Kejagung RI Periksa Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Ini Keterangan yang Digali Penyidik
Penyidik tengah mendalami apakah pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan termasuk risiko bisnis atau ada dugaan korupsi
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung RI memeriksa mantan Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan berinisial AS sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pada pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan, Kamis (25/2/2021).
Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung RI Febrie Adriansyah menyampaikan pemeriksaan eks Dirut BPJS Ketenagakerjaan itu untuk mengetahui masalah investasi yang dilakukan oleh perusahaan plat merah tersebut.
"Kita hanya melihat disitu mengenai investasinya. Kita melihat bagaimana investasinya sampai saat ini kan teman-teman udah tau yang menjadi unrealized loss itu yang diperdalam," kata Febrie di Kejagung RI, Jakarta, Kamis (25/2/2021) malam.
Febrie menyatakan penyidik tengah mendalami apakah pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh BPJS Ketenagakerjaan termasuk risiko bisnis atau justru adanya dugaan korupsi.
Baca juga: Kejaksaan Agung Sita Tiga Tambang Nikel Milik Tersangka Korupsi Asabri Heru Hidayat
"Apakah kerugian itu risiko bisnis atau tidak. Nah ini kan pengetahuan tentang keuangan itu kan ada di rekan-rekan BPK, transaksi itu ada di OJK. Bukan di keahlian penyidik jaksa lah ya, makanya kita masih menunggu itu," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Agung RI memperkirakan kerugian negara dugaan kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi BPJS Ketenagakerjaan mencapai Rp 20 triliun. Angka itu dibukukan hanya dalam 3 tahun saja.
Demikian disampaikan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah. Hal itu sekaligus menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan hanya sebatas risiko bisnis.
"Kalau kerugian bisnis, apakah analisanya ketika di dalam investasi itu selemah itu sampai 3 tahun bisa merugi sampai Rp 20 triliun sekian. Sekalipun ini masih menurut dari orang keuangan masih potensi," kata Febrie di Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Kamis (11/2/2021).
Baca juga: Roy Sembel Keberatan Kasus BPJS Ketenagakerjaan Disamakan dengan Korupsi di Jiwasraya
Febrie juga menjawab kemungkinan kasus BPJS Ketenagakerjaan sebagai unrealized loss atau risiko bisnis. Unrealized loss sendiri biasa digunakan dalam perdagangan di pasar saham.
Artinya, kondisi penurunan nilai aset investasi saham atau reksadana sebagai dampak dari fluktuasi pasar modal yang tidak bersifat statis.
Febrie menyampaikan kasus yang dialami BPJS Ketenagakerjaan hampir tidak mungkin dalam kondisi unrealized loss. Sebab, kerugian yang diterima perseroan mencapai Rp 20 triliun dalam 3 tahun saja.
"Nah sekarang saya tanya kembali dimana ada perusahaan-perusahaan lain yang bisa unrealized loss (Rp 20 triliun) dalam 3 tahun. Ada nggak seperti itu? saya ingin denger dulu," ungkap dia.
Kendati demikian, pihaknya masih menunggu laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kerugian negara dalam kasus BPJS Ketenagakerjaan.
"BPK yang menentukan kerugian. Ini nanti kita pastikan kerugiannya ini. Karena perbuatan seseorang ini masuk ke kualifikasi pidana atau seperti yang dibilang tadi kerugian bisnis," tandas dia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.