Pengembangan Transportasi Ramah Lingkungan Tidak Bisa Ditunda
Sejalan dengan komitmen Paris Agreement, pengembangan transportasi ramah lingkungan tidak bisa lagi ditunda.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejalan dengan komitmen Paris Agreement, pengembangan transportasi ramah lingkungan tidak bisa lagi ditunda.
DKI Jakarta, sebagai ibu kota seharusnya dapat mengawali perubahan lingkungan yang lebih baik.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan konsep sustainability city perlu didorong bahwa pembangunan kota seharusnya tidak hanya memperhatikan ekonomi saja, namun juga kualitas hidup manusia di dalamnya.
“Kami menyadari bahwa transportasi itu merupakan denyut nadi dalam kehidupan perkotaan, kita harus memastikan bahwa transportasi itu ramah lingkungan dan bebas polusi,” ucapnya dalam Webinar Katadata Forum ‘Green Transportation Roadmap’ pada Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Peduli Lingkungan, Walhi Ajak Pengendara Motor Naik Kelas
Selaras dengan pernyataan Widhyawan Prawiraatmaja selaku Pembina Koaksi Indonesia.
Menurut dia, kalau sudah komitmen dengan menciptakan transportasi ramah lingkungan sebaiknya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tidak menunda.
Maka peta jalan untuk mencapai kualitas lingkungan yang lebih baik harus lebih jelas.
Seperti menggunakan emisi Euro yang tujuannya untuk memperkecil kadar bahan pencemar yang dihasilkan kendaraan bermotor.
“Sekarang menggunakan bahan bakar yang kualitasnya relatif rendah misalnya standar emisi Euro 2 gitu ya, kenapa kita tidak menyarankan Euro 4 atau Euro 5 sekalian. Mungkin kita tidak bisa meratakan di seluruh Indonesia, kenapa Jakarta tidak mencapai champion,” ungkap Widhyawan.
Direktur Konservasi Energi Direktorat EBTKE Kementerian ESDM Luh Nyoman Puspa Dewi menjelaskan bahwa sumber daya manusia saat ini fokus terhadap motor listrik.
Dia mengatakan, Badan Penelitian dan Pengembangan melakukan penelitian memodifikasi motor dengan bahan bakar listrik dan baterai.
“Harapannya motor-motor yang dimodifikasi dengan bahan bakar listrik jadi lebih murah. Memang peraturan harus dipenuhi pada masyarakat dan tentunya juga industri,” katanya.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Dadan Kusdiana mengatakan akan menuju angka 23 persen untuk energi terbarukan dari total campuran energi primer nasional pada 2025.
Selain itu, perlu juga konsep waste-to-energy atau limbah ke energi yang merupakan proses menghasilkan energi ke dalam bentuk listrik atau panas.
“Jadi dua-duanya harus dijaga, jadi kita menjaga komitmen global Presiden. Kita memastikan bahwa program dan kebijakan match dengan apa yang ditargetkan. Pengurangan Rumah Kaca juga dapat tercapai,” jelasnya dalam diskusi yang sama.