisan itu. Kalau ngeyel gimana? Kita kirim lagi pemberitahuan. Kalau mengindahkan apa yang kita sampaikan, misal yang dituju atau orang itu yang dirugikan bikin laporan ya kita lakukan mediasi juga. Kalau tidak bisa, kita proses. Semuanya ada tahapan," tukasnya.
Sebagai informasi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan surat edaran yang mengatur teknis penerapan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Hal tersebut sebagai wujud tindak lanjut janjinya untuk membenahi UU ITE