Pengamat Ini Yakin Kepengurusan Demokrat Hasil KLB Deliserdang akan Disahkan Kemenkumham
Moeldoko merupakan sosok yang berada dalam lingkaran kekuasaan, mengingat jabatannya saat ini adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
![Pengamat Ini Yakin Kepengurusan Demokrat Hasil KLB Deliserdang akan Disahkan Kemenkumham](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/moeldoko-pd.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara, pekan lalu telah memilih dan menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum terpilih.
Meski dikatakan inkonstitusional, Pengamat Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin menilai Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan memberikan legitimasi Moeldoko sebagai pemimpin baru Demokrat.
Baca juga: Kader DPD Demokrat DKI Lakukan Cap Jempol Darah Bukti Setia kepada AHY
Sebab, Moeldoko merupakan sosok yang berada dalam lingkaran kekuasaan, mengingat jabatannya saat ini adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP).
"Saya punya keyakinan 99 persen akan disahkan oleh Kemenkumham. Walaupun KLB-nya inkonstitusional, abal-abal dan odong-odong. Karena mereka satu atap dan satu rumah yaitu sama-sama orang istana. Mereka friend," kata Ujang saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (7/3/2021).
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini berujar, Moeldoko tak akan berani mengkudeta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari jabatan ketua umum jika tak ada garansi pengesahan dari pemerintah melalui Kemenkumham.
Lantas, Ujang mencontohkan kasus serupa, di mana Kemenkumham memberikan pengesahan usai parpol memilih ketua umum baru melalui jalur semacam KLB.
"Nanti kasusnya akan mirip dengan di Partai Berkarya. KLB odong-odong Muchdi PR disahkan oleh Kemenkumham. Jadi jangan heran, jika KLB odong-odongnya Moeldoko pun akan disahkan. Karena sudah ada contoh nyatanya," pungkas Ujang.
Tanggapan beberapa pengamat soal kisruh Demokrat
1. Konflik Demokrat Diprediksi Berkepanjangan hingga ke Pengadilan
Pengamat Politik, Muhammad Qodari mengatakan konflik di Demokrat yang kini muncul dualisme kepengurusan diperkirakan akan berkepanjangan yang nantinya akan berujung ke pengadilan.
Proses itu, kata dia, akan memakan waktu yang tak sebentar alias tahunan.
Baca juga: Ketua DPC Demokrat di Jawa Tengah Buka Suara, Sebut Diiming-Imingi Uang Agar Bersedia Ikut KLB
Karenanya hal tersebut perlu segera diselesaikan jika Partai Demokrat ingin berlaga di Pemilu 2024 mendatang.
"Berdasarkan pengalaman partai lain, proses pengadilan terkait sengketa itu memakan waktu beberapa tahun. Nanti kalau sudah keluar keputusan dari Mahkamah Agung baru akan disahkan oleh Departemen Kehakiman. Selanjutnya dengan dasar itu akan berproses di KPU," ungkap Qodari.
"Jadi dengan melihat jadwal pemilu adalah 2024 maka harusnya itu selesai sebelum tahun 2024, karena kalau tidak akan terjadi perdebatan yang akan merepotkan KPU jika keduanya mengajukan calon ke KPU. KPU nya bisa jadi korban karena didesak oleh kubu Munas 2020 dan kubu KLB 2021," imbuhnya.
![Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (5/3/2021). AHY memberikan pernyataan terkait penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang dinilai ilegal dan mengecam KLB yang berlangsung di Sibolangit, Deliserdang, Sumatera Utara itu karena inkonstitusional serta meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk tidak mengesahkan hasil KLB yang telah memutuskan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Tribunnews/Jeprima](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ketum-partai-demokrat-ahy-anggap-klb-di-sibolangit-ilegal_20210305_233842.jpg)
Di sisi lain, Qodari melihat ada dua skenario yang bisa terjadi kepada Partai Demokrat.
Skenario pertama sengketa diselesaikan lewat pengadilan seperti yang terjadi pada PKB ataupun PPP.
Sementara skenario kedua sengketa diselesaikan melalui kongres bersama atau rekonsiliasi seperti yang terjadi pada Golkar.
Baca juga: Andi Malarangeng Bantah Tudingan SBY Buat Dinasti Politik di Partai Demokrat
Hanya saja melihat dinamika saat ini, kubu AHY maupun kubu Moeldoko dipastikan akan sulit berekonsiliasi.
Sehingga skenario PKB atau PPP ditengarai lebih besar peluangnya.
"Mengenai status KLB dan status Moeldoko saat ini, pasti kubu AHY menganggapnya ilegal. Sebaliknya kubu KLB akan mengatakan legal atau sah. Jadi yang akan menjadi kunci atau penentu adalah pengadilan. Ketua umum dan kepengurusan yang sah akan ditentukan oleh proses-proses di pengadilan," kata dia.
"Jadi tahapan pengadilan ini hampir bisa dipastikan akan terjadi. Karena sampai hari ini saya melihat agak sulit terjadi kongres rekonsiliasi seperti partai Golkar terdahulu. Jadi katakanlah ada dua skenario, skenario PKB dan skenario Golkar, saya cenderung melihat berdasarkan dinamika yang terjadi Partai Demokrat akan menjalani skenario PKB. Dimana keputusan final siapa yang akan memiliki legitimasi final secara hukum, memenuhi azas legalitas melalui pengadilan," tandasnya.
2. AD/ART Demokrat Dicurigai Sudah Dirancang untuk Amankan Posisi AHY dari Potensi KLB
Pengamat politik Karyono Wibowo menilai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) Partai Demokrat diduga sengaja dirancang untuk mengamankan dinasti Cikeas.
Menurutnya hal itulah yang menyebabkan sejumlah mantan kader menggelar kongres luar biasa (KLB) Partai Demokrat di Sibolangit, Sumatera Utara yang menetapkan Moeldoko sebagai ketua umum terpilih.
"Diduga AD/ART Demokrat sengaja dirancang untuk mengamankan kepemimpinan AHY, dinasti Cikeas," ujar Karyono, kepada wartawan, Sabtu (6/3/2021).
Karyono menyoroti syarat penyelenggaraan KLB Partai Demokrat yang harus mengantongi persetujuan dari Majelis Tinggi Partai Demokrat.
Baca juga: Andi Mallarangeng Tuding KLB Demokrat Moeldoko Cs Abal-abal, Menteri Yasonna Diminta Tolak
Dalam hal ini, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat dipegang oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ayah dari AHY yang memegang posisi ketua umum.
"Maka sampai 'jambul wanen' atau sampai kapanpun sulit mendapatkan persetujuan KLB. Mengharapkan persetujuan dari SBY untuk melaksanakan KLB ibarat menunggu matahari terbit dari barat jika salah satu tujuan KLB adalah untuk mengevaluasi apalagi mengganti ketua umum," jelas Karyono.
"Dengan aturan AD/ART seperti itu, maka pelaksanaan KLB untuk mengevaluasi kepemimpinan AHY pasti sulit," imbuhnya.
3. Jokowi Disarankan Evaluasi Moeldoko
Pengamat Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi Moeldoko.
Hal ini terkait peran Moeldoko dalam KLB Demokrat hingga ia terpilih sebagai Ketua Umum.
“Presiden harus mengevaluasi. Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KSP itu bukan alat permainan politik, tapi untuk menopang kerja-kerja kebijakan publik presiden,” kata Umam saat dihubungi, Jumat (5/3/2021), dikutip dari Kompas.com.
![Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) buka suara atas Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang diselenggarakan di Deliserdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sby-532021.jpg)
Ia menilai aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan.
Sebab, jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP melekat dengan dirinya saat ini.
Baca juga: Soal Kudeta Demokrat, Mantan Kader Demokrat Roy Suryo Anggap De Javu Sedang Terjadi
Umam mengatakan, jika Presiden Jokowi mendiamkan tindakan bawahannya yang terang-terangan mengacak-acak rumah tangga internal partai lain, hal itu bisa ditafsirkan bahwa Presiden memberi restu politiknya.
“Jika memang Presiden berkomitmen pada prinsip dasar demokrasi, Presiden harusnya selamatkan Demokrat," kata Umam.
(Tribunnews.com/Daryono/Vincentius Jyestha Candraditya/Fransiskus Adhiyuda Prasetia) (Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim)