Sidang Suap Ekspor Benur, Hakim Tanya Kenapa Ngabalin Bisa Ikut Edhy Prabowo ke Hawaii
Hakim sempat menanyakan sosok Ali Mochtar Ngabalin dalam sidang kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Sedangkan staf khusus atas nama Andreau Misanta Pribadi ditunjuk Edhy karena alasan politis.
Sebab Andreau merupakan tim sukses kubu Joko Widodo.
Baca juga: KPK Cecar Edhy Prabowo Soal Arahannya Kepada Sekjen KKP Antam Novambar Terkait Bank Garansi
Edhy yang berasal dari Partai Gerindra yang mana pada Pilpres 2019 kemarin adalah lawan pasangan calon Jokowi-Ma'ruf Amin berharap dengan penunjukan orang dari kubu Jokowi, bisa menghilangkan kesan menguasai setelah dirinya diminta menjabat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.
"Sementara secara politis untuk supaya saya sebagai menteri kebetulan dari pasangan nomor urut dua yang seolah-olah mengambil porsi seolah-olah kita semua yang menguasai," katanya.
Dalam perkara suap ini, KPK menetapkan total tujuh orang tersangka.
Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta; sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy.
Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus Edhy, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.