Artidjo Alkostar Meninggal, Mahfud MD: Hakim Agung yang Dijuluki Algojo oleh Koruptor
Mantan hakim Mahkamah Agung (MA), Artidjo Alkostar meninggal dunia pada Minggu (28/2/2021). Mahfud MD sebut Artidjo dijuluki algojo oleh koruptor.
Penulis: Ranum KumalaDewi
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Mantan hakim Mahkamah Agung (MA), Artidjo Alkostar meninggal dunia pada Minggu (28/2/2021).
Informasi tersebut dibagikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, melalui akun Twitter miliknya @mohmahfudmd.
"Kita ditinggalkan lagi oleh seorang tokoh penegak hukum yg penuh integritras."
"Mantan hakim agung Artidjo Alkostar yg kini menjabat sebagai salah seorang anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah wafat siang ini (Minggu, 28/2/2021)."
"Inna lillah wainna ilaihi raji'un Allahumma ighfir lahu," tulisnya Minggu (28/2/2021).
Selanjutnya, Mahfud mengungkapkan, almarhum Artidjo Alkautsar merupakan sosok yang memiliki julukan "Algojo" dari para koruptor.
Baca juga: Artidjo Alkostar Wafat, Sejumlah Nama Ini Pernah Rasakan Kerasnya Palu Godam Sang Algojo Koruptor
Baca juga: PROFIL Anggota Dewas KPK Artidjo Alkostar, Mantan Hakim Agung yang Ditakuti Para Koruptor
Penyebab julukan itu bermula, karena almarhum tidak ragu dalam menjatuhkan hukuman berat kepada para terpidana korupsi.
"Artidjo Alkostar adalah hakim agung yg dijuluki algojo oleh para koruptor."
"Dia tak ragu menjatuhkan hukuman berat kepada para koruptor tanpa peduli pada peta kekuatan dan back up politik," cuitnya.
Mahfud mengatakan, Artidjo pernah menjadi dosennya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Yogyakarta.
Selanjutnya, ia menjabat sebagai pengacara.
Mahfud mengungkapkan,selama berprofesi sebagai pengacara, Artidjo Alkostar merupakan sosok pengacara yang lurus.
Lebih lanjut, saat Mahfud sebagai mahasiswa alamarhum, ia mengaku terinspirasi untuk mengikuti jejak Artidjo Alkostar.
"Tahun 1978 Artidjo menjadi dosen saya di FH-UII. Dia juga yang menginspirasi saya menjadi dosen dan menjadi aktivis penegakan hukum dan demokrasi."
"Pada 1990/1991 saya dan Mas Artidjo sama-sama pernah menjadi visiting scholar (academic researvher) di Columbia University, New York. RIP, Mas Ar," ungkapnya.
Baca juga: Sosok Artidjo Alkostar, Hakim Agung yang Ditakuti Para Koruptor, Meninggal Dunia Siang Tadi
Baca juga: Sosok Artidjo Alkostar, Anggota Dewas KPK: Pekerja Keras, Motornya Seharga Rp 1 Juta Keluaran 1978
Perjalanan Karier
Diwartakan oleh Tribunnews.com, Artidjo Alkostar diketahui lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948.
Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo.
Setelah lulus SMA, Artidjo Alkostar masuk FH UII Yogyakarta.
Selama menjadi mahasiswa, Artidjo Alkostar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta menjadi Dewan Mahasiswa.
Ia pun berhasil menyandang gelar sarjana hukum pada tahun 1976.
Setelah lulus kuliah, Artidjo Alkostar mengabdi menjadi pengajar di almamaternya, FH UII.
Selama mengajar di FH UII, Artidjo mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Pada 1983 Artidjo Alkostar pernah mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan.
Di saat yang sama, Artidjo Alkostar juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pada 1981 hingga 1983, Artidjo Alkostar menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur LBH Yogyakarta.
Setelah itu, Artidjo Alkostar diangkat menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989.
Setelah pulang dari Amerika Serikat, Artidjo Alkostar kemudian mendirikan kantor pengacara yang dinamakan Artidjo Alkostar and Associates hingga tahun 2000.
Selama menjadi advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting.
Di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992) dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Pada 2000, Artidjo Alkostar terpaksa harus menutup kantor hukumnya tersebut karena dirinya terpilih sebagai Hakim Agung.
Menyelesaikan 19.708 Perkara
Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo Alkostar menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara.
Bila dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo Alkostar menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun.
Dilansir oleh Kompas.com, Artidjo Alkostar mengungkapkan resep dari capaian luar biasa itu, yakni kerja ikhlas.
Diakuinya, bekerja ikhlas bukanlah hal mudah.
Namun, baginya upaya itu harus dilakukan sebab keikhlasan adalah nutrisi batin.
"Saya bisa bekerja sampai larut malam, pulang pun membawa berkas, besok sudah habis, tetapi kalau kita tidak ihklas itu energi kita menjadi racun dalam tubuh, menjadi penyakit," ucapnya.
Selama 18 tahun itu pula, Artidjo Alkostar mengaku tak pernah mengambil cuti sebagai hakim agung.
Ia juga selalu menolak bila diajak ke luar negeri karena akan ada implikasi besar terhadap tugasnya.
"Saya tidak pernah mau (diajak ke luar negeri), konsekuensinya nanti karena tiap hari itu ada penetapan tahanan itu seluruh Indonesia, itu tidak bisa ditinggal karena nanti bisa itu keluar demi hukum. Nanti yang disalahkan saya," ujarnya.
Kini pria tersebut telah pergi untuk selama-lamanya.
(Tribunnews.com/Ranum Kumala Dewi/Adi Suhendi) (Kompas.com/Devina Halim)