Menteri Sofyan Djalil Ungkap Penyebab Sertifikat Tanah Elektronik Jadi Polemik
Sofyan Djalil menegaskan kebijakan sertifikat tanah elektronik sangatlah aman dan efisien dalam pelayanannya.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/Kepala BPN), Sofyan Djalil menegaskan kebijakan sertifikat tanah elektronik sangatlah aman dan efisien dalam pelayanannya.
"Kami rencanakan yang disebut sertifikat elektronik ini seperti digital lainnya, paling aman, waktunya lebih singkat, pelayanannya lebih transparan, lebih cepat, dan memberikan perlindungan," ujar Sofyan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI, Senin (22/3/2021).
Hanya saja, Sofyan mengatakan sertifikat tanah elektronik ini justru menjadi polemik atau perbincangan di masyarakat.
Menurutnya itu terjadi karena adanya salah persepsi terhadap Pasal 16 Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Baca juga: Tanah Pertama yang Bakal Pakai Sertifikat Elektronik Bukan Tanah Milik Masyarakat
Dia menjelaskan Permen ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik ini hanya aturan awal yang dibuat agar proses pelaksanaannya mendapat akreditasi dari BSSN dan Kementerian Komunikasi dan informatika (Kominfo).
Sehingga bukan sebagai sebagai beleid pelaksana.
Banyak pihak, kata dia, yang salah mempersepsikan mengenai kehadiran Pasal 16, karena mengutip atau mengartikannya secara setengah-setengah.
"Di pasal 16 ini sumber masalahnya, ini gara-gara dikutip di luar konteks seolah pasal 16 ayat 3 padahal itu sebuah kesatuan. Jadi dikutip seolah-olah menarik, karena mengalihmediakan, kalau saya punya sertifikat, dialihkan ke buku tanah, nanti kita stempel kalau sudah sertifikat online," kata Sofyan.
Padahal, pasal tersebut memiliki keterkaitan dari ayat pertama hingga keempat. Berikut isi dari ayat pertama hingga keempat :
Ayat pertama, penggantian sertifikat fisik menjadi sertifikat tanah elektronik termasuk penggantian buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun menjadi dokumen elektronik.
Ayat kedua, penggantian sertifikat tanah elektronik sebagaimana dimaksud ayat (1) dicatat pada buku tanah, surat ukur dan atau gambar denah satuan rumah susun.
Ayat ketiga, kepala kantor pertanahan menarik sertifikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada kantor pertanahan.
Ayat keempat, seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada pangkalan data.
Lebih lanjut, Sofyan menegaskan proses sertifikat tanah elektronik akan diserahkan kepada pihak BPN untuk dialihkan secara elektronik dan tercatat dalam buku tanah dan lainnya.
Dokumen aslinya nanti akan mendapat cap atau stempel sebagai tanda sudah dialihkan ke digital.
Sofyan lantas mengatakan pihaknya akan menyiapkan revisi terkait Pasal 16 ayat (3) yang menimbulkan polemik di masyarakat.
"Ayat 3 ini banyak kesalahpahaman kita perbaiki permen tersebut, nanti akan bunyi tercatat dan sudah dialih media dan dokumen itu tidak berlaku, jadi yang berlaku itu adalah dokumen elektronik dan yang lama akan memperkuat saja," tandasnya.