Nurhadi Mau Pindah Rutan Kata KPK Berlebihan, Kuasa Hukum Tuding KPK yang Berlebihan
Sebaliknya, kuasa hukum terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA menyatakan KPK yang berlebihan.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut rencana eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang mau pindah rumah tahanan (rutan) berlebihan.
Sebaliknya, kuasa hukum terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di MA menyatakan KPK yang berlebihan.
"Menurut hemat saya, pernyataan dari KPK itu yang berlebihan dan tidak ada dasarnya," kata Maqdir Ismail selaku kuasa hukum Nurhadi kepada Tribunnews.com, Senin (22/3/2021).
Kata Maqdir, permohonan pindah rutan ke ketua Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta demi kesehatan Nurhadi.
Menurut penuturan Nurhadi kepada Maqdir, kondisi Rutan C1 KPK yang kini ditempati kliennya tidak bagus untuk kesehatan.
"Sebab menurut Pak Nurhadi keadaan di rumah tahanan sekarang, untuk beliau sangat tidak baik untuk kesehatannya. Oleh karena itulah kami menyampaikan surat kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta," kata Maqdir.
Ia pun menyinggung permasalahan ventilasi kamar mandi Rutan C1 yang kini tertutup. Akibatnya, kondisi rutan jadi agak sumpek.
"Karena agak pengap, terutama sejak ventilasi kamar mandi ditutup. Akibatnya tidak ada sinar matahari yang bisa masuk dan tidak ada ventilasi udara," kata Maqdir.
Diwartakan sebelumnya, KPK menyatakan permintaan Nurhadi dari Rutan C1 KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan berlebihan.
"Alasan terdakwa tersebut berlebihan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri lewat keterangannya, Minggu (21/3/2021).
Baca juga: Bekas Sekretaris MA Nurhadi Berharap Pindah Rutan, Alasannya Faktor Kesehatan
Untuk itu, sambungnya, KPK berharap majelis hakim banding menolak permohonan Nurhadi.
"Karena kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud. Terlebih selama proses penyidikan maupun persidangan kami nilai terdakwa Nurhadi juga tidak kooperatif," sebut Ali.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Nurhadi dan Rezky dinyatakan menerima suap sebesar Rp35,726 miliar dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) 2014-2016 Hiendra Soenjoto terkait kepengurusan dua perkara Hiendra.
Nurhadi dan Rezky juga dinyatakan terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp13,787 miliar dari sejumlah pihak yang beperkara, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali (PK).
Vonis tersebut jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta Nurhadi dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Sementara, Rezky sebelumnya dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Salah satu pertimbangan meringankan dalam vonis itu adalah Nurhadi dianggap telah berkontribusi dalam pengembangan Mahkamah Agung.
Majelis hakim juga tidak mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum mengenai uang pengganti dengan total Rp83,013 miliar.