Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pelapor Mengaku Resah dengan Cuitan Jumhur Hidayat Tapi Belum Baca Naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja

Dalam proses persidangan Husein Shihab yang diduga sebagai rekan dari pelapor mengaku resah atas cuitan Jumhur Hidayat.

Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pelapor Mengaku Resah dengan Cuitan Jumhur Hidayat Tapi Belum Baca Naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja
Tribunnews.com/ Rizki Sandi Saputra
Sidang pemeriksaan saksi fakta atas terdakwa Jumhur Hidayat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (4/3/2021). 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menggelar sidang lanjutan kasus penyebaran berita hoax di sosial media terkait Undangan-Undang Omnibus Law Cipta Kerja dengan terdakwa Jumhur Hidayat.

Sidang digelar di Ruang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan agenda pemeriksaan saksi fakta yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saksi yang dihadirkan bernama Husein Shihab.

Baca juga: Kuasa Hukum Pentolan KAMI, Jumhur Hidayat, Kembali Minta Hakim Hadirkan Kliennya Secara Offline

Dalam proses persidangan Husein Shihab yang diduga sebagai rekan dari pelapor mengaku resah atas cuitan Jumhur Hidayat.

Karenanya, dia mengklaim merasa menjadi korban atas perilaku Jumhur yang membuat cuitan tersebut.

"Iya saya korban, saya merasa diresahkan atas cuitan itu, karena saya pekerja juga," kata Husein dalam ruang sidang," Kamis (4/3/2021).

Baca juga: Tim Hukum Jumhur Hidayat Ajukan Penangguhan Penahanan

Berita Rekomendasi

Menanggapi hal ini, Oky Wiratama selaku anggota tim kuasa hukum Jumhur Hidayat menanyakan terkait keresahan yang dirasakan Husein.

Oky bertanya terkait dampak besar yang diterima Husein atas cuitan dari kliennya itu.

"Ada tidak dampak (langsung) kepada saudara saksi dari cuitan Jumhur, apakah jadi di-PHK atau gimana?" tanya Oky kepada Husein.

Mendengar pertanyaan tersebut, Husein langsung melontarkan tanggapan kepada jajaran tim kuasa hukum Jumhur.

"Belum ada (dampak), intinya apa yang disampaikan terdakwa (Jumhur) berdampak besar kalau tidak dilaporkan, jadi laporan kami itu upaya preventif," jawab Husein.

Baca juga: Tim Hukum Jumhur Hidayat Ajukan Penangguhan Penahanan

Lebih lanjut, setelah mendengar jawaban dari Husein, Oky lantas melontarkan pertanyaan kembali, terkait pemahaman Husein terhadap naskah UU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Saudara saksi bilang pernah riset, apakah baca (naskah) UU Omnibus Law?" tanya Oky.

Secara singkat Husein memberikan jawaban "tidak," katanya.

Mendengar jawaban tersebut, Oky kembali mengajukan pertanyaan kepada Husein, terkait tolok ukur kenapa pihaknya bisa melaporkan berita hoaks kalau naskahnya belum dibaca.

Tidak hanya itu, Oky juga menanyakan pengetahuan Husein mengenai waktu pengesahan UU Omnibus Law itu sendiri.

Baca juga: Kuasa Hukum Pentolan KAMI: Cuitan Jumhur Hidayat Tak Ada Kaitannya Dengan Dakwaan Picu Keonaran

Dalam hal ini, Husein hanya menjawab berdasarkan riset dan pengetahuan dirinya.

"Yang saya riset tentang hoaks-nya, saya tidak tahu (kapan disahkan)," jawab Husein.

Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Jumhur Hidayat menyebarkan berita bohong dan membuat keonaran lewat cuitan di akun Twitter pribadinya, terkait Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.

Jaksa menilai cuitan Jumhur ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA), dalam hal ini golongan pengusaha dan buruh.

Akibat dari cuitannya itu, timbul polemik di tengah masyarakat terhadap produk hukum pemerintah. Sehingga berdampak pada terjadinya rangkaian aksi unjuk rasa yang dimulai pada 8 Oktober 2020, hingga berakhir rusuh.

Melalui akun Twitter @jumhurhidayat, ia mengunggah kalimat "Buruh bersatu tolak Omnibus Law yang akan jadikan Indonesia menjadi bangsa kuli dan terjajah".

Kemudian pada 7 Oktober 2020, Jumhur kembali mengunggah cuitan yang mirip-mirip berisi "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTOR dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BEERADAB ya seperti di bawa ini".

Atas perbuatannya, Jumhur didakwa dengan dua dakwaan alternatif. Pertama, Pasal 14 ayat (1) jo Pasal 15 Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 1946 KUHP, atau Pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang RI nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan dari Undang-Undang RI nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas