Buntut Moeldoko Jadi Ketua Umum Demokrat Versi KLB, Jokowi Diminta Ganti Kepala Staf Presiden
Buntut Moeldoko menjadi Ketua Umum Demokrat versi KLB di Sumut, Jokowi diminta ganti kepala staf kepresidenannya.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
"Dalam rangka memastikan terwujudnya Visi dan Misi Presiden Jokowi, meminta atau merekomendasi kepada Presiden Jokowi untuk Mencopot Jabatan Kepala KSP yang diemban oleh Moeldoko," tegas Budi Mulyawan.
Selain itu, menurut Budi, alasan lain Moeldoko harus dicopot adalah sepak terjang politiknya dinilai menyimpang jauh dari visi dan misi presiden.
Baca juga: Pengamat Sebut Tindakan Moeldoko Bersedia Jadi Ketua Umum Demokrat Sangat Tidak Etis
Ia berpendapat, aksi Moeldoko mengkudeta AHY dari Partai Demokrat telah merong-rong kewibawaan Presiden Jokowi.
"Kewibawaan Presiden Jokowi sedang dirong-rong. Moeldoko secara sistematis dan masif sedang membangun kekuatan politik pribadinya dalam agenda 2024."
"Dengan memanfaatkan segenap kewenangan yang dimiliki sebagai Kepala KSP," kata Budi.
KLB Demokrat Dianggap Bahayakan Presiden Jokowi
Selain KOMBATAN, relawan Jokowi juga turut menanggapi penyelenggaraan KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Jumat (5/3/2021) kemarin.
Ketua Jokowi Mania (Joman), Immanuel Ebenezer atau Noel mengatakan, gelaran KLB itu merupakan kemunduran demokrasi.
Menurutnya, KLB Partai Demokrat yang mendapuk Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai Ketua Umum tersebut justru membahayakan Presiden Jokowi.
Baca juga: Andi Sindir Elektabilitas Moeldoko Cuma Nol Koma dan Gagal Pimpin Partai Hanura: AHY yang Layak
Mereka menilai pengambilalihan Partai Demokrat tidak beretika politik dan berbahaya untuk Presiden Jokowi dan demokrasi.
"Dengan segala hormat, apa yang dilakukan Moeldoko tidak baik. Ini jelas pastinya bisa mengganggu pikiran Presiden Jokowi," kata Noel saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (7/3/2021).
Noel menegaskan, pengambilalihan Partai Demokrat tersebut telah jelas menyeret pejabat istana.
Sehingga, muncul narasi bahwa untuk pertama kalinya di era reformasi, pejabat Istana terlibat langsung merebut partai politik.
Padahal, kata Noel, Presiden Jokowi sama sekali tidak terlibat dalam KLB tersebut.