Perpres Investasi Miras Resmi Dicabut, Kepala BKPM Bahlil: Bukti Presiden Sangat Demokratis
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi cabut Perpres terkait Investasi Miras, kepala BKPM Bahlil: Bukti Presiden Sangat Demokratis, Selasa (2/3/2021).
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia angkat suara terkait pencabutan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pembukaan investasi dalam industri minuman keras (miras) yang mengandung alkohol oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Selasa (2/3/2021)
Bahlil membenarkan, Perpres itu telah dicabut.
Ia menyebut, pencabutan Perpres itu sebagai bukti Presiden sangat demokratis dan aspiratif.
Hal itu diungkapkannya pada konferensi pers virtual yang disiarkan langsung di YouTube Kompas TV, Selasa (2/3/2021).
"Ini adalah sebuah bukti bahwa bapak Presiden sangat demokratis, sangat aspiratif untuk mendengar masukan-masukan konstrukrtif untuk pembangunan bangsa."
"Ini adalah contoh pemimpin yang bisa kita jadikan sebagai rujukan pengambilan keputusan selama masukan-masukan itu adalah konstruktif," ucap Bahlil.
Baca juga: PP Muhammadiyah Apresiasi Langkah Jokowi Cabut Aturan Investasi Miras: Sikap Politik yang Positif
Baca juga: Perpres Investasi Miras Dicabut, PP Muhammadiyah: Sikap Politik Positif dan Terbuka Atas Kritik
Menurutnya, pikiran-pikiran para ulama, NU, Muhammdiyah, MUI, tokoh gereja, tokoh agama yang lain, itu adalah sebuah pemikiran yang sangat konstruktif dan substantif dalam rangka melihat kepentingan negara yang harus diselamatkan secara mayoritas.
Bahlil juga menyinggung beberapa pihak yang ingin perizinan investasi miras ini dilanjutkan.
Ia menyebut, pemerintah dalam hal ini perlu melihat mana kepentingan negara yang lebih besar.
"Saya juga memahami yang menginginkan agar ini tetap dilanjutkan."
"Kita harus bijak melihat mana kepentingan negara yang lebih besar, apalagi kita semua umat beragama sudah barang tentu tahu ajaran kita untuk kebaikan," lanjutnya.
Baca juga: Perpres Investasi Miras Dicabut, Masyarakat Diminta Hentikan Perdebatan di Medsos
Baca juga: Latar Belakang Jokowi Cabut Aturan soal Investasi Miras dalam Perpres 10/2021
Diketahui, investasi miras ini termuat dalam lampiran III pada Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Bahlil menuturkan, proses penyusunan Pepres ini sebelumnya memang melalui perdebatan yang panjang.
Tak lupa dengan memperhatikan pandangan dari pihak-pihak terkait.
"Saya ingin menyampaikan, bahwa khusus lampiran 3 ini terkait poin 31, 32, 33 memuat tentang tata cara mendapatkan perizinan dalam industri minuman beralkohol (Minol)."
"Kami memahami secara baik bahwa proses penyusunan ini, pun melalui perdebatan yang panjang."
"Melalui diskusi yang komperehensif dengan tetap memperhatikan pelaku usaha dan pikiran daripada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda," terang Bahlil.
Baca juga: Jokowi Resmi Cabut Perpres Investasi Miras, PKS: Apresiasi karena Mendengar Suara Publik
Kepala BKPM itu mengatakan, sejatinya perizinan miras sudah ada sejak lama.
Ia mengingatkan, bahwasanya perizinan ini bukan untuk menyalahkan satu dengan pihak lain.
"Sebelum pemberlakuan UU Cipta Kerja Nomor 11 dan Perpres ini, sudah ada kurang lebih 109 izin untuk minol berada pada 13 provinsi."
"Perizinan ini, sudah terjadi sejak pemerintah pertama dan yang terakhir."
"Namun, tidak untuk menyalahkan antara satu dengan yang lain," tandasnya.
Baca juga: Jokowi Cabut Perpres Miras, Ini Kata Waketum MUI Anwar Abbas
Diberitakan sebelumnya, Jokowi resmi mencabut lampiran Peraturan Presiden terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol.
Hal itu disampaikan Presiden dalam Konferensi Pers Virtual yang disiarkan dalam YouTube Sekretariat Presiden, Selasa, (2/3/2021).
"Saya putuskan lampiran Perpres terkait pembukaan investasi baru dalam industri minuman keras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut," kata Presiden.
Aturan mengenai investasi miras diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
Baca juga: PA 212 Kaitkan Kebijakan Pemerintah soal Izin Investasi Miras dengan Pembubaran FPI
Aturan ini cukup menuai protes dari sejumlah kalangan termasuk organisasi kemasyarakatan (Ormas) Islam.
Keputusan tersebut, kata Jokowi diambil setelah menerima masukan-masukan dari ulama-ulama dan Ormas Islam.
Baik itu ulama MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas-ormas lainnya.
"Serta tokoh-tokoh agama yang lain dan juga masukan-masukan dari provinsi dan daerah," kata dia.
Diketahui, Ketua Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam Sholeh meminta pemerintah untuk mencabut aturan mengenai pembukaan investasi miras.
Menurut Asrorun, desakan MUI ini berlandaskan upaya menciptakan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat.
"Komitmen MUI jelas. Cabut aturan yang melegalkan miras untuk ketertiban umum dan kesejahteraan masyarakat," ucap Asrorun melalui keterangan tertulis, Selasa (2/3/2021).
Asrorun menegaskan, sikap MUI terhadap peredaran minuman keras telah sangat jelas, yakni menolak.
Sikap tersebut telah dinyatakan dalam rekomendasi Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009.
"Menegaskan kembali rekomendasi Fatwa MUI Nomor 11 Tahun 2009, sebagai berikut."
"Pemerintah agar melarang peredaran minuman beralkohol di tengah masyarakat dengan tidak memberikan izin pendirian pabrik yang memproduksi minuman tersebut.
"Dan tidak memberikan izin untuk memperdagangkannya, serta menindak secara tegas pihak yang melanggar aturan tersebut," tutur Asrorun.
Sebelumnya, Jokowi membuka izin investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar hingga kecil. Syaratnya, investasi hanya dilakukan di daerah tertentu.
Adapun kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang diteken kepala negara pada 2 Februari 2021.
Aturan ini merupakan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pada lampiran ketiga, tercantum industri minuman keras mengandung alkohol pada daftar urutan ke-31.
"Persyaratan, untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada Provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat," tulis lampiran III perpres tersebut.
(Tribunnews.com/Shella/Taufik ismail)